Jurnalisme Warga
Galaunya Hati Menghadapi Wabah PMK dan Cara Mengatasinya
Penyediaan kandang, makanan, vitamin, dan uji kesehatan untuk ternak yang dirawat adalah kewajiban yang perlu dipenuhi jika ingin mendapatkan ternak

OLEH CHAIRUL BARIAH, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Almuslim, Wakil Rektor II Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (Uniki), dan Anggota FAMe Chapter Bireuen, melaporkan dari Bireuen
MEMELIHARA ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau, bukanlah hal yang mudah.
Butuh perhatian khusus.
Penyediaan kandang, makanan, vitamin, dan uji kesehatan untuk ternak yang dirawat adalah kewajiban yang perlu dipenuhi jika ingin mendapatkan ternak yang sehat.
Saat saya baca informasi tentang munculnya wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) di harian ini, hati saya langsung kecut.
Berbagai referensi terus saya cari tentang apa yang perlu dilakukan, langkah apa yang harus dipersiapkan jika wabah itu datang menyerang ternak di kampung kami.
Saya panik dan terus menghubungi teman-teman yang juga memelihara ternak, bahkan saya dan suami berencana menjual seluruh ternak sapi yang kami miliki karena khawatir diserang PMK.
Ternak sapi kami dipercayakan perawatannya pada salah seorang warga Geulanggang Labu, Kecamatan Peusangan Selatan, Kabupaten Bireuen.
Kami sering memanggilnya “Guree”, orangnya penuh tanggung jawab, walaupun tidak dapat melihat secara sempurna, tetapi dapat mengenali hewan peliharaannya dengan mata hati dan mengenali kami dengan suara.
Dia orang yang istimewa.
Baca juga: Nagan Raya Gencarkan Pencegah PMK Hewan Ternak
Baca juga: Pasar Hewan di Aceh Utara Ditutup Karena PMK, Pedagang Tetap Nekat Berjualan, Begini Reaksi Dinas
Memberikan makanan ternak dan menjaga kandang tetap bersih adalah tugas sehari-hari yang dijalani sang Guree.
Dia juga selalu mengingatkan kami untuk meminta jasa mantri hewan mengecek kesehatan sapi secara berkala.
Jika sakitnya parah, maka kami yang menghubungi dokter hewan langganan kami.
Nah, saat wabah PMK mulai masuk ke Aceh–didahului di Aceh Tamiang-- kami pun jadi waswas.
Salah seorang sahabat saya, Drs Taufiq MPd, berprofesi sebagai dosen di Universitas Almuslim dan memiliki usaha peternakan sapi.
Dia katakan bahwa tidak terlalu khawatir dengan adanya PKM, karena itu adalah ujian dari Allah.
”Memelihara ternak kita harus sudah siap dengan berbagai risiko.
Semakin banyak ternak yang kita pelihara maka semakin besar pula reisiko yang kita hadapi.
Yang paling penting ternak jangan sampai mati karena kelalaian kita,” ujarnya.
Mendengar wejangannya, hati saya pun tenang.
Sejauh yang saya amati, wabah PKM sudah mulai menyerang ternak di Matangglumpang Dua.
Menghadapi wabah ini, tak perlu panik.
Ada beberapa hal yang perlu kita lakukan.
Pertama, kandang harus selalu bersih, makanan bergizi, semprot kandang dengan disinfektan uap.
Lelaki yang sangat menyukai bidang peternakan ini menyatakan, memelihara ternak harus dengan cinta.
Ia juga telah belajar tentang tumbuh kembangnya ternak di beberapa tempat walaupun latar belakang pendidikannya tidak ada hubungannya dengan ternak.
Untuk menjaga ternak selalu dalam kondisi sehat, ia juga bekerja sama dengan mantri hewan dan dokter hewan.
Pemisahan antara sapi yang digemukkan dan pembibitan adalah salah satu cara yang ditempuh untuk menghindari terjangkitnya PMK.
Pembibitan yang dilakukan juga dengan sistem suntik benih, tidak ada lagi yang alami.
Untuk mendapatkan informai tentang PMK, saya menghubungi drh Ahmad Syakir MSi, Dosen Fakultas Sains, Pertanian, dan Peternakan Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (Uniki) Bireuen yang juga berprofesi sebagai penyuluh peternakan.
Sebelum PMK masuk ke Aceh, menurutnya, lebih dulu ternak diserang oleh virus kulit (LSD), di antaranya terjadi di Aceh Besar dan Desa Padang Sakti, Kecamatan Muara Satu, Aceh Utara.
Cirinya ada benjolbenjol di sekujur tubuh ternak.
Jika kita konsumsi dagingnya berbau tak sedap, maka sebaiknya daging sapi atau kerbau yang mengalami penyakit ini jangan dikonsumsi.
