Jurnalisme Warga

Pesona Ija Oen Kayee dengan Pewarna Dasar Kunyit

Sabtu lalu, saya bersama sejumlah sahabat komunitas kebudayaan, influencer, dan pegiat media sosial yang ada di Kota Lhokseumawe berkunjung ke Rumah

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Pesona Ija Oen Kayee dengan Pewarna Dasar Kunyit
FOR SERAMBINEWS.COM
FARHAN ZUHRI BAIHAQI, Tenaga Ahli Bidang Adat dan Kebudayaan Pemko Lhokseumawe dan alumnus PPs IAIN Lhokseumawe, melaporkan dari Lhokseumawe

OLEH FARHAN ZUHRI BAIHAQI, Tenaga Ahli Bidang Adat dan Kebudayaan Pemko Lhokseumawe dan alumnus PPs IAIN Lhokseumawe, melaporkan dari Lhokseumawe

Sabtu lalu, saya bersama sejumlah sahabat komunitas kebudayaan, influencer, dan pegiat media sosial yang ada di Kota Lhokseumawe berkunjung ke Rumah Produksi Ija Oen Kayee di Jalan Petua Ali, Tumpok Teungoh, Kecamatan Banda Sakti Kota, Kota Lhokseumawe.

Di tempat itu kami disambut oleh Manajer Ija Oen Kayee, Uswah Saliha.

Di sentra usahanya kami leluasa menyaksikan proses pembuatan ija oen kayee (kain daun kayu) sebagai salah satu produk tekstil teraktual di Lhokseumawe dengan warna dan motifnya yang khas.

Ija oen kayee punya pesona tersendiri dalam menarik minat para calon konsumen untuk membeli dan memakainya.

Lalu, apakah ija oen kayee itu sebenarnya? Ija oen kayee adalah bahasa Aceh dari ‘ecoprint’ yang sudah dikenal ke seluruh dunia.

‘Ecoprint’ sendiri berasal dari kata ‘eco’ atau ekosistem yang berarti lingkungan hayati dan ‘print’ artinya cetak.

Cara kerjanya adalah dengan menjiplak dedaunan dan kemudian merebusnya, mirip seperti proses pembuatan batik, maka sering juga disebut batik ‘ecoprint’.

Perbedaan lainnya, ‘ecoprint’ tidak menggunakan alat seperti canting (alat mirip pena untuk membatik) dan bahan malam, tapi menggunakan bahan yang terdapat di alam sekitar, seperti aneka dedaunan yang menghasilkan warna alami.

Hanya saja yang menjadikan ija oen kayee ini lebih unik adalah motif daunnya serta pewarnanya yang menampilkan simbol keacehan.

Baca juga: Kain Motif Gayo Jadi Koleksi Museum Seni Oriental Moskow

Baca juga: Kembangkan Motif “Pucok On Nilam”, Dekranasda Aceh Jaya Kerja Sama Dengan UMKM

Nah, komunitas EcoprintMu atau Ija Oen Kayee yang bergerak di Lhokseumawe di bawah manajer Ibu Uswah ini beranggotakan tujuh perajin.

Usaha mereka sudah berjalan hampir satu tahun.

Bermodal pelatihan yang diberikan sebuah lembaga filantropi di Lhokseumswe tahun 2020, delapan emak-emak kreatif ini terus berupaya memenuhi permintaan pasar hingga ke seluruh Aceh.

Mereka juga telah membangun jejaring melalui toko tekstil dalam memasarkan produk Ija Oen Kayee.

Pada awalnya, emak-emak ini masih terbatas akses pada modal dan pasar, karena pada saat itu masyarakat Aceh umumnya belum pernah menggunakan bahkan mendengar apa itu produk tekstil ‘ecoprint’ atau ija oen kayee.

Ketua Dharma Wanita Persatuan Aceh Singkil, Emma Malini Azmi bersama penenun motif epen (gigi) buaya, Sabtu (29/1/2022)
Ketua Dharma Wanita Persatuan Aceh Singkil, Emma Malini Azmi bersama penenun motif epen (gigi) buaya, Sabtu (29/1/2022) (SERAMBINEWS.COM/DEDE ROSADI)

Lambat laun, atas kesabaran dan rintisan jejaring, produk Ija Oen Kayee pun mulai dikenal.

Bahkan menjadi salah satu pilihan yang diminati konsumen karena motifnya yang indah.

Malah, di salah satu mitra penjualan Ija Oen Kayee, terjual yang ‘high product’, yakni yang menggunakan kain dasar sutra asli.

Proses produksi

Ija oen kayee sebenarnya tekstil ‘limited edition’, karena tak ada produk yang persis sama antara satu kain dengan kain lainnya, baik itu dari motif maupun pewarnaannya.

Kami pun akhirnya diarahkan Bu Uswah dan para perajin untuk ikut mencoba proses pembuatan ija oen kayee.

Proses yang dilewati pun begitu natural dan handmade.

