Berita Langsa
Pemuda Aceh Tuntut Kepmendagri Dibatalkan, FPA Tegaskan 4 Pulau di Aceh Singkil Masuk Provinsi Aceh
“Mendagri harus memperhatikan isi Nota kesepahaman Damai yang dituangkan dalam MoU Helsinky,” tukasnya.
Laporan Zubir | Langsa
SERAMBINEWS.COM, LANGSA – Forum Pemuda Aceh (FPA) menuntut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk membatalkan Kepmendagri No 050-145 2022 tentang Kode Wilayah Administratif Wilayah Kepulauan.
Sebab ke-4 pulau yang ada di Provinsi Aceh, yaitu Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang, masuk dalam wilayah Kabupaten Aceh Singkil.
"Sebagaimana diketahui, ke-4 pulau di Aceh Singkil itu hak administratifnya sekarang milik Sumatra Utara," Ketua Forum Pemuda Aceh (FPA), Sayed Alatas, Kamis (26/5/2022).
Menurut Sayed Alatas, Mendagri tidak bisa secara sepihak menentukan kebijakan tentang Aceh sebelum berkosultasi bersama Pemerintahan Aceh dan DPRA sesuai dengan mekanisme dan sistem perundang-undangan yang ada.
“Mendagri harus memperhatikan isi Nota kesepahaman Damai yang dituangkan dalam MoU Helsinky,” tukasnya.
Khususnya pada Point 1.1.2 huruf d. Yaitu "Kebijakan-kebijakan Administratif yang diambil oleh Pemerintah Republik Indonesia berkaitan dengan Aceh akan dilaksanakan dengan Konsultasi dan Persetujuan Kepala Pemerintahan Aceh".
Baca juga: 4 Pulau di Aceh Jadi Milik Sumut, Warga Aceh Singkil Terus Meradang, Dinilai Jatuhkan Marwah Aceh
Selanjutnya pada Point 1.1.4 disebut juga "Perbatasan Aceh merujuk pada Perbatasan 1 Juli 1956".
Mendagri diharapkan tidak mengangkangi aturan dalam menerbitkan keputusannya tanpa kompromi terlebih dahulu dengan Pemerintah Aceh.
FPA meminta Mendagri harus memperhatikan hal dalam menentukan perbatasan Aceh dengan Sumut, di antaranya:
1. Kesepakatan bersama antara Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dengan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh pada 10 September 1998.
2. Kesepakatan bersama antara Pemerintah Daerah tinggkat I Sumatera Utara dengan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh pada 22 April 1992 di Langsa.
3. Keputusan Mendagri Nomor 111 tahun 1992 tentang penegasan batas wilayah antara Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dengan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh pada 24 November 1992 di Jakarta.
Baca juga: Haji Uma Surati Mendagri dan Menkeu Terkait 4 Pulau di Aceh Singkil Masuk Dalam Wilayah Sumut
4. Hasil rapat pembahasan perbatasan antara Pemerintah Provinsi NAD dengan Provinsi Sumatera Utara pada 31 Oktober 2002 di Jakarta.
5. Hasil rapat pembahasan perbatasan antara Pemerintah Provinsi NAD dan Provinsi Sumatera Utara pada 29 November 2002 di Medan.
6. Berita acara kesepakatan bersama Pemerintah Provinsi NAD dan Provinsi Sumatera Utara pada 6 Oktober 2002 di Banda Aceh.
7. Berita Acara kesepakatan bersama Pemerintah Provinsi NAD (Kabupaten Aceh Tamiang dan Kabupaten Aceh Singkil) dan Provinsi Sumatera Utara (Kabupaten Pakpak Barat, Langkat, dan Tapanuli Tengah) pada 18 Oktober 2004 di Medan.
8. Berita acara kesepakatan bersama Pemerintah KabupatenTapanuli Tengah dan Kabupaten Aceh Singkil pada 24 November 2006 di Kantor Bupati Tapanuli Tengah.
9. Berita acara keputusan rapat fasilitasi dan koordinasi dalam rangka penegasan batas daerah Provinsi Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara pada 19 Agustus 2009 di Jakarta.
Baca juga: Kapuspen Kemendagri Jelaskan Perjalanan Pembahasan 4 Pulau antara Aceh-Sumut
10.Surat Mendagri No 123.3/112/ SJ tanggal 15 Januari 2010 perihal batas daerah Provinsi Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara.
"Jadi kami rasa cukuplah jelas dan banyak referensi yang bisa dipelajari sebelum Mendagri menerbitkan keputusannya terkait batas daerah Provinsi Aceh dengan Provinsi Sumatra Utara," tegasnya.
Apa lagi, tambah Sayed Alatas, jika dilihat dari bukti-bukti fisik yang menyatakan bahwa ke-4 pulau tersebut selama ini diperhatikan dan diurus oleh Pemerintah Aceh.
Pihaknya berharap Mendagri supaya kembali berkonsultasi dengan Pemerintah Aceh dan mencabut Keputusan Nomor 050/150/2022 tentang Kode Administratif Wilayah Kepulauan.
Sehingga sengketa batas antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara dapat diselesaikan dengan arif dan bijaksana serta mengkesampingkan kepentingan politik.(*)