“Sampai saat ini belum ada ahli yang menyatakan penyakit ini menular dari hewan ke manusia.
Semua sedang dalam pengujian lab,” ujarnya.
Dari hasil mengikuti beberapa pelatihan, drh Ahmad Syakir mengatakan, jika ada ternak yang mengalami PMK maka langkah yang perlu diambil adalah pisahkan sapi/ kerbau dari ternak lain, pantau kesehatannya setiap hari, batasi lalu lintas ternak dari dan ke peternakan, tidak menjual ternak yang sakit, dan tidak memasukkan ternak baru, serta konsultasi dengan petugas kesehatan hewan untuk pengobatan suportif.
PMK atau ‘foot and mouth disease’ (FMD) secara khusus memiliki tanda klinis seperti lepuh/lesi pada gusi, lepuh pada mukosa mulut, keluar air liur berlebihan (hipersalivasi), luka pada kuku, bahkan ada kuku ternak yang lepas, dan lepuh lesi pada lidah.
Ternak yang biasanya diserang oleh penyakit ini memiliki kuku terbelah, seperti sapi, kerbau, unta, kambing, dan babi.
PMK ini adalah virus, maka harus banyak memberikan vitamin kepada ternak.
Sedangkan ciri umumnya adalah kurang nafsu makan, panas demam karena reaksi radang, bengkak, pincang, tidak dapat berdiri, serta kuku terlepas dalam kondisi parah.
Apabila ternak demam, sebaiknya segera berikan obat demam dan berkoordinasi dengan petugas kesehatan hewan terdekat.
Pemberian vaksin untuk ternak yang belum diserang PMK sangat diperlukan, tapi sampai saat ini belum ada untuk PMK, baru untuk LSD saja.
Diperkirakan, pada Agustus nanti baru ada untuk PMK.
Agar berfungsi dengan baik, vaksin PMK harus habis digunakan dalam waktu dua jam.
Biasanya satu vial untuk 20 ekor sapi.
“Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka pada saat pemberian vaksin seluruh ternak harus dikumpulkan dalam satu tempat,” ujar drh Syakir, penyuluh yang bertugas di Krueng Geukueh, Aceh Utara.
Dari laporan seorang warga Jeunieb, di Desa Meunasah Tambu, PMK telah banyak menyerang sapi.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Bireuen terus memantau dan mendata perkembangan ternak di beberapa kecamatan dan yang paling banyak terjangkit PMK di Kecamatan Jeunieb.
Di Indonesia, PMK awalnya ditemukan di Jawa Timur, sedangkan masuk ke Aceh dari Kuala Simpang, Aceh Tamiang, sebagai daerah perbatasan dengan Sumatera Utara.
Lalu lalang ternak yang masuk ke Aceh juga tidak ada pembatasan dan belum ada larangan tegas.
Faktor penyebabnya adalah insektisida seperti nyamuk, lalat, dan dibawa oleh angin juga, maka harus ada antisipasi untuk menyemprot kandang ternak secara berkala.
Saran saya untuk masyarakat, sebaiknya ternak dikandangkan, tidak menyembelih dan tidak menjual ternak sementara waktu.
Harus melaporkan kepada petugas apabila ada ternak yang masuk dari luar.
Dari beberapa informasi yang saya dapat, di Kecamatan Peusangan, Bireuen, belum ada ternak yang terjangkit PMK, hanya sebatas gejala saja.
Siapa saja dapat memelihara ternak, tetapi tetap harus memenuhi standar kesehatan lingkungan dan ternak.
Untuk menjaga kualitas udara yang baik serta memenuhi standar dalam pembuatan kandang sebaiknya jangan terlalu dekat dengan rumah penduduk.
Semoga wabah PMK yang kinin terjadi tidak separah wabah Covid-19 yang perlahan mulai reda.
Menurut drh Syakir, di dalam salah satu jurnal diperkirakan jika wabah PMK terjangkit maka butuh waktu 100 tahun untuk pemulihannya dengan menghabiskan dana 10 triliun rupiah.
Kesulitan ekonomi telah kita rasakan pada saat pandemi Covid-19.
Semoga PMK ini tidak menjadikan peternak ataupun pemilik ternak patah semangat dan tetap eksis di bidangnya, sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan baik.
Semoga kegalauan hati peternak dapat segera teratasi dengan penangan dan kerja sama yang serius dari pihak terkait.
Baca juga: 383 Ternak Sapi Terkena Virus PMK di Aceh Besar, Terbanyak dari Lhoknga
Baca juga: Cegah PMK, Tim Kesehatan Hewan Aceh Singkil Semprot Kandang Ternak