Internasional
Nasib Buruk Mahasiswa Uighur, Dibebaskan dari Kamp, Dikirim ke Penjara Pemerintah China
Nasib buruk dialami oleh para mahasiswa dan mahasiswi Uighur di Provinsi Xinjiang, China. Seperti nasib buruk keluarga Nursimangul Abdureshid.
SERAMBINEWS.COM, ANKARA - Nasib buruk dialami oleh para mahasiswa dan mahasiswi Uighur di Provinsi Xinjiang, China.
Seperti nasib buruk keluarga Nursimangul Abdureshid.
Dia menunjukkan bagaimana apa yang disebut "mahasiswa" yang dibebaskan dari kamp interniran dengan mudah dikirim kembali ke penjara oleh pemerintah China.
“Itu bohong total, mereka hanya mencoba menutupi kejahatan mereka,” kata Abdureshid, yang tinggal di pengasingan di Turki kepada AP, Senin (16/5/2022).
Pada 2017, seorang kerabat memberi tahu Abdureshid, orang tua dan adik laki-lakinya telah dibawa pergi untuk belajar, sebuah eufemisme yang mengacu pada kamp penahanan jangka pendek.
Hanya tiga tahun kemudian atau tahun 2020, kedutaan China meneleponnya dengan informasi, ketiganya telah ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara selama lebih dari satu dekade.
Baca juga: Cina Akan Izinkan PBB ke Xinjiang Selidiki Pelanggaran HAM Etnis Uighur
Daftar yang bocor menjadi konfirmasi luar pertama tentang apa yang terjadi pada saudara laki-lakinya sejak panggilan itu, katanya.
Kakak laki-lakinya, Memetali Abdureshid (32) telah dijatuhi hukuman 15 tahun 11 bulan penjara atas tuduhan memulai pertengkaran dan memprovokasi masalah.
Bahkan, dituduh sedang bersiap melakukan kegiatan teroris.
Nursimangul Abdureshid melihat delapan nama yang dikenalnya dalam daftar, tapi tidak ada nama orang tuanya.
Dia dan enam orang buangan Uighur lainnya yang berbicara dengan AP percaya, daftar itu tidak lengkap.
Dia beralasan, tidak melihat beberapa orang yang dekat dengan mereka, yang berarti tingkat hukuman penjara sebenarnya bisa lebih tinggi.
Baca juga: Arsenal Protes Invasi Rusia, Unggah Foto Dukung Ukraina, Diingatkan Lagi Soal Kasus Ozil ke Uighur
Sifat rahasia dari tuduhan terhadap Memetali dan lainnya yang dipenjara adalah bendera merah, kata para ahli.
Meskipun China membuat catatan hukum mudah diakses, sebaliknya hampir 90 persen tidak dipublikasikan.(*)