Breaking News

Opini

Kembali ke Fitrah .

Pasca Ramadhan setiap mukmin diibaratkan seperti baru lahir dari rahim ibunya masing-masing, dalam keadaan bersih, fitrah tanpa dosa

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Kembali ke Fitrah  .
For Serambinews.com
ABDUL GANI ISA Staf Pengajar Pascasarjana UIN Ar-Raniry/Anggota MPU Aceh

OLEH ABDUL GANI ISA,  Staf Pengajar Pascasarjana UIN Ar-Raniry/Anggota MPU Aceh

* (Refleksi Pasca Idul Fitri)

SATU bulan penuh umat Islam larut dalam suasana nikmat, karena begitu syahdu dengan perasaan khusyuk’ untuk meraih barakah Allah, berupa rahmat, maghfirah , ‘itqun minannar dan lailatul qadar, kini memasuki syawal, dan “idul fitri”.

Syawal dimaknai dengan“irtifa’”yaitu meningkat.

Artinya meningkatnya amal pasca ramadhan, baik kualitas maupun kuantitasnya.

Sementara Idul Fitri, dimaknai kembali kepada fitrah.

Artinya pasca Ramadhan setiap mukmin diibaratkan seperti baru lahir dari rahim ibunya masingmasing, dalam keadaan bersih, fitrah tanpa dosa.

Demikian pula halnya selesai Ramadhan dosadosanya terampuni dengan ibadah puasa yang dilakukan dengan iman dan ihtisaban.

Idul Fitri satu syawal, merupakan hari kemenangan.

Baca juga: Mengerjakan Puasa Syawal, Apa Harus Berurutan Selama 6 Hari? Simak Penjelasan Buya Yahya Berikut

Baca juga: Luar Biasa! Inilah Manfaat Puasa 6 Hari di Bulan Syawal Usai Bulan Ramadhan, Sudah Tahu? 

Menang menundukkan hawa nafsu, menang melawan bisikan setan laknatillah, hari melahirkan kasih sayang kepada sesama --termasuk fakir miskin, anak yatim -- lewat jalur zakat dan sedakah.

Idul fitri juga merupakan “reuni keluarga” dalam suasana gembira dan penuh persaudaraan, lebih dari itu Idul Fitri merupakan hari taaruf dan saling bermaafan satu sama lain, memupuskan semua dosa dan kesalahan, menggeser semua skat yang selama ini mengijab disebabkan hati yang membenci, dendam kesumat, fitnah dan permusuhan.

Gema takbir yang dikumandangkan sejak malam satu syawal setidaknya telah menggugah hati setiap insan akan kebesaran Allah Tuhan-Nya, sekaligus sebagai rasa syukur atas lulusnya melawan berbagai syahwat selama Ramadhan.

Melalui gema takbir juga kita telah memproklamirkan ke tengah umat betapa mutlaknya kekuasaan Allah swt di seantero alam yang fana ini.

Takbir telah menggugah hati insan yang bertakwa, takbir juga telah menimbulkan keberanian moril untuk senantiasa berpihak pada yang benar, berani menempuh resiko dalam perjuangan sekalipun pahit dan getir, sesuai ikrar yang selalu diucapkan dalam shalat inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil ‘alamin (sesungguhya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam).

Untuk itu di bulan syawal ada beberapa amaliah yang dianjurkan syariat untuk mengerjakannya, antara lain: Pertama, Awshilulrahmi, yaitu menyambung silaturrahmi.

Awshilulrahmi, salah satu di antara tiga hal lainnya sebagai “pembuka anak kunci surga” yaitu (a) menyembunyikan musibah, (b) menyembunyikan sedakah, dan (c) sering mengucapkan “La hawla wala quwwata illa billahil ‘aliyil ‘azhim.

Islam memandang silaturrahim sesuatu yang sangat penting, karena silaturahim termasuk akhlak mulia.

Islam mengingatkan pemeluknya untuk tidak memutuskannya, sesuai sabda Rasulullah yang artinya: Tidak akan masuk surga seorang pemutus, yakni pemutus rahim (Muttafaq ‘Alaih).

Allah swt juga menyeru hamba-Nya menyambung silaturrahim, dalam sembilan belas ayat Alquran, antara lain: seperti tercantum dalam surat ar-Ra’d ayat 21.

yang artinya, “dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.

" Hal yang sama ditegaskan dalam hadits: Rasulullah saw, yang artinya: "Barang siapa beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia menyambung silaturrahim” (HR.Bukhari Muslim).

Dalam Hadits riwayat Abu Daud, Rasulullah juga menegaskan yang artinya: Tidak halal bagi seorang muslim untuk memisahkan diri dengan muslim lainnya, melebihi tiga hari”.

Idul fitri sebagai hari raya yang disyariatkan telah melahirkan seperangkat nilai dan tradisi agamis yang terpelihara dengan baik dalam komunitas muslim di seluruh penjuru tanah air ini.

Tradisi saling kunjung, bersalaman antar sesamanya telah begitu melekat dalam jiwanya, seolah-olah kurang afdhal bila kondisi ini ditinggalkan.

Inilah silaturrahim, yang juga dikenal di tanah air kita dengan halal bi halal, di mana setiap yang bertemu terucap kalimat “taqabbalallahu minna wa minkum” minal ‘aidin wal fa idzin, mohon maaf lahir batin, karena semua kita merasa bahagia kembali kepada fitrah (kesucian), meraih kemenangan dan keampunan dari Ilahi Rabbi.

Sekalipun halal bi halal ini tidak secara tegas di syariatkan, tapi telah memberikan arti dan makna yang sangat urgen dalam kehidupan manusia khususnya umat Islam di hari lebaran.

Sebuah atsar menyebutkan; alhalalu bi al-halali fal badi-u bihi a’dham (orang yang meminta di maafkan kesalahannya, seyogianya diampuni kesalahannya itu), maka barang siapa yang lebih dulu memelopori untuk saling maaf memaafkan kesalahan itu, dia sebenarnya orang yang paling hebat (berjiwa besar).

Karena biasanya orang yang bersalah enggan mengakui dan meminta maaf demikian sebaliknya.

Tujuannya tidak lain untuk membulatkan tekad membangun kebersamaan (diri, keluarga, masyarakat, dan bangsa) menuju kondisi hidup yang lebih baik, lebih terhormat dalam pandangan akhlak terpuji.

Lazimnya saling berkunjung di hari lebaran dari rumah ke rumah (silaturahim) diikuti dengan berjabat tangan (musafahah) mengandung makna-- persamaan, persaudaraan dan perdamaian--yang sangat besar hikmah, manfaat dan indahnya silaturahim dalam Islam, karena mengandung nilai-nilai, antara lain;

(a) menjaga stabilitas iman , seperti sabda Raslullah saw; man kana yu’minu billahi wa al-yaumil akhiri fal yashil rahimahu (barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia suka bersilaturahim) (HR.Bukhari Muslim).

(b) mudah rezeki dan panjang umurnya, seperti sabda Rasulullah saw; man ahabba an yubshata lahu fi rizkihi wa an yun sa lahu fi atsarihi fal yashil rahimahu (barang siapa yang ingin rezekinya banyak dan dikenang jasanya, maka hendaklah suka bersilaturahim) (HR.Bukhari Muslim).

(c) selalu mendapat kemenangan dari Allah , Rasulullah bersabda; Inna li qarabatun ashiluhum wa yaqta’uni wa uhshinu ilaihim wayasi uni wa ahluhum alaihim wayajhaluna ‘alayya, faqala in kunta kana qulta fa ka annama tunfikuhumu al-mala wa yazalu ma’aka minallahi dhahirun ‘alaihim dumta ala zalika (seorang berkata ya Rasulullah saya mempunyai keluarga yang aku menyambungnya namun mereka memutuskan diriku, saya berbuat baik kepada mereka namun sebaliknya berbuat jahat kepadaku, saya ramah kepada mereka, mereka membodohkan ku, Rasulullah bersabda, apabila benar apa yang kamu katakan, seakan-akan kamu telah bersedekah kepada mereka dan kamu selalu mendapat kemenangan dari Allah swt) (HR.Abu Daud).

Dalam melakukan silaturrahim, dan halal bi halal, di samping saling memaafkan kesalahan juga saling mendoakan dan menasihati agar kehidupan kita--agama, bangsa dan negara-- di masa mendatang lebih baik lagi dari hari sebelumnya (aman, damai dan tenteram).

Juga perlu diingat, sebaiknya berjabat tangan secara sopan dan tertib sesuai tuntunan Rasulullah, anak kepada orang tuanya, istri dengan suami, murid kepada gurunya, karyawan kepada atasannya tetangga dengan jirannya dan seterusnya.

Kedua, Puasa sunat syawal.

Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Barang siapa puasa Ramadhan kemudian diikuti dengan enam hari di bulan syawal, seolah-olah ia sudah berpuasa setahun”.

Hal ini sejalan dengan firman Allah swt dalam surat al- An’am ayat 160, yang artinya "Barang siapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya.

Sesuai maksud firman Allah tersebut, bila satu hari puasa Ramadhan diberi pahala 10 kebajikan, maka 30 hari menjadi 300 kebajikan, selanjutnya ditambah dengan puasa enam hari di bulan syawal, maka pahala kebajikannya menjadi 360 hari.

Inilah yang dijelaskan Rasulullah saw seperti puasa setahun.

Semoga kefitrahan pasca Ramadhan terus terjaga untuk sebelas bulan berikutnya atau sampai Ramadhan yang akan datang. Insya Allah.

Taqabbalallahu minna wa minkum,ja’alallahu minal aidin wal fa idzin, kullu amin wa antum bikhair, Wallahu A’lamu Bish Shawab!

Baca juga: Bulan Ramadhan Telah Usai, Bolehkah Menggabungkan Puasa Syawal dengan Puasa Senin Kamis?

Baca juga: Puasa Syawal 6 Hari atau Bayar Puasa Qadha Ramadhan, Mana Dulu Dikerjakan?

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved