Ramadhan Mubarak
Pendidikan dan Pembiasaan dalam Islam
Saya rasa semua kita tahu bahwa shalat lima kali sehari semalam baru wajib dikerjakan anak, apabila dia telah mencapai usia balig
Oleh: Prof Dr Al Yasa’ Abubakar MA, Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Saya rasa semua kita tahu bahwa shalat lima kali sehari semalam baru wajib dikerjakan anak, apabila dia telah mencapai usia balig (mimpi basah untuk laki-laki atau kedatangan haidh untuk perempuan) dan berakal (rusyd, dapat memahami perintah dan dapat bertanggung jawab).
Namun begitu, Rasulullah memerintahkan kita untuk menyuruh anak mengerjakan shalat sejak umur tujuh tahun.
Dalam sebuah hadis penuturan `Amru bin Syu`aib, dirawikan oleh Abu Daud, Ahmad, dan al-Hakim, Rasulullah bersabda, Suruh anakmu mengerjakan shalat pada umur tujuh tahun dan pukul pada umur sepuluh tahun kalau dia tidak mau shalat, dan pisahkan tempat tidur mereka.
Hadis ini sering dijadikan dalil bahwa anak yang berumur sepuluh tahun atau lebih boleh dipukul, apabila tidak mematuhi peraturan atau tidak mau menjalankan perintah orang tua atau guru, sebagai bagian dari proses pendidikan.
Menurut penulis, hadis ini masih mungkin untuk dipahami secara berbeda, sehingga ditemukan perspektif yang lebih luas.
Dalam hadis lain disebetutkan bahwa Nabi sering membawa cucunya ke masjid, membiarkannya bermain-main sampai “mengganggunya” ketika menjadi imam shalat berjamaah (menaiki punggungnya) sehingga tidak dapat bangun dari sujud.
Ketika itu ada jamaah merasa sujud Nabi terlalu panjang, dia bangun dan melihat punggung Nabi sedang “ditunggangi” oleh cucunya.
Baca juga: Shalat Tarawih dan Shalat Malam (2)
Baca juga: Shalat Tarawih dan Shalat Malam (3)
Ada juga hadis lain bahwa Nabi pernah menggendong cucunya yang perempuan (Umamah, anak Zainab), ketika menjadi imam shalat Subuh berjamaah.
Beliau meletakkannya di bahu ketika berdiri lalu melepaskannya (mendudukkannya) ketika akan ruku` dan mengangkatnya kembali ketika bangun untuk rakaat berikutnya.
Hadis ini ditrurukan oleh Abu Qatadah dan dirawikan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Dari bebebara hadis di atas menurut penulis, dapat disimpulkan bahwa mendidik anak (dalam hal ini memperkenalkan shalat sebagai sebuah ibadah kepada anak dan membiasakan mereka untuk mengerjakannya) adalah sebuah proses yang memerlukan waktu panjang.
Dalam hadis, Nabi memperkenalkan shalat kepada anak secepat dapat diperkenalkan, dengan cara mengikutkannya di dalam shalat, bahkan menggendongya.
Setelah diajak dan anak mengetahui dan mengenal shalat selama beberapa tahun, barulah anak disuruh mengerjakan shalat secara formal ketika berumur tujuh tahun.
Suruhan ini menurut penulis bisa dipahami sebagai perintah yang lembut, sekedar mengajak secara persuasif, perlahan-lahan tanpa paksaan sehingga si anak tidak merasa bahwa perintah atau kewajiban shalat sebagai beban yang berat.
Umpamanya pertama diperintah, pada usia tujuh tahun hanya mewajibkan anak mengerjakan satu shalat saja dalam sehari, setelah itu setelah berselang beberapa bulan bahkan satu tahun, baru ditambah dengan mewajibkan dua, tiga, empat sampai lima shalat secara berturut-turut.
Kita mesti selalu ingat bahwa rentang waktu yang diberikan Rasulullah kepada orang tua untuk mengajarkan, membiasakan dan menertibkan anak mengerjakan shalat adalah sejak anak berumur tujuh sampai 15 tahun.
Jadi bukan beberapa bulan apalagi beberapa hari.
Dalam proses ini kalau setelah tiga tahun diajak dan dituntun dengan santun, mereka tetap tidak tertib, atau bahkan melawan, barulan boleh dipukul.
Jadi menurut penulis, hadis ini bisa dipahami bahwa izin untuk memukul yang diberikan kepada orang tua, baru ada setelah mereka memperkenalkan, mengajak, menyuruh, dan membiasakan anak mengerjakan shalat selama paling kurang tiga tahun secara terus menerus.
Setelah proses tiga tahun ini berjalan, dan anak telah mencapai umur sepuluh tahun dan tetap membandel, barulah mereka boleh dipukul.
Boleh dipukul menurut penulis bukan berarti mesti dipukul, karena waktu yang diberikan kepada orang tua untuk membiasakan dan mendisiplinkan anak setelah izin memukul diberikan masih ada sekitar lima tahun lagi (dari umur 10 sampai 15 tahun).
Tuntunan Nabi tentang pengajaran dan pembiasaan (pendidikan) shalat ini menurut penulis dapat digunakan sebagai pedoman atau model untuk pendidikan dan pembiasaan dalam berbagai masalah lain, bahwa pendidikan termasuk pembiasaan yang tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat.
Sebuah kebiasaan mesti ditanamkam secara perlahan-lahan dan terus menerus atau berkelanjutan, melalui berbagai tahapan, selama beberapa waktu, agar betul-betul dihayati dan menjadi kebiasaan.
Mungkin inilah proses yang oleh para sarjana disebut sebagai pendidikan melalui sosialisasi dan internalisasi.
Menurut penulis, pendidikan yang dapat menanamkan pembiasaan dan nilai-nilai, tidak akan berhasil kalau dipaksakan dalam waktu singkat, secara relatif tiba-tiba, model “sim-salabim abrakadabra”.
Apalagi kalau kebiasaan atau nilai yang buruk seperti malas, tidak bertanggung jawab, culas (nyontek di sekolah), manja, ingin menang sendiri sudah terlanjur ditanamkan oleh orang tua dan guru secara tidak mereka sadari kepada anak, maka menurut penulis kebiasaan buruk itu susah untuk diubah dan mungkin akan terbawa-bawa, dan berubah menjadi perilaku korupsi yang sebelumnya telah diuraikan.
Wallahu a`lam bis-shawab
Baca juga: Shalat Tarawih dan Shalat Malam (4)
Baca juga: Shalat Tarawih dan Shalat Malam (5)
