Ramadhan Mubarak

Beda Bank Syariah dan Bank Konvensional

Kehadiran bank syariah di Indonesia sudah membawa nuansa baru dalam perkembangan sistem ekonomi dan keuangan nasional

Editor: bakri
FOR SERAMBINEWS.COM
Prof Dr Syahrizal Abbas MA, Dewan Pengawas Syariah Bank Aceh 

Oleh: Prof Dr Syahrizal Abbas MA, Dewan Pengawas Syariah Bank Aceh

Kehadiran bank syariah di Indonesia sudah membawa nuansa baru dalam perkembangan sistem ekonomi dan keuangan nasional.

Bank syariah sudah menjadi pilihan dalam investasi, transaksi, dan aktivitas bisnis bagi masyarakat di Indonesia.

Bank syariah telah berperan sebagai pilar ketahanan ekonomi dan keuangan nasional dalam rangka mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.

Ketahanan bank syariah menghadapi berbagai krisis ekonomi, sesungguhnya terletak pada penerapan prinsip keadilan, noneksploitasi, nonbunga, kemitraan, transaksi riil, tidak ada gharar, dan penuh nilai kemanusiaan.

Postur dan prinsip bank syariah ini semestinya menjadi pilihan utama dalam investasi dan transaksi bisnis masyarakat, karena menerapkan nilai universal kemanusiaan dalam usahanya (rahmatan lil ’alamin).

Namun, secara filosofis konseptual masih menyisakan pertanyaan di benak masyarakat mengenai beda bank syariah dan bank konvesional.

Tulisan ini memberikan penjelasan singkat mengenai beda bank syariah dan bank konvesional secara konseptual, sehingga masyarakat dapat memahami konsep bank syariah dan pentingnya keberadaan bank syariah di tengah pergumulan bisnis pada era modern.

Bank syariah bukan hanya berada di Indonesia atau di negara muslim saja, tapi sekarang bank syariah juga beroperasi di beberapa negara Eropa seperti Inggris.

Baca juga: KB Bukopin Syariah Kelola DPK Rp 300 M, Setelah Dikonversi dari Konvensional

Baca juga: Merasa Dirugikan Atas Penutupan Bank Konvensional di Aceh, Ketua Ikadin Aceh Uji Qanun LKS ke MA

Secara konseptual, terdapat sejumlah perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional.

Pertama, Bank syariah memiliki nilai dasar dan filosofi rujukan yang bersumber pada ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan al-Sunnah.

Nilai ini cenderung berdimensi teologis, tapi sesungguhnyan ajaran keadilan, kemitraan, dan ajaran bisnis dalam menghasilkan harta mengacu pada ajaran rahmatan lil ‘alamin.

Bank Syariah tidak terbatas akitivitasnya di kalangan masyarakat muslim, tetapi juga di kalangan nonmuslim.

Pada bank konvensional, nilai dasarnya adalah konstruksi pemikiran manusia yang cenderung terbatas dan mengacu pada filosofi kapitalisme dan individualisme dalam pemikiran ekonominya.

Kedua, Bank syariah di Indonesia memiliki landasan hukum spesifik berupa Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, sedangkan bank konvesional memiliki landasan hukum berupa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Ketiga, Bank syariah menerapkan prinsip bagi hasil dalam kegiatan usahanya.

Bank Syariah melakukan kegiatan bisnis bersama nasabah dalam semua sektor baik perdagangan, pertanian, perikanan, peternakan, konstruksi, dan lain-lain.

Hasil dari kegiatan usaha tersebut dibagi berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

Jadi, pembagian hasil usaha antara bank syariah dengan nasabah dilakukan setelah dihitung seluruh hasil usahanya, sedangkan penentuan persentase (nisbah) bagi hasil antara bank syariah dan nasabah dapat ditetapkan pada saat pembentukan akad.

Karena itu, bagi hasil yang diperoleh dari usaha antara bank syariah dengan nasabah berpeluang fluktuatif, karena sangat tergantung dari hasil usaha yang diperolehnya.

Hal ini dirasakan sangat adil, karena bagi hasil didasarkan pada hasil riil yang diperoleh dari usaha.

