Minyak Goreng Mahal, Mendag Lutfi Akui Tak Kuasa Kontrol Mafia dan Salahkan Invasi Rusia ke Ukraina
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi panen kritik karena kemelut minyak goreng yang tak kunjung selesai.
Namun demikian, menurut Lutfi, selain mafia, invasi Rusia ke Ukraina turut memengaruhi harga minyak goreng di Indonesia.
Lutfi mengaku salah lantaran hal itu tidak ia prediksi sebelumnya.
"Saya tidak memprediksi dan ini kesalahan saya, saya tidak tahu dan memprediksi bahwa akan terjadi invasi dari Rusia terhadap Ukraina," katanya.
Lutfi menuturkan, dua negara Eropa Timur itu sejatinya penghasil minyak bunga matahari dalam jumlah besar di mana separuh transaksi dunia pada komoditas tersebut berasal dari Rusia dan Ukraina.
Minyak bunga matahari dari Ukraina dan Rusia semestinya sudah bisa dipanen dan dikirim ke berbagai negara pada sekitar bulan Maret dan April.
Namun, perang yang berkecamuk membuat banyak negara beralih ke minyak sawit sebagai substitusi minyak bunga matahari karena memiliki karakteristik yang sama.
"Ini menyebabkan harga CPO (minyak sawit) loncat dari Rp 16.000 menjadi Rp 21.000, dan itu harga bebasnya kemudian kalau diproses tambah lagi Rp 3.000 premiumnya, menyebabkan perbedaannya hampir Rp 9.000, ini yang tidak bisa kita prediksi," kata Lutfi.
Salahkan panic buying
Sebelumnya, Lutfi sempat mengatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan peliknya persoalan rantai pasokan dan kebutuhan minyak goreng adalah karena masyarakat panic buying.
Menurut dia, masyarakat khawatiran sulit mendapatkan minyak goreng sehingga berbondong-bondong membelinya.
"Saya imbau masyarakat tidak perlu panic buying. Beli secukupnya," ujar Lutfi dalam keterangannya, Sabtu (12/3/2022).
Sementara itu, Inspektur Jenderal Kemendag, Didi Noordiatmoko mengatakan, sebenarnya pemerintah sudah secara bertahap menyelesaikan persoalan produksi hingga distribusi minyak goreng.
Namun, panic buying masyarakat menjadi persoalan baru dalam persoalan mahal dan langkanya minyak goreng ini.
Tren masyarakat membeli minyak goreng yang harganya sudah turun dengan jumlah banyak, melebihi kebutuhan.
Padahal hasil riset menyebutkan bahwa kebutuhan minyak goreng per orang hanya 0,8-1 liter per bulan. Artinya, kini banyak rumah tangga menyetok minyak goreng.