Breaking News

Ramadhan Mubarak

Ramadhan dan Kesadaran akan Pengawasan

Sebelum ini sudah diuraikan bahwa salah satu kelebihan bulan Ramadhan adalah keberadaannya sebagai bulan penyegaran dan pelatihan ulang

Editor: bakri
FOR SERAMBINEWS.COM
Prof Dr Al Yasa’ Abubakar MA, Guru Besar UIN Ar-Raniry 

Oleh: Prof Dr Al Yasa’ Abubakar MA, Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Sebelum ini sudah diuraikan bahwa salah satu kelebihan bulan Ramadhan adalah keberadaannya sebagai bulan penyegaran dan pelatihan ulang untuk shalat malam.

Menurut penulis, shalat Tarawih selama sebulan penuh dapat dianggap sebagai penyegaran dan pelatihan ulang agar selama sebelas bulan berikutnya dapat melaksanakan shalat malam di kediaman masing-masing.

Pada kesempatan ini penulis akan menyebutkan kelebihan Ramadhan sebagai bulan penyegaran dan pelatihan ulang untuk merasakan adanya pengawasan Allah atas semua gerak gerik dan perilaku, sehingga tidak terjerumus melakukan perbuatan salah yang tak diizinkan Allah apalagi menyebabkan ada orang lain yang dirugikan dan menderita.

Dalam hadis disebutkan bahwa orang yang berpuasa diharapkan sanggup menahan diri sehingga tidak mengobrol sia-sia, mengeluarkan ucapan kotor atau jorok (porno), apalagi sampai berdusta atau menipu.

Salah satu hadis yang dirawikan oleh Muslim, an-Nasa`i, dan Ahmad, bermakan lebih kurang, Rasulullah bersabda, Puasa merupakan perisai (benteng).

Karena itu orang yang sedang berpuasa janganlah berkata keji atau memaki.

Seandainya ada yang mengajaknya berkelahi atau mencaci, hendaklah dia jawab, “saya sedang puasa” (kalau perlu sampai dua kali).

Demi Zat yang diri Muhammad ada dalam kekuasaannya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum dari bau kesturi di sisi Allah di hari kiamat nanti.

Baca juga: Shalat Tarawih dan Shalat Malam (3)

Baca juga: Shalat Tarawih dan Shalat Malam (4)

Orang yang berpuasa akan memperoleh dua kegembiraan.

Ketika berbuka dia gembira karena telah berbuka, dan ketika bertemu Tuhannya di hari kiamat dia gembira karena telah berpuasa.

Dalam riwayat al-Bukhari, Abu Daud, Ibnu Majah,dan al-Baihaqi, ujung hadis tersebut menggunakan redaksi yang berbeda, Demi Zat yang diri Muhammad ada dalam kekuasaannya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum dari bau kesturi di sisi Allah.

Ditinggalkannya makan, minum dan nafsu syahwatnya karena Aku, Puasa itu untuk Ku.

Aku akan memberinya ganjaran.

Setiap kebajikan akan diberi ganjaran sepuluh kali lipat.

Hadis lain penuturan Abu Hurairah yang dirawikan oleh al-Bukhari, Rasulullah bersabda, orang yang tidak sanggup meninggalkan pekataan dusta dan malah mengerjakannya, maka Allah tidak merasa perlu untuk menghargai (kepada) rasa haus dan lapar yang dia tahan karena puasa.

Dalam hadis lain masih penuturan Abu Hurairah yang dirawikan oleh Ibnu Majah dan al-Hakim, Rasulullah bersabda, Puasa bukanlah sekedar menahan diri dari makan dan minum.

Akan tetapi, puasa hendaklah menahan diri dari perkataan lagwu (sia-sia) dan rafats (kotor, jorok).

Apabila ada orang yang mengejekmu atau mengusilimu, katakan padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa.

” Menurut penulis, paling kurang ada dua hal dalam hadis di atas yang layak untuk diperhatikan.

Pertama, puasa bukan sekedar menahan diri dari makan, minum dan hubungan suami istri tanpa memberi pengaruh kepada perilaku.

Puasa diharapkan lebih dari itu, dapat menjadikan pelakunya tidak melakukan perbuatan sia-sia dan perbuatan buruk, lebih-lebih lagi yang dapat merendahkan martabat dan dapat merugikan orang lain.

Hadis menyatakan bahwa kalau ada yang mengajaknya berbuat buruk, maka dia mesti dapat menahan diri, misalnya dengan menjawab bahwa dia sedang berpuasa.

Kedua, puasa mempunyai kedudukan khusus di sisi Allah SWT.

Dia menyatakan puasa itu untuk Dia dan Dia akan memberi pahala (khusus) kepada orang yang secara sungguh-sungguh menunaikannya karena Dia.

Sebetulnya semua ibadah mesti ditunaikan dan dipersembahkan kepada Allah, tidak boleh kepada sesuatu yang lain.

Kalau niat beribadah tidak ikhlas karena Allah, maka ibadah tersebut bisa jadi tidak akan diterima Allah walaupun secara formal sudah memenuhi syarat dan terlihat sudah sah.

Puasa dianggap berbeda dengan ibadah lain, karena pahala ibadah lain tidak terpengaruh dengan perbuatan buruk, sedangkan pahala puasa akan hilang apabila pelakunya melakukan perbuatn buruk.

Kesadaran bahwa dia tak boleh melakukan perbuatan buruk, lebih-lebih lagi karena dia sedang berpuasa, menurut penulis tak akan datang secara tiba-tiba.

Puasa hanyalah penyegaran dan pelatihan ulang bahwa seseorang mesti dapat menahan diri dari melakukan perbuatan buruk, apalagi yang merugikan orang lain.

Kesadaran ini mesti ditanam, dilatih dan dibiasakan, mungkin sejak seseorang masih kanak-kanak oleh semua orang tua, para guru dan juga anggota masyarakat di lingkungannya, sehingga menjadi keyakinan, salah satu nilai yang sangat berharga dan sikap mental.

Sekali lagi, puasa hanyalah penyegaran ulang untuk menumbuhkan kesadaran bahwa Allah mengawasinya dan mengetahui semua perbuatan buruk dan baik yang dia lakukan, baik ketika sedang puasa atau ketika sedang tidak puasa.

Kesadaran tentang adanya pengawasan, menurut penulis merupakan langkah penting untuk menumbuhkan keyakinan bahwa semua perbuatan mesti dipertanggungjawabkan, baik urusan dunia ataupun akhirat.

Baca juga: Shalat Tarawih dan Shalat Malam (5)

Baca juga: Datangnya Lailatul Qadar di Antara Malam Ganjil Puasa Ramadhan, Ini Amalan Mendapatkannya

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved