Breaking News

Kupi Beungoh

Putin, Ukraina, dan Perang Dunia 3 (XIX) - Stratak Putin, PAHE, dan Cot Kafiraton

Titik perang paling berat hari ini adalah di kota Mariupol, kota pelabuhan paling strategis di Laut Hitam.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Handover
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Ini sama artinya dengan pengulangan model pendudukan Afghanistan versi Uni Soviet pada tahun delapan puluhan, dan versi AS pada tahun 2001 dan seterusnya.

Ini adalah target maksimal Putin yang awalnya diharapkan akan tercapai.

Kemampuan Zeleinsky menarik perhatian internasional, berikut dengan kerja keras AS dan NATO, yang seolah membuat seluruh pemilik TV dan sekian miliar pemilik android sedunia baik pro maupun kontra Rusia “terlibat” dalam perang itu.

Berbeda dengan Perang Dunia 2, atau perang kontemporer di berbagai tempat yang kurang mendapat liputan media, perang Ukraina kali ini menurut taksiran Tom Friedman (The New York Times, April 2022) diikuti oleh paling kurang setengah penduduk dunia, sekitar 4 miliar manusia.

Perusahaan komersial satelit AS, Maxar Technolgy bahkan menyediakan teknologi dan satelit yang memberikan akses kepada siapa saja untuk melihat wilayah Ukraina dan apapun yang ada di atasnya, dari udara dengan pandangan dekat, mulai dari antrean pengungsi, sampai dengan pertempuran secara virtual.

Dalam hal akses berita, video, dan bahkan semi virtual, sebut saja, di situ ada warga Kuala Bubon, Aceh Barat, atau Sibigo Simeulu, Uyem Beriring, Trangon, Gayo Lues, dan Cot Kafiraton di Seunudon Aceh Utara.

Ketika ada TV, ada android yang tersambung ke Google, pasti mereka mengikuti perang Ukraina.

Dan uniknya di Aceh, ketika diketahui bahwa presiden Ukraina itu Yahudi, yang oleh sebagian diasosikan dengan Yahudi Israel di Palestina, maka emosi sebagian publik menjadi terkait dengan perang itu.

Narasi Putin yang memancing hendak membunuh elemen Nazi di Ukraina, ternyata dijawab oleh Zelensky yang menyatakan mustahil, karena Nazi adalah musuh Yahudi.

Sedangkan ia sendiri adalah 100 persen Yahudi.

Pengumuman Zeleinsky itu menjadi cara cerdik dan murah provokasi Putin, dan membuat sebagian ummat Islam yang benci Yahudi menjadi pro Rusia, tetapi hal itu tak cukup untuk membendung arus media global dengan narasi yang sebaliknya.

Hal ini sangat berbeda dengan pengalaman Putin sebelumnya ketika ia mencaplok Crimea, membumihanguskan kawasan Islam Chechniya, mengambil kawasan Georgia, dan terakhir membunuh puluhan ribu warga sipil Suriah dengan berpihak kepada presiden Bashir Assad.

Putin yang selama puluhan tahun dikenal sebagai master propaganda, kali ini sepertinya kewalahan mempertahankan gelar.

Narasi Putin mendadak lemah, ketika hampir seluruh negara-negara Eropa berubah sikap, tidak bisa menerima agresi Rusia ke sebuah negara berdaulat, seperti Ukraina.

Itu artinya, jika Putin hari ini mengambil Ukraina, besok dia akan mencaplok  negara-negara Baltik, lusa Finlandia, Denmark, Swedia, Norwegia, Polandia, Slovakia dan seterusnya.

Ia kini digambarkan sebagai monster yang sangat berbahaya bagi Eropa.

Dan memang, ia terlanjur bicara sebelumnya.

Ia bersikukuh akan mengambil kembali negara-negara eks Uni Soviet yang memisahkan diri dan bergabung dengan NATO.

Putin juga memastikan negara-negara Eropa Timur yang bergabung dengan Uni Soviet dalam Pakta Warsawa, dan kini bergabung dengan NATO akan kembali ke pangkuan “ibu pertiwi”, Rusia.

Mimpi buruk itulah yang kini membuat Eropa bersatu.

Kekuatan narasi Zelensky yang bertahan dalam kepungan dan teriakan barat ditambah dengan model komunikasinya dengan parlemen berbagai negara di dunia via video call membuat dia semakin populer.

Kita tidak tahu, apakah dia mempunyai konsultan komunikasi yang hebat, yang pasti, pelawak tersohor Ukraina itu yang awalnya dianggap enteng, kini menjadi bintang baru panggung internasional.

Belum pernah ada dalam sejarah semenjak Perang Dunia ke 2, selama 77 tahun, perang sebesar ini di benua Eropa.

Dan yang berperang bukan sembarangan, negara adikuasa dunia, Rusia.

Memang pada awal tahun sembilanpuluhan, ketika Clinton menjadi presiden  AS terlibat menyelamatkan ummat Islam Bosnia yang mengalami “genosida” akibat kekejaman rezim Serbia yang didukung Moskow pada masa itu.

Atas alasan genosida itulah kemudian AS terlibat, bukan untuk aneksasi, tetapi untuk melindungi genosida dan pembersihan etnis muslim Bosnia.

Sehebat apapun kemampuan dan kebrutalan Rusia di Suriah, sampai dengan tingkat tertentu, tak akan berani digelar di Ukraina secara serampangan, karena siang malam ada wartawan, media, satelit pemantau, dan itu membuat Rusia tidak gampang melakukan hal-hal luar biasa, terutama yang bertentangan dengan konvensi perang internasional.

Ketika Rusia dihadapkan pada situasi tidak bisa “mengambil cepat” dan menguasai Ukraina, istimewanya ibu kota Kiev, apakah Putin hilang akal? Tentu saja tidak.

Jika benar penguasaan Ukraina sebagai tujuan utamanya, kini ia mungkin ia sedang mempertimbangkan Plan B, yaitu paket hemat. 

Di sini ada revisi target yang berubah, dari total Ukraina, kepada sebagian Ukraina.

Putin akan memiiih plan B, yakni mengambil sebagian wilayah Ukraina yang telah dikuasai, merebut beberapa bagian kecil untuk ketersambungan wilayah timur sampai ke selatan.

Itu artinya akan ada batas baru negara Rusia dengan Ukraina.

Apakah masyarakat internasional akan mengakui? Pasti tidak.

Isu itulah yang akan menjadi debat panjang dalam perundingan perdamaian, jika itu terjadi.

Putin akan memaksa Ukraina untuk memasukkan isu itu dalam revisi konstitusi baru Ukraina tentang batas baru kedua negara.

Hari ini tesis strategi taktik awal Putin yang awalnya ingin menguasai seluruh Ukraina, dengan realitas antitesis yang dihadapi hari ini- ketidakmampuan tentara Rusia merebut Kiev, sanksi ekonomi AS, dan narasi internasional, pupus.

Namun ia tidak kehilangan akal.

Putin dari awal sudah menyiapkan draft sintesis strategi taktik baru yang tidak akan membuat Rusia kehilangan muka.

Kini, sembari Rusia terus menerus memborbardir serangan udara di banyak kota di Ukraina, tentara daratnya sedang direlokasi ke Donbask dan Luhansk.

Kota pelabuhan dan Maritim, Mariupol, di laut laut Hitam kini dalam gempuran besar Rusia, dan jika dikuasai akan menjadi jembatan darat Rusia ke wilayah Crimea.

Penguasaan Donbask dan Luhansk, dan Mariupol, juga akan memberi akses besar tidak hanya ke Crimea, akan tetapi juga ke wilayah timur-selatan sampai ke kota Kherson di bagian selatan Timur Ukraina.

Kalau skenario ini berjalan dan dapat dipertahankan, ada beberapa keuntungan besar yang akan diperoleh Rusia.

Pertama, praktis akses maritim Ukraina akan tertutup, yang berarti Rusia telah mengunci akses ekonomi dan pertahanan Ukraina yang sangat strategis.

Kedua, jika Mariupol jatuh ke tangan Rusia, itu artinya 20 persen kebutuhan energi Ukraina telah berada di tangan Rusia.

