Berita Lhokseumawe
MaTA: Polda Aceh Jangan Lindungi Aktor Utama Korupsi Beasiswa Mahasiswa
“Padahal modus pemotongan dalam kasus kejahatan luar biasa dengan sangat mudah untuk mengusutnya,” ungkap Alfian, Koordinator Masyarakat Transparasi
Penulis: Zaki Mubarak | Editor: Muhammad Hadi
Laporan Zaki Mubarak | Lhokseumawe
SERAMBINEWS.COM,LHOKSEUMAWE - Polda Aceh telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi beasiswa pemerintah Aceh.
Salah satunya mantan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Aceh berinisial SYR.
Kabid Humas Polda Aceh Kombes Winardy mengatakan tujuh orang yang ditetapkan tersangka adalah SYR selaku pengguna anggaran (PA), FZ selaku kuasa pengguna anggaran (KPA), RSL selaku KPA, FY sebagai PPTK, SM, serta RDJ dan RK sebagai korlap.
Kasus korupsi beasiswa Aceh secara kontruksi kasus ini tidak akan selesai kalau ada upaya aktor "diselamatkan" seharusnya kemauan yang kuat bagi Polda Aceh untuk mengusut secara utuh aktornya.
Sehingga tidak meninggalkan pesan pada publik, kalau politisi atau orang berpengaruh tidak dapat tersentuh hukum dan ini sangat berimplikasi pada kepercayaan publik.
“Padahal modus pemotongan dalam kasus kejahatan luar biasa dengan sangat mudah untuk mengusutnya,” ungkap Alfian, Koordinator Masyarakat Transparasi Aceh (MaTA), kepada Serambinews.com, Rabu (2/3/2022).
Baca juga: Kasus Beasiswa, MaTA: Seharusnya Oknum DPRA Juga Tersangka Karena Merencanakan dan Memperkaya Diri
Dimana dalam kasus ini pihak MaTA mempertanyakan kepada Polda Aceh, apa urgensinya sehingga kasus korupsi beasiswa tidak diusut secara utuh dan upaya "mengamankan" para 24 aktor.
“Sejak awal sangat kelihatan karena sudah 3 kepemimpinan Polda. Padahal publik sudah sangat sabar menunggu atas kinerja penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut dan ini menjadi tanda tanya publik sejak dulu,” terang Alfian.
Ia menambahkan, perlu Political Will atau dukungan yang kuat untuk Kapolda Aceh dalam menyelesaikan kasus korupsi beasiswa secara utuh.
“Dan kami percaya kasus korupsi tersebut tidak berdiri pada orang orang di level kebijakan administrasi saja akan tetapi sebagai "pemilik modal" aktor patut di tetapkan tersangka sehingga rasa keadilan tidak selalu tercederai dan pelaku juga tidak tersendera oleh kasus tersebut,” pungkasnya.
Seharusnya Oknum DPRA Juga Tersangka
Terkait penetapan tersangka terhadap kasus korupsi beasiswa Aceh tahun 2017 telah di umumkan oleh pihak Polda Aceh.
Dimana terfokus pada oknum pelaku di level kebijakan administrasi dan belum menyentuh pada aktor atau pemilik modal yang terlibat sejak awal dari perencanaan penganggaran, dan mengusul nama-nama penerima beasiswa.
"Ada 23 orang dengan istilah mareka, Koordinator/Perwakilan dari anggota DPRA yang memiliki kewenangan dalam kasus beasiswa kepada mahasiswa," sebut Alfian, Koordinator Masyarakat Transparasi Aceh (MaTA), kepada Serambinews.com, Rabu (2/3/2022).
Baca juga: Tidak Ada Anggota DPRA Jadi Tersangka Kasus Beasiswa, Ini Penjelasan Polda Aceh
Ia menyebutkan, secara lahirnya istilah koordinator atau perwakilan anggota DPRA, berdasarkan perintah atau desain aktor. Karena ditingkatan tersebut pemotongan beasiswa terjadi.
"Selanjutnya kalimat koordinator atau perwakilan tersebut tidak dikenal dalam administrasi negara atau daerah.
Sehingga pihak Polda Aceh penting dan patut mengembangkan penyidikan berlanjut terhadap keberadaan 23 orang tersebut," desak Alfian.
Alfian menambahakan, siapa yang memberikan kewenangan bagi mareka dan atas perintah siapa. Ini semua harus jelas dan terarah dalam memutuskan dan penetapan para tersangka.
"Dalam penetapan tersangka yang telah diumumkan, atas inisial RK, di sangkakan bukan atas sebagai koordinator perwakilan dari Anggota DPRA.
Akan tetapi inisial tersebut sebelumnya juga menerima beasiswa pendidikan dan kembali mendapatkan beasiswa di tahun 2017," jelasnya.
Sehingga ucapnya, karena menerima dua kali beasiswa dan ini bertentangan dengan Pergub 58 Tahun 2017.
Pihak MaTA mempertayakan adalah atas inisial tersebut, siapa anggota DPRA yang telah memerintahkan RK.
"Ini aneh kasus ini sudah sangat janggal, siapa yang memerintahkan dan siapa juga yang ditetapkan jadi tersangka," ucapnya.
Baca juga: Breaking News - Polda Tetapkan 7 Tersangka Kasus Korupsi Beasiswa, Tak Ada Mahasiswa & Anggota DPRA
MaTA mendesak pihak Polda Aceh harus betul-betul adil dalam menyelesaikan kasus beasiswa ini.
"Agar publik tidak bingung dan mempercayakan sepenuhnya kepada penyidik untuk menuntaskan teka-teki kasus tersebut," pungkasnya.
Begini Modus Pemotongan Beasiswa Mahasiswa di Aceh
Kasus dugaan korupsi beasiswa Aceh tahun 2017 belum ada penetapan tersangka aktor utama.
Publikpun meniliai kasus pemotongan beasiswa itu mangkrak.
Dimana penanganan kasusnya berlarut sejak tahun 2019.
Uang beasiswa ini diduga dikorupsi dan menjadi bancakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dari berbagai latar belakang partai politik.
Sehingga kasus itu telah dipantau oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian menegaskan, dugaan korupsi dilakukan para politisi, membuat penegak hukum memperlambat penanganan kasus ini.
"Pasahal sudab jelas, semuat alur dan jalur modus operandi pemotongan beasiswa tersebut.
Namun kenapa belum ada penetapan tersangka satupun. Ini yang harus dipertanyakan kepada pihak Polda Aceh terkait kasus tersebut," kata Alfian MaTA, kepada Serambinews.com, Sabtu (19/2/2022).
"Publik menilai kasus ini mangkrak dan bisa dilihat karena yang terlibat punya akses atau pengaruh politik sehingga aparat penegak hukum agak lambat dalam menangani kasus tersebut," katanya.
Baca juga: Ruang Pinere RSUD Bireuen Penuh, Ruang Rawat Kelas Utama Jadi Ruang Rawat Pasien Covid-19
Indikasi korupsi ini awalnya sudah diperiksa oleh Inspektorat Aceh.
Mereka sudah mewawancarai para penerima beasiswa Aceh dan menganalisis arus keuangan.
Hasilnya, berupa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang pernah dikatakan oleh Kepala Inspektorat Aceh hingga diserahkan ke Polda Aceh.
"Sehingga ada arus saat menerima aliran dana tersebut sudah tidak sesuai dan telah terpotong.
Semisalnya, si A dapat beasiswa sebesar Rp 35.000.000 namun, 28.000.000 sudah di kirim ke rek lainnya. Nah baru si penerima menerima dana sisa bersih sebesar Rp 7.000.000," contoh Alfian.
Alfian menambahkan, modus operandi pemotongan itu sudah cukup jelas.
"Kenapa sudah tiga kali pergantian Kapolda Aceh belum juga tuntas dan ditetapkan aktor pemberi beasiswa tersebut," terangnya.
Ia meminta kasus itu harus segera di tuntaskan, dan meminta Kapolri serta KPK untuk mengawal kasus tersebut.
"Jangan orang lain yang menikmati aliran dana itu, mahasiswa yang menjadi korban. Ini aneh dan lucu sehingga menjadi pertanyaan oleh publik," pungkasnya.
Sebelumnya, Polda Aceh bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, melakukan audit investigasi Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN).
Hasilnya, kata Kepala BPKP Aceh Indra Khaira Jaya, ditemukan kerugian negara senilai Rp10 miliar.
Sedangkan pagu anggaran yang dialokasikan untuk beasiswa ini Rp21,7 miliar.
Ini artinya, ada 46,50 persen yang dikorupsi.
Baca juga: Ini Vonis Hakim Terhadap Dua Dari Tiga Pria Kasus Pembunuhan Sopir Grab Wanita asal Medan
Dalam penanganan kasus ini arus politiknya sangat tinggi.
Sehingga tahun 2019 proses audit investigasi sempat terhenti. Masalah lainnya, ketika proses audit dilanjutkan, tenaga ahli anggota DPRA tidak kooperatif.
Selain itu, ada pihak tertentu yang sengaja menyembunyikan dokumen penting dari BPKP Aceh.
Walaupun berbagai data, saksi sudah diperiksa penyidik, hingga kini belum ada satupun tersangka. Hal ini menggerus kepercayaan publik terhadap penanganan korupsi oleh Polda Aceh.(*)