Kupi Beungoh
Potensi Wisata Melimpah, Aceh Butuh Sentuhan Pengusaha Visioner
Merujuk trend posistif perkembangan kepariwisataan di Aceh, sebenarnya prospek pemajuan pariwisata di daerah-daerah lainnya
Oleh : Bulman Satar dan Hasan Basri M. Nur*)
SERAMBINEWS.COM - Ada trend kepariwisataan yang cukup menarik dan positif dalam beberapa tahun terakhir di dataran tinggi Gayo, khususnya kota Takengon, Aceh Tengah dan sekitarnya.
Meski sempat lesu selama wabah virus corona, namun kini seiring dengan mulai turunnya status pandemi covid-19, pariwisata di kawasan ini kembali tampak mengegeliat dan bergairah.
Trend paling menjanjikan dari Aceh Tengah ini adalah kontribusi dan antusiasme pelaku usaha pariwisata berinvestasi, mulai dari perhotelan sampai pengembangan objek dan destinasi wisasta, serta usaha travel dan penyedia jasa pariwisata lainnya.
Mereka berinvestasi di aspek amenitas dan atraksi pariwisata dan kini hasilnya berkembang cukup signifikan di daerah ini mulai dari hotel, restoran/rumah makan, cafe, pusat suvenir, rumah makan, biro perjalanan wisata, penyelenggaraan outbond, arung jeram, camping, wisata kopi dan lain sebagainya.
Khusus di sekeliling Danau Lut Tawar kita bisa melihat spot, objek, dan penginapan wisata baru tumbuh pesat menawarkan daya tarik bagi wisatawan menikmati keindahan panorama alam kota nan sejuk ini.
Baca juga: Kabar Terbaru BSU Bagi Karyawan Gaji di Bawah Rp 3,5 Juta, Cek Status Penerima di Sini
Baca juga: Dukung Wisata Aceh Selatan, Dandim 0107/Asel Silaturahmi dengan Komunitas Wisata Tuan Tapa
Peran Swasta Nyata
Perkembangan positif ini berbanding lurus dengan tingkat kunjungan dan hunian wisatawan ke kota ini. Beberapa owner mengaku penginapan mereka selalu penuh, terutama di musim-musim liburan dan akhir pekan.
Para wisatawan mesti booking jauh-jauh hari jika tak mau kecewa dan harus menginap di dalam mobil atau SPBU akibat semua penginapan full-booked.
Bergeser ke pesisir Barsela, geliat wisata juga terlihat menonjol di Kota Naga Tapaktuan. Pemkab setempat tampak memberi perhatian lebih pada sektor pariwisata.
Menjadi juara Anugerah Pesona Indonesia (API) dua tahun berturut-turut adalah buah dari komitmen mereka mempromosikan sektor kepariwisataan di daerahnya.
Pemkab Aceh Selatan juga sudah mulai menggarap dan mempromosikan wisata Pulau Dua, Bukit Sigantang Sira, dan menyulap pantai Lhok Rukam yang dulunya hanya area parkir boat nelayan menjadi destinasi wisata favorit baru.
Meski masih ada kelemahan di sana sini, langkah-langkah inovatif ini perlu diapresiasi sebagai embrio kemajuan pariwisata daerah di Aceh, tentu dengan komitmen pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana serta kualitas layanan wisata ke depannya.
Baca juga: Anggota DPRA Bardan Sahidi Reses di Objek Wisata Pematang Kampung Daling Bebesen Aceh Tengah
Trend Global & Peluang Aceh
Merujuk trend posistif perkembangan kepariwisataan di Aceh, sebenarnya prospek pemajuan pariwisata di daerah-daerah lainnya di Aceh yang sumber dayanya juga tidak kalah potensial.
Untuk menyebut beberapa contoh lain adalah kawasan Lembah Seulawah di Aceh Besar yang hijau dan beriklim sejuk sangat cocok dan memiliki kompenen yang cukup lengkap untuk dikembangkan sebagai destinasi agrowisata dan wisata alam. Demikian juga potensi di Pulau Aceh.
Sementara di Pidie yang memiliki sejumlah objek wisata menarik juga belum tampak ada sentuhan pemerintah setempat.
Kawasan Tangse yang dikenal memiliki alam pegunungan dan hamparan sungai berbatu nan jernih, kebun durian, kebun kopi, ikan keureulieng hingga beras alami tangse, tampak belum dianggap sebagai sesuatu yang berpontensi menghasilkan devisa dan kesejahteraan rakyat.
Demikian juga Leukok Keuwieng di pedalaman Kecamatan Padang Tiji dan Guha Tujoh di Kecamatan Muara Tiga, terkesan dibiarkan terbengkalai, tanpa sentuhan apapun.
Khusus Guha Tujoh Laweung sekilas ia tampak lebih indah dan penuh misteri dibanding Batu Cave di Malaysia yang kerap dikunjungi orang-orang India dan Indonesia.
Di tengah potensi wisata yang melimpah itu, Pidie tetap saja berada dalam list kabupaten dengan angka kemiskinan tertinggi di Aceh bersama Singkil dan Gayo Lues.
Baca juga: Dua Destinasi Wisata Aceh Tengah Masuk Nominasi API Award 2022
Orang Pidie banyak yang sukses ketika mereka keluar dari kampungnya atau merantau. Kiranya Bupati Pidie, Roni Ahmad SE MM, perlu mengundang pulang perantau asal Pidie untuk membahas dan membangun potensi wisata yang belum tersentuh.
Maka itu sebagaimana ke trend di dataran tinggi Gayo dan Aceh Selatan, inisiatif positif di sektor kepariwisataan di kedua daerah ini perlu ditingkatkan levelnya pada skup Aceh sehingga dapat menstimulasi berkembangnya destinasi-destinasi wisata baru dan menarik di daerah-daerah lainnya di Aceh sekaligus menyambung dan selaras dengan trend di tingkat nasional.
Kita tahu bahwa pada tingkat nasional Pemerintah Pusat punya mimpi besar menggenjot pariwisata Indonesia dengan proyeksi 10 “Bali baru”; Danau Toba - Sumatera Utara, Tanju Kelayang – Bangka Belitung, Kepulauan Seribu – Jakarta, Tanjung Lesung – Banten, Borobuur – Jawa Tengah, Bromo Tengger-Semeru - Jawa Timur, Mandalika – Nusa Tenggara Barat, Labuan Bajo – Nusa Tenggara Timur, Wakatobi – Sulawesi Tanggara, dan Morotai – Maluku.
Dari 10 destinasi ini, 4 diantaranya, yaitu Mandalika, Tanjung Lesung, Tanjung Kelayang, dan Morotai malah telah dikembangkan dalam skema KEK, Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata.
Sementara di tingkat global dimana-mana pariwisata telah menjadi sektor unggulan pengungkit ekonomi banyak negara di dunia. Banyak negara kini berlomba-lomba meningkatkan PDB-nya melalui sektor pariwisata.
Sekadar gambaran, merujuk pada International Tourism Trends 2018, World Tourisme Organization, Total International Tourist Arivals, tercatat sebesar 1,325 juta US $, dengan Total International Tourist Receipts sebesar 1,340 milyar US $. Angka yang cukup besar dan tentunya berdampak signifikan terhadap perekonomian global.
Aceh - Malaysia - Thailand
Jadi, jika di tingkat nasional dan global pariwisata telah menjadi sektor unggulan dan seksi, maka tentu dengan segala modalitasnya tak ada alasan Aceh untuk tak serius menggarap sektor ini dalam rangka mendongkrak perekomiannya. Konon lagi Aceh memiliki modal sekaligus keunggulan.
Pertama, memiliki diversifikasi destinasi wisata yang cukup lengkap dan tak kalah menarik, indah, dan mengundang dibanding daerah-daerah lain di Indonesia.
Aceh memiliki banyak ragam wisata tematik mulai dari bahari, agrowisata, ekowisata, wisata sejarah, agama, budaya, kuliner, tsunami, riset, plus wisata minat khusus.
Kedua, dari sisi pasar, Aceh paling dekat dengan tiga pintu gerbang masuknya wisatawan mancanegara ke Indonesia, yaitu Thailand (Bangkok, Pattaya, dan Phuket), Malaysia (Langkawi, Penang, Kuala Lumpur) dan Singapura.
Ketiga, meski masih perlu peningkatan, namun secara umum Aceh adalah daerah dengan indeks pembangunan infrastruktur kelompok terbaik di Indonesia. Ini tentu saja sangat menunjang bagi kemajuan kepariwisataan di daerah ini.
Dengan tiga keunggulan kompetitif ini sebenarnya Aceh memiliki daya tawar yang kuat untuk diintervensi sebagai destinasi wisata strategis dan prioritas nasional, baik dalam skema KEK pariwisata maupun proyeksi Bali baru.
Sangat besar peluang kita untuk mendistribusikan perkembangan dan pemajuan pariwisata di destinasi-destinasi potensial lainnya di Aceh, baik di pesisir Barsela, Pulau Banyak, dataran tinggi Gayo, dan Pantai Utara Timur, agar sejajar dengan Sabang sebagai destinasi wisata bertarat internasional, untuk kemudian bersama-sama mengangkat derajat Aceh sebagai destinasi wisata berkelas dunia, seperti yang telah dicapai Bali dan Lombok.
Maka untuk itu, diperlukan diplomasi program yang lebih serius, intens, dan kontinyu agar pariwisata Aceh “terdeteksi radar” kebijakan pusat dan dimasukkan dalam peta pengembangan pariwisata strategis dan prioritas nasional.
Agar Aceh Tak Lagi Miskin
Pemajuan sektor pariwisata di Aceh juga menjadi sangat relevan karena ia adalah strategi paling mudah, murah, dan cepat menjawab isu sensitif yang selama ini menjadi problem klasik di Aceh; kemiskinan.
Alasannya, pertama, investasi pariwisata adalah investasi yang terbuka dan inklusif mulai dari skup besar, menengah, hingga kecil, skala industri hingga UMKM, bahkan individu. Semua bisa terlibat dan berkontribusi.
Kedua, kemajuan pariwisata memberi multiplier effects yang luas baik bagi usaha perhotelan, travel, kuliner, souvenir, jasa guide, angkutan umum, dan lain sebagainya.
Ketiga, resiko investasi pariwisata relatif kecil, sehingga kemajuannya berpeluang memberi dampak permanen dan berkelanjutan.
Dengan ketiga karakter ini, maka sektor pariwisata adalah sektor produktif yang efektif menjadi stimulan bagi pertumbuhan sektor riil lainnya hingga pada gilirannya akan berdampak positif terhadap pengurangan kemiskinan sekaligus income generating rakyat Aceh.
Strategi
Modal dan peluang, geostrategis sebagai destinasi terdekat dengan pasar, serta trend positif investasi di tingkat lokal. Ini semua adalah prakondisi, faktor-faktor pemungkin bagi lompatan kemajuan kepariwisataan Aceh di masa-masa yang akan datang.
Untuk memperkuat dan mempercepat target capaian kemajuan pariwisata Aceh tersebut, maka setidaknya ada empat strategi yang perlu dilakukan.
Pertama, mendorong peran yang lebih besar dari pihak swasta dalam memajukan kepariwisataan di Aceh. Alih-alih heavy on government, sudah saatnya kita mempromosikan pendekatan heavy of privat.
Jadi swastanya yang berdiri di depan untuk berperan lebih besar seperti pada contoh kasus di Aceh Tengah. Pemerintah hanya memfasilitasi dari sisi regulasi dan pembangunan serta peningkatan infrastruktur dasar; jalan, pelabuhan, bandara, plus penyediaan moda transportasi publik.
Kedua, mengkoneksikan destinasi-destinasi wisata unggulan di Aceh, Sabang - Banda Aceh dan sekitarnya, Poros Tengah, Pantai Utara-Timur, dan Pesisir Barsela melalui jalur udara, laut, dan darat, dan seiring perkembangannya dapat ditunjang dengan memperbanyak moda transportasi kapal cepat untuk jalur laut dan pesawat amphibi (bisa landing di air) khususnya untuk Pulau Banyak, untuk jalur udara
Ketiga, mendirikan “Aceh Corner” di bandara-bandara di tiga negara tetangga yang menjadi gerbang masuknya wisatawan mancanegara ke Indonesia; Thailand, Malaysia, dan Singapura, sebagai pusat informasi dan promosi pariwisata Aceh.
Saudagar Aceh di Malaysia, Jafar Insya Reubee, pernah menyatakan kesediaannya untuk mengelola Aceh Corner di Airport KLIA secara percuma. Artinya Pemerintah Aceh cukup menyediakan satu pojok di KLIA dan Jafar akan mengelola dengan tanpa honor (Saudagar Aceh di Malaysia, Minta Pemprov Buka Outlet Promosi di KLIA, Serambi 24/8/2019).

Keempat, membuka direct flight, penerbangan langsung dari dan ke ketiga negara tersebut dalam rangka memperkuat aspek aksesibilitas dengan posisi bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) sebagai pintu masuk utama.
Sementara Kualanamu tetap kita terima sebagai bonus, untuk memastikan rakyat Aceh adalah penerima manfaat terbesar dari kemajuan pariwisata di daerahnya.
Sehubungan saat ini Aceh sedang dalam pemilihan Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN), maka sejatinya calon ketua ke depan memiliki jaringan nasional dan internasional dalam membuka akses menghidupkan perdagangan dan industri pariwisata Aceh ke depan.
KADIN Aceh ke depan diharapkan tidak lagi terdiri dari figur-figur yang mengandalkan bisnisnya pada proyek-proyek pelelangan atau “agen proyek” APBA. Adakah figur dengan kriteria dimaksud dari para calon Ketua KADIN Aceh yang sudah mendaftar?
Lalu, maukah peserta musyawarah KADIN memilih sosok dengan kualifikasi tersebut di atas sebagai Ketua KADIN Aceh yang baru agar perdagangan dan industri pariwisata dan UMKM di Aceh berkembang hingga level nasional dan internasional? Semoga!
Banda Aceh, 28 Mei 2022
PENULIS Bulman Satar dan Hasan Basri M. Nur, Pemerhati Pembangunan, tinggal di Banda Aceh, email: bulman.satar03@gmail.com, hasanbasrimnur@gmail.com.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca juga: Fakta-fakta Sungai Aare Lokasi Hilangnya Eril, Arusnya Kuat Tapi Favorit Wisatawan
Baca juga: Tiongkok Segera Gelar Latihan Militer di Laut Cina Selatan, Tutup Area 100 Km Persegi