Baca juga: Dekranasda Singkil Sukses Kembangkan Motif Daerah

Baca juga: Motif Bunga Situnjung dan Miniatur Pelamin Adat Aceh Selatan Tercatat Sebagai Kekayaan Aceh Selatan

Biasanya, para perajin bisa memproduksi ija oen kayee dalam waktu satu pekan sebanyak 30 lembar dengan hari kerja Jumat dan Sabtu.

Proses produksi ija oen kayee diawali dengan pembuatan zat pewarna alami (ZWA) dengan berbagai bahan dari alam, seperti kunyit, secang, dan beberapa tumbuhan lainnya.

Khusus untuk ija oen kayee yang dikenal saat ini cenderung menggunakan pewarna rempah kunyit yang mengeluarkan warna kuning.

Warna kuning merupakan salah satu simbol kejayaan dan keagungan Aceh.

Usai pembuatan ZWA, kain dasar bewarna putih di-scouring terlebih dahulu untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran pada kain, seperti kotoran yang dibawa dari pabrik.

Langkah selanjutnya adalah mordanting.

Langkah ini untuk membuka pori-pori pada serat kain sehingga ZWA dari tumbuhan mudah terserap/menempel di kain.

Kemudian, kain yang telah discouring dan mordanting tadi dicelupkan ke ZWA yang telah diproses sebelumnya, apakah itu ZWA dari kunyit atau secang hingga tumbuhan lainnya.

Dengan demikian, kain yang berwarna dasar putih berubah jadi kuning jika menggunakan ZWA kunyit dan berubah jadi merah jika menggunakan ZWA secang.

Proses ini memakan waktu dua jam.

Proses selanjutnya adalah penataan daun pada kain yang telah di-ZWA.

Daun inilah yang nantinya menjadi motif bagi ija oen kayee.

Bupati Aceh Selatan, Tgk Amran didampingi Istri, yang juga Ketua Dekranasda Aceh Selatan, Kailida, SPdI, memperlihatkan kain Motif Situnjoeng warisan para leluhur Aceh Selatan.
Bupati Aceh Selatan, Tgk Amran didampingi Istri, yang juga Ketua Dekranasda Aceh Selatan, Kailida, SPdI, memperlihatkan kain Motif Situnjoeng warisan para leluhur Aceh Selatan. (Dokumen Humas Setdakab Aceh Selatan)

Biasanya, daun yang digunakan adalah daun jati, lanang, dan beberapa tumbuhan yang tumbuh di seputaran Lhokseumawe dan Aceh Utara.

Kain yang telah dimotifkan menggunakan daun akhirnya digulung dan dikukus dua jam.

Setelah dikukus, kain dibuka.

Setelah dingin, lalu diangin-anginkan hingga kering.

Kain tersebut dibiarkan kering selama lima hari, baru dibilas dengan air bersih, lalu dijemur hingga kering.

Proses terakhir adalah fiksasi.

Tujuannya, untuk menguatkan/mengunci warna pada kain.

Larutan yang digunakan biasanya tawas, kapur, atau tunjung.

Pewarna dari rempah

Dalam proses produksi, pewarna yang digunakan dalam proses pembuatan ija oen kayee ini dalah dominan dari tumbuhan rempah, terutama kunyit.

Bu Uswah menceritakan bahwa yang menjadi keunggulan dan keunikan ija oen kayee produksi Komunitas EcoprintMu ini adalah pewarnanya menggunakan kunyit.

Menariknya, kunyit yang diperoleh pun dibeli langsung dari petani kunyit yang ada di pedalaman Aceh Utara.

Para petani kunyit merasa sangat bersyukur karena ada selalu yang membeli kunyit mereka berkat adanya produksi ija oen kayee ini.

Bahkan beberapa waktu lalu, sebuah komunitas di Lhokseumawe ikut mendokumentasikan proses produksi Ija Oen Kayee hingga turun langsung mendampingi perajin untuk membeli kunyit dari petani.

Pesona Ija Oen Kayee

Di akhir pertemuan, Bu Uswah memaparkan pesona ija oen kayee yang kini makin diminati masyarakat.

Bagi sebagian konsumen, ija oen kayee ini memang unik dan eksotis.

“Itu karena, di market mitra kita, para konsumen selalu disuguhi cara pembuatan ija oen kayee yang handmade dan natural, baik itu secara tutorial media foto maupun melalui video,” terang Bu Uswah.

Selain itu, kain dasar yang digunakan seperti jenis kain Armani dan sutra memang membuat ija oen kayee begitu lembut.

Yang paling membuat pesonanya begitu memikat adalah letak motif daun dengan pola acak dengan beberapa daun pilihan yang bertanin kuat.

Di sanalah keunikan dan pesona ija oen kayee.

Semoga, ija oen kayee bisa menjadi salah satu pilihan tekstil terbaik bagi masyarakat Aceh dan menjadi oleh-oleh favorit bagi pendatang.

Baca juga: Dekranasda Aceh Singkil Sukses Kembangkan Motif Daerah Hingga Memikat Pasar

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved