Jurnalisme Warga
Punahnya Adat ‘Pumeukleh’ di Aceh
Dari sekian banyak adat istiadat di Aceh, salah satunya adalah ‘pumeukleh’ yang sudah jadi tradisi masyarakat Aceh tempo dulu

OLEH ABDUL RANI, S.Sos.I, M.A., Kepala Seksi Pembinaan Lembaga Keagamaan Dinas Syariat Islam Aceh, melaporkan dari Banda Aceh
Dari sekian banyak adat istiadat di Aceh, salah satunya adalah ‘pumeukleh’ yang sudah jadi tradisi masyarakat Aceh tempo dulu.
Adat pumeukleh merupakan tanda dari berakhirnya fase adat kelahiran yang dimulai dari syukuran atau kenduri tiga bulan kehamilan yang menandai berakhirnya fase adat perkawinan.
Adat pumeukleh disertai dengan kenduri pindah tempat tinggal baru ketika usia cucu pertama sudah berumur dua tahun dan disertai dengan harta ‘peunulang’ baik berupa tanah dan ataupun rumah.

Dalam konteks keacehan, tradisi pumeukleh lebih tepat disebut adat karena manifestasi dari akhlak sosial juga mencakup tradisi (adat yang telah dipraktikkan berulang dan menjadi kebiasaan/tradisi), bukan hasil konsensus baru.
Adat pumeukleh juga merupakan inti kebudayaan yang selaras dengan syariat Islam.
Di beberapa kabupaten/kota masih ada segelintir keluarga yang mempraktikkan hal tersebut karena paham adat peninggalan warisan orang tuanya dahulu.
Tradisi pumeukleh merupakan mekanisme yang dapat membantu seseorang untuk memperlancar perkembangan pribadi keluarga dan masyarakat.
Pumeukleh adalah langkah awal keluarga menuju kemandirian dan kedewasaan serta kepekaan sosial terhadap keluarga, misalnya dalam membina anak-anak di saat telah menikah, tetapi masih tinggal bersama orang tua sehingga merasakan betapa pentingnya hidup mandiri tidak mengikat dan ketergantungan pada orang tuanya.
Istilah pumeukleh umum digunakan di Aceh semenjak Kerajaan Aceh Darussalam jaya.
Baca juga: 15 Kampung Ikuti Pembekalan Adat Istiadat Gayo di Aceh Tengah, Bahas Tokoh Adat Perempuan
Baca juga: Kunker ke Aceh, Kasad dan Istri Dapat Gelar Adat Sri Lila Meukuta Abdurachman dan Cut Nyak Rahma
Dalam adat pumeukleh, ayah maupun ibu kandung si perempuan bertindak sebagai penanggung jawab acara dan menyampaikan pesan-pesan penting dan doa kebahagiaan kepada anak, menantu, dan cucu-cucunya yang disaksikan oleh keuchik, imeum meunasah, tuha peuet, dan peutua adat.
Dalam adat pumeukleh, ayah beserta ibu jauh-jauh hari telah mempersiapkan peunulang berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak, termasuk perlengkapan seperti cangkir, piring, tempat cuci tangan untuk diserahkan kepada anaknya yang perempuan.
Sekaligus pula disampaikan anaknya yang perempuan dan menantu serta cucunya pada hari itu resmi sudah dipumeukleh seraya meminta doa hadirin supaya mereka menjadi anak yang mandiri, bahagia dunia dan akhirat.
Dalam adat pumeukleh tak semua kabupaten/kota sama, tetapi disesuaikan dengan kearifan lokal masing-masing dan kemampuan ekonomi ayah si perempuan.
Barang pemberian berupa sandang dan pangan pun berbeda-beda, tetapi jika ayah si perempuan kurang mampu maka pemberian peunulang itu pun ala kadarnya saja.