Seperti diketahui power plant Zaporizhzhia adalah salah satu sumber utama energi Ukraina yang berada sekitar 230 kilometer di luar kota Kherson.

Ketiga, Rusia dapat membuat dua pilihan, yakni mengulangi kejadian akhir perang Korea tahun 1953 dengan dua Korea, yakni Korea Utara dan Korea Selatan atau menjadikan semua wilayah baru itu menjadi bagian dari Uni Soviet.

Keempat, jika kota Kherson dikuasai oleh Rusia, maka muara sungai besar Ukraina di Laut Hitam, Sungai Dnieper, juga telah dikuasai.

Sungai Dnieper berlebar antara 80-400 meter di sebagian besar wilayah hilir, dan salah satu sungai terbesar dan terpanjang di Eropa yang dapat dilayari kapal sampai 2000 kilometer ke hulu.

Sungai ini menjadi nadi perdagangan luar negeri Ukraina ke negara negara Eropa semenjak abad pertengahan.

Pelabuhan kota Kiev yang melayani transportasi dan wisata berada di tepi sungai ini, dan bahkan di Kiev lebar sungai ini sekitar 1.4 kilometer.- jauh berbeda dengan di muara, kota Kherson.

Di samping itu penguasaan muara sungai Dnieper di kota Kherson oleh Rusia, akan membuat kota industri Ukraina di kawasan hulu, Dnipro terkunci.

Kota yang 30 persen penduduknya berbahasa Rusia ini juga adalah ibu kota dari provinsi Dnipropetrovsk yang pada tahun 2016 menjadi salah satu provinsi penyumbang 16 persen ekspor nasional, dan 10 persen lebih GDP Ukraina.

Dalam konteks strategi taktik, Putin berasumsi- mungkin dari awal, penyerangan Kiev dan beberapa kota besar di Ukraina sebagai salah satu taktik, sekaligus menekan dan memaksa Zelensky dengan sejumlah konsesi- Ukraina tidak begabung dengan NATO, dan pengakuan pencaplokan wilayah oleh Rusia.

Kedua hal itu sudah direspons oleh Zelensky ketika bombardemen dahsyat Rusia di Kiev pada minggu pertama, bahkan dalam kondisi psikologi “memelas”.

Baca juga: Putin, Ukraina, dan Perang Dunia 3 (XIV) - Hikayat ‘Putin Kecil’ dari Chechnya, Ramzan Kadyrov

Baca juga: Putin, Ukraina, dan Perang Dunia 3 (XII) - Ukraina dan Permainan Frenemy Erdogan

Kalah Tapi juga Menang

Kini definisi skenario akhir “menang perang” bagi Putin adalah merebut dan menguasai bagian Timur Ukraina.

Jika Rusia berhasil mengamankan wilayah Timur yang sudah diduduki dan dikuasai, termasuk yang sedang akan dikuasai, maka Rusia paling kurang akan mengambil tidak kurang dari 25 persen wiayah Ukraina.

Di samping itu, ini adalah kawasan strategis dengan nilai ekonomi ekonomi yang tinggi, dan sangat vital untuk pertahanan untuk mengunci akses maritim Ukraina.

Ternyata jika ini terbukti, PAHE, paket hemat Putin berhasil dengan sangat baik.

Paket ini juga lebih hemat, karena akan dicapai tidak dengan mengirim ribuan tank dan pesawat tempur, dan ratusan ribu tentara ke Ukraina.

Ini juga bukti bahwa kalah dalam pertempuran-seperti kasus Kiev, tidak mesti kalah dalam total peperangan.

Sejumlah taktik gagal, namun secara strategi Rusia menang.

Kalau ini terjadi, Putin bisa saja kalah sebagai master propaganda, namun menjadi juara master strategi.

Jika semua itu terlaksana, maka langkah selanjutnya adalah  perundingan, Jika Ukraina bertahan dan tidak mengakui pencaplokan, maka yang terjadi adalah perang panjang antara Ukraina dan Rusia untuk waktu yang tidak bisa ditentukan.

Jika pada babak awal Rusia yang menyerang, Ukraina yang bertahan, maka dalam babak baru itu Ukraina yang menyerang dan Rusia yang akan bertahan.

Perang itu adalah marathon yang akan melelahkan kedua pihak.

Keuntungan Ukraina, jika saja tentara dan rakyatnya mempunyai moral dan semangat yang tinggi seperti rakyat korea selatan melawan komunis Korea Utara pada awal tahun lima puluhan, maka segala sumber daya, uang dan perlengkapan perang akan disediakan terus dan berkelanjutan dari AS dan NATO.

Bila perang ini panjang, dan sanksi ekonomi AS berjalan, Putin bukan tidak mungkin juga akan lelah, bahkan dengan konsekwensi kalah.

Satu hal, jika perdamaian yang diajukan dengan sejumlah persyaratan terpenuhi, bagaimana dengan status kawasan yang dikuasai Rusia?

Sejarah menunjukkan jika kekuatan seimbang negara adi kuasa, maka selalu ada cara.

Ketika kekuatan AS vs Cina dan Rusia seimbang, lahirlah Korea Utara dan Korea Selatan.

Ketika penguasaan kota Berlin imbang antara AS dan sekutu vs Rusia, terciptalah Berlin barat pro AS, dan Berlin Timur pro Rusia.

Ketika Eropa terbelah pasca Perang Dunia 2, Rusia dan AS bersepakat, AS tetap di bagian Eropa Barat Utara, dan Rusia di Eropa Timur.

Sejarah Perang AS Meksiko

Bagaimana jika Rusia menambahkan seluruh wilayah itu menjadi bagian dari Rusia?

Apakah ada contoh sebelumnya yang dipraktekkan AS?

Jawabannya ada. Kejadiannya dimulai dengan perang Mexico-AS pada pertengahan abad ke 19.

Mexico kalah, dan tidak kurang 8 negara bagian AS hari ini dirampas dari Mexico.

Paling kurang 7 negara bagian AS hari ini, plus 1 adalah kawasan negara Mexico yang dirampas.

Ada yang sepenuhya seperti California, Nevada, dan Utah, dan ada pula yang sebagian seperti Colorado, New Mexico, dan Wyoming.

Setelah berperang dengan AS selama 2 tahun 1846-1848, akhirnya Mexico kalah, dan pada perdamaian dan perjanjian Guadalupe Hidalgo pada 2 Februari 1448, wilayah itu diserahkan kepada AS.

Sebagai pihak yang kalah, Mexico harus ikhlas menerima uang “sayam” sebesar 15 juta dolar pada masa itu,- kurang sedikit dari 550 juta dolar hari ini.

Sebelumnya AS telah membeli, sebagian menyebutnya merampas Texas dari Mexico sehingga jumlah total kawasan Mexico menjadi negara bagian AS adalah 8.

Memang pada masa itu baik AS dan Rusia belum menjadi negara adi kuasa.

Inggris masih sangat berkuasa, walaupun sudah mulai lemah dan mulai menghindari permusuhan dengan AS.

De facto AS saat itu sudah mulai masuk fase awal tumbuh sebagai negara adi kuasa.

Baik AS maupun Rusia-kelanjutan dari Uni Soviet, yang kini tetap berstatus negara adi kuasa, mempunyai catatan panjang dalam pergumulan hegemoni.

Mereka selalu berupaya tidak berhadapan langsung di medan laga, dan menjadikan negara kecil sebagai arena pertikaian mereka.

Keduanya sangat sering mendefinisikan kepentingan global menurut kepentingan mereka.

Berunding dan bahkan berdamai ketika kekuatan di lapangan berimbang, dan takut berperang langsung, karena mungkin takut kalah.

Perangai itu belum berobah, bahkan ketika dunia hari ini memasuki abad ke 21.

Dan kini, Ukraina menjadi ajang baru pertikaian itu.

*) PENULIS adalah Sosiolog, Guru Besar Universitas Syiah Kuala.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis

BACA ARTIKEL KUPI BEUNGOH LAINNYA DI SINI

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved