Berita Banda Aceh

Serikat Pekerja Demo ke DPRA Minta Pemerintah Aceh Revisi Qanun Ketenagakerjaan,

Massa yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPMI-KSPI) serta sejumlah aliansi

Editor: bakri
SERAMBINEWS.COM/MISRAN ASRI
Tiga anggota DPRA Bardan Sahidi, Abdurrahman Ahmad serta Muslim Syamsuddin, menyatakan dukungannya untuk memperjuangkan aspirasi dan hak-hak para pekerja dengan ikut menandatangi pernyataan sikap demonstran saat berorasi ke Gedung DPRA, Senin (7/2/2022). 

BANDA ACEH - Massa yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPMI-KSPI) serta sejumlah aliansi serikat pekerja lainnya berunjuk rasa ke Gedung DPRA, Senin (7/2/2022) pagi.

Pada aksi tersebut, para pekerja menyampaikan sejumlah tuntutan dan pernyataan sikap, salah satunya menyatakan penolakan terhadap Omnibus Law berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, di samping mendesak Pemerintah Aceh segera merevisi penetapan UMP & UMK 2022.

Hal lainnya yang menjadi tuntutan para demonstran mendesak Pemerintah Aceh merevisi segera Qanun Ketenagakerjaan serta memperjuangkan hak otonomi dalam kebijakan ketenagakerjaan.

Suasana rapat paripurna di Gedung DPRA, Jumat (4/2/2022).
Suasana rapat paripurna di Gedung DPRA, Jumat (4/2/2022). (For Serambinews.com)

Terakhir pernyataan para pengunjuk rasa mendesak Pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota aktif dalam menyelesaikan berbagai kasus ketenagakerjaan di seluruh Aceh.

Demikian disampaikan Ketua DPW FSPMI Aceh, Habibi Inseun, dalam orasinya.

Menurutnya, FSPMI dan mewakili aliansi serikat pekerja lainnya secara tegas menyatakan perang terhadap kebijakan yang menzalimi kehidupan dan kesejahteraan pekerja atau buruh, baik secara lokal maupun secara nasional.

"FSPMI Aceh akan terus mengawal kebijakan-kebijakan yang tidak pro pekerja.

Berbagai isu ketenagakerjaan baik bersifat lokal atau nasional akan terus kami suarakan.

Baca juga: Puluhan Pekerja Demo DPRA, Desak Revisi Qanun Ketenagakerjaan, Bardan: Jangan Berhenti Berjuang

Baca juga: Gelar Donor Darah di DPRA, PMI Banda Aceh Kumpulkan 82 Kantong

Karena dampak negatifnya mulai dirasakan oleh pekerja buruh di Aceh," sebutnya.

Isu utama yang disurakan adalah penolakan terhadap UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law), dimana regulasi yang dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan tanggal 25 November 2021 lalu.

Tapi, mirisnya tidak digubris oleh ditaati pemerintah, dimana kebijakan tersebut secara nyata telah membawa malapetaka yang dahsyat bagi pekerja atau buruh di Aceh dan di seluruh Indonesia.

"Omnibus Law juga membawa pengaruh yang sangat besar hingga ke Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2014 tentang Ketenagakerjaan dimana telah terjadi kemandulan dalam hal perlindungan ketenagakerjaan di Aceh," terang Habibi.

Di samping itu Omnibus Law juga telah membawa bencana yang besar bagi dunia ketenagakerjaan di Aceh dimana UMP Aceh tahun 2022 hanya naik Rp 1.429 dari tahun sebelumnya, dan merupakan tsunami bagi pekerja atau buruh di Aceh yang sangat berharap adanya penyesuaian upah sesuai dengan harga-harga kebutuhan pokok di lapangan.

Jangan Berhenti Berjuang

Kedatangan para demonstran serikat pekerja langsung disambut Anggota Komisi 1 DPRA, Bardan Sahidi yang juga Ketua Badan Legislasi (Banleg).

Lalu, disusul dua anggota DPRA lainnya masing-masing Abdurrahman Ahmad, Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRA dan Muslim Syamsuddin dari Komisi V DPRA.

Bardan dalam penyampaiannya mengungkapkan perjuangan kaum buruh atau pekerja jangan pernah terhenti sebelum tiga layak terpenuhi.

Pertama layak kerja, layak upah dan layak hidup dan hal itu tentu harus menjadi harga mati yang harus terus diperjuangkan oleh pekerja.

Baca juga: Serikat Pekerja Soroti Pergeseran Filosofi Program JHT yang Alami Peningkatan Klaim Selama Pandemi

Lalu berkenaan dengan penolakan terhadap Omnibus Law, kata Bardan Aceh terbuka peluang menolaknya, karena hal itu diatur khusus dalam UU Nomor 11 tentang Pemerintah Aceh.

"Kami menyatakan dukunban melakukan perbaikan dan penguatan dari butir-butir yang tujuannya untuk melindungi buruh dan hak-hak pekerja.

Karena itu kami menyatakan menerima saran dan usul dari rekan-rekan terhadap penolakan atau revisi UU Omnibus Law," sebut Bardan.

Lalu, berkaitan dengan penetapan UMP, menurut Bardan dari 32 provinsi di Indonesia hanya DKI Jakarta yang berani menaikkan UMP.

"Pertanyaannya, kalau DKI Jakarta berani menaikkan UMP, kenapa Aceh tidak berani melakukannya.

Hal terakhir yang perlu kami sampaikan untul merevisi Qanun Nomor 7 Tentang Ketenagakerjaan Aceh kami membuka diri dan secara pribadi saya bersedia menandatangani usul inisiatif perubahan Qanun Nomor 7 tentang Ketenagakerjaan Aceh," tegas Bardan.

Lalu, hal yang paling ditekankan oleh Bardan dan perlu menjadi perhatian bersama, yakni bahwa masih banyak masyarakat Aceh yang membutuhkan lapangan pekerjaan.

Karena itu tegasnya, jangan 'obral' pekerjaan bagi para pekerja asing.

"Jangan mengobral pekerjaan pada pekerjaan asing, karena masih banyak masyarakat Aceh yang membutuhkan pekerjaan," demikian Bardan. (mir)

Baca juga: Serikat Pekerja Aceh Datangi Kantor DPRA, Minta Pembayaran THR Tidak Dicicil

Baca juga: Serikat Pekerja Aceh Geruduk Kantor DPRA di Hari Meugang Puasa

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved