Konflik Rusia vs Ukraina
Mengenal Resimen Azov, Kelompok Ekstremis Jadi Benteng Pertahanan Ukraina yang Diperangi Rusia
Berkat keberanian dan ketangguhan dari resimen Azov dalam membantu pasukan pembela Ukraina membuat pasukan ini ditakuti oleh masyarakat dunia.
Selain Azov, Kolomoisky mendanai batalyon sukarelawan lainnya seperti unit Dnipro 1 dan Dnipro 2, Aidar, serta Donbass.
Resimen Azov menerima dana awal dan bantuan dari oligarki lain seperti Serhiy Taruta, gubernur miliarder wilayah Donetsk.
Dugaan ideologi neo-Nazi pada resimen Azov
Pada 2015, Andriy Diachenko, juru bicara resimen Azov saat itu mengatakan bahwa 10 hingga 20 persen rekrutan Azov diduga adalah Nazi.
Unit tersebut telah menyangkal bahwa mereka menganut ideologi Nazi secara keseluruhan, tetapi simbol Nazi seperti swastika dan SS regalia tersebar luas di seragam dan tubuh anggota resimen Azov.
Misalnya, seragam itu membawa simbol Wolfsangel neo-Nazi, yang menyerupai swastika hitam dengan latar belakang kuning.
Namun, resimen Azov mengatakan bahwa itu hanyalah campuran dari huruf "N" dan "I" yang mewakili "gagasan nasional".
Anggota individu telah mengaku sebagai neo-Nazi, dan ultra-nasionalisme sayap kanan garis keras menyebar di antara anggotanya.
Pada Januari 2018, Azov meluncurkan unit patroli jalanan yang disebut National Druzhyna untuk "memulihkan" ketertiban di Ibu Kota, Kiev.
Resimen Azov melakukan Pogrom, yaitu pembantaian terorganisir terhadap komunitas Roma dan menyerang anggota komunitas LGBTQ.
"Ukraina adalah satu-satunya negara di dunia yang memiliki formasi neo-Nazi dalam angkatan bersenjatanya," tulis seorang koresponden untuk majalah yang berbasis di AS, Nation, pada 2019.
Pelanggaran HAM dan kejahatan perang
Sebuah laporan pada 2016 oleh Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB (OCHA) menuduh resimen Azov melanggar hukum humaniter internasional.
Laporan tersebut merinci insiden selama periode dari November 2015-Februari 2016, di mana Azov telah menempatkan senjata dan pasukan mereka di bangunan bekas sipil, dan penduduk yang mengungsi setelah menjarah properti sipil.
Laporan itu juga menuduh batalyon tersebut memperkosa dan menyiksa para tahanan di wilayah Donbass.