Nasabah dituntut kejujuran dalam menjalankan kegiatan usahanya.

Bank konvesional menerapkan pinjaman dan prinsip bunga, sehingga cenderung tidak dikaitkan dengan usaha atau kegiatan bisnis dari penggunaan dana pinjaman tersebut.

Bank konvensional menetapkan bunga fix setiap bulan dan kewajiban pengembalian pokok pinjaman sesuai dengan batas waktu yang disepakati dalam perjanjian kredit.

Karena itu, bank konvensional menerima pengembalian pokok dan bunga setiap bulan, dan tidak mengaitkan apakah suatu usaha bisnis rugi atau untung.

Rugi atau untungnya suatu usaha tidak berpengaruh pada kewajiban pelunasan pokok dan bunga yang telah ditetapkan.

Keempat, Bank syariah menggunakan akad dalam transaksi kegiatan usahanya.

Penggunaan kata akad pada bank syariah bukan sekadar ganti nama dari perjanjian kredit, karena dalam akad pada bank syariah tak boleh disepakati dengan nasabah untuk membiayai kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariat Islam.

Pada perjanjian kredit antara bank konvensional dengan nasabah tidak mempersyaratkan kegiatan usaha tersebut bertentangan atau tidak dengan syariat Islam.

Bank konvensional dapat memberikan kredit kepada nasabah, selama kegiatan usaha tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan.

Kelima, Bank syariah tidak membiayai objek kegiatan usaha yang haram, sedangkan bank konvensional tidak menetapkan batasan seperti itu dalam menyalurkan kredit pada usaha nasabah.

Karena itu, bank syariah tak akan membiayai usaha peternakan babi atau mendirikan pabrik alkohol, walaupun kegiatan tersebut menguntungkan, memiliki izin usaha, dan tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

Bank konvensional tidak mensyaratkan ketentuan sebagaimana pada bank syariah.

Keenam, Bank syariah menerapkan beberapa prinsip seperti prinsip bagi hasil dalam kegiatan usaha kongsi modal (musyarakah), prinsip untung (margin) dalam kegiatan jual beli (murabahah, salam, istishna’) dan sewa (ijarah), serta prinsip ujrah (upah/fee) dalam kegiatan layanan jasa perbankan.

Sedangkan bank konvesional tidak memiliki klasifikasi prinsip dan kegiatan usaha seperti bank syariah, tapi semuanya berbentuk pinjaman kredit dan bunga, yang harus dikembalikan oleh nasabah bila sudah jatuh tempo.

Ketujuh, Bank syariah menggunaan istilah pembiayaan dan bukan kredit.

Hal ini bermakna bahwa bank syariah menyediakan dana untuk kegiatan usaha riil, dan tidak boleh penggunaan dana tersebut menyimpang dari isi akad, dan tidak jelas penggunaannya.

Bank konvensional menggunakan istilah kredit/pinjaman dan tidak mempersoalkan penggunaan dana sejalan atau tidak dengan isi perjanjian kredit.

Bagi bank konvensional, yang terpenting adalah nasabah mampu menunaikan kewajiban pokok dan bunga setiap bulan kepada bank.

Kedelapan, Bank syariah memiliki orientasi bisnis dan orientasi sosial-keagamaan sekaligus, sedangkan pada bank konvensional hanyalah orientasi bisnis semata, sehingga hubungan antara nasabah dan bank dalam bentuk relasi kreditur dan debitur, sedangkan pada bank syariah relasi antara nasabah dengan bank dalam bentuk kemitraan.

Kesembilan, Bank syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang berwenang mengawasi dan memastikan penerapan prinsip syariah pada kegiatan operasional dan kegiatan usaha bank syariah.

Bank konvensional tidak memiliki DPS, karena memang bank tersebut tidak menerapkan prinsip syariah dalam operasional maupun kegiatan usahanya.

Demikian beberapa perbedaan bank syariah dan bank konvensional secara konseptual, dan mudah-mudahan bermanfaat.

Amin Wallahu A’lam

Baca juga: Bersyariahkah Bank Syariah

Baca juga: Terwujudnya Kota Banda Aceh Gemilang dalam Bingkai Syariah

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved