Breaking News

Jurnalisme Warga

Layanan AMPL pada Keadaan Darurat Bencana di Aceh

Pada 19-20 Mei 2022 lalu saya ikut Pelatihan Layanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) pada Keadaan Darurat Bencana di Aceh

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Layanan AMPL pada Keadaan Darurat Bencana di Aceh
FOR SERAMBINEWS.COM
ZAKIYAH DRAZAT, Anggota Komunitas Jurnalisme Warga Kota Banda Aceh dan Mahasiswa S2 Prodi Magister Ilmu Kebencanaan USK, melaporkan dari Banda Aceh

OLEH ZAKIYAH DRAZAT, Anggota Komunitas Jurnalisme Warga Kota Banda Aceh dan Mahasiswa S2 Prodi Magister Ilmu Kebencanaan USK, melaporkan dari Banda Aceh

Pada 19-20 Mei 2022 lalu saya ikut Pelatihan Layanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) pada Keadaan Darurat Bencana di Aceh yang diselenggarakan oleh Yayasan Aceh Hijau di Hotel Mekkah Banda Aceh.

Pelatihan ini bekerja sama dengan Biro Administrasi dan Pembangunan Setda Aceh, didukung oleh Unicef Indonesia selaku donor dan juga bekerja sama dengan RedR Indonesia selaku mitra Unicef yang kegiatannya berfokus pada kebencanaan.

Pesertanya perwakilan dari Bappeda Aceh, Setda Aceh, Bappeda se-Aceh, Dinas Kesehatan Aceh dan Kota Banda Aceh, Dinas Perkim Aceh, Dinas PU Aceh, BPBA dan BPBD Kota Banda Aceh, PMI Aceh, serta perwakilan dari LSM mitra kerja Unicef Perwakilan Aceh.

Pelatihan tersebut terdiri atas 12 sesi dan dibagi menjadi enam sesi daring, sisanya luring.

Pematerinya tim Unicef Bidang Spesialisasi Wash, Enriko, dan dari RedR Indonesia, Taufik, serta difasilitasi oleh Ama Rahmadiani sebagai fasilitator kegiatan dari RedR.

Pemateri menjelaskan bahwa intervensi AMPL dalam penanggulangan bencana serta perubahan iklim dan situasi darurat dibahas sebagai tren kebencanaan, baik di tingkat global dan nasional bahwa bahaya hidrometereologis (banjir, angin puting beliung, badai, tanah longsor, kekeringan, kebakaran, dan abrasi) mendominasi kejadian bencana, dan perubahan iklim menjadi faktor pemicu terjadinya bahaya hidrometerologis.

Intervensi dalam situasi darurat penting dilakukan untuk memastikan penanganan kebutuhan dasar terkait AMPL serta perlindungan.

Sektor AMPL memiliki peran penting dalam kemampuan mengurangi risiko bencana dan beradaptasi terhadap perubahan iklim.

Baca juga: 202 Bangunan Rusak Akibat Angin Kencang, Aceh Besar Tetapkan Status Darurat Bencana

Baca juga: Keterlibatan Mahasiswa dalam Tanggap Darurat Bencana

Kemanusiaan, netralitas, imparsialitas, dan independensi merupakan prinsip-prinsip panduan utama di balik kerja-kerja kemanusiaan.

Sektor aksi kemanusiaan internasional mengikuti standar-standar baku untuk meningkatkan kualitas dan akuntabilitas bantuan kepada para penerima manfaat.

Anak-anak dan komunitasnya memiliki akses dan penggunaan air bersih, layanan sanitasi, serta menerapkan praktik kebersihan secara adil.

Setiap orang dan kelompok masyarakat memiliki kebutuhan, kapasitas, dan kerentanan yang berbeda-beda.

Dalam Sphere, isu lapis sanding telah diidentifikasi dalam penanggulangan bencana, di antaranya, anak-anak, orang lanjut usia, gender, kekerasan gender, penyandang disabilitas, orang dengan HIV, bantuan kesehatan mental dan psikososial.

Program Water Sanitation and Hygiene (WASH) inklusif berfokus pada mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan untuk memastikan akses dan partisipasi yang bemakna secara aman dari orang-orang dengan dan tanpa disabilitas dari berbagai kelompok usia, gender, dan kelompok sosial budaya lainnya dalam pemenuhan air bersih, sanitasi, dan promosi kebersihan.

Keterlibatan masyarakat perlu mendengar hak-hak masyarakat serta menjamin perlindungan dan pemberdayaan kapasitas masyarakat.

Para aktor kemanusiaan merupakan berbagai macam organisasi, badan, dan jaringan antarlembaga yang semuanya memungkinkan agar bantuan kemanusiaan dapat disalurkan ke tempat-tempat dan orang-orang yang membutuhkan.

Termasuk sebagai aktor kemanusiaan adalah badan-badan PBB, Gerakan Palang Merah/Bulan Sabit Merah Internasional, organisasi nonpemerintah (ornop/LSM) misalnya lembaga-lembaga yang menjadi anggota koalisi kemanusiaan, instansi militer, instansi pemerintah baik di tingkat nasional hingga lokal dan lembaga-lembaga penyandang dana.

Organisasi-organisasi ini bertindak dengan dipandu oleh prinsip-prinsip kemanusiaan utama: kemanusiaan (humanity), imparsialitas/ketidakberpihakan (impartiality), dan kemandirian/ketidaktergantungan.

Koordinasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas dan dampak dari upaya kemanusiaan secara kolektif dengan memastikan standar dan pendekatan bersama, memprioritaskan kebutuhan, mengidentifikasi kesenjangan, dan tingkat upaya yang lebih kuat dan akuntabilitas.

Membantu menghindari duplikasi, beban pada populasi yang terkena dampak, dan potensi bahaya atau ketidakefektifan yang dapat terjadi jika tidak ada koordinasi.

Pada saat terjadi bencana, penyediaan fasilitas dan layanan AMPL merupakan layanan penyelamatan jiwa yang penting dan perlu segera diberikan untuk mencegah berjangkitnya penyakit yang ditularkan melalui air dan penyakit menular lainnya.

Pemerintah Indonesia bertanggung jawab untuk memastikan akses ke air bersih, sanitasi berkelanjutan, serta fasilitas dan praktik kebersihan yang aman bagi masyarakat yang terkena dampak bencana.

Layanan AMPL ini harus memenuhi standar minimum yang bermartabat dan keselamatan penduduk yang terkena dampak dan bertujuan untuk meningkatkan kondisi hidup para penerima manfaat.

Saat terjadi bencana, berbagai mitra kemanusiaan berperan penting dalam memberikan layanan AMPL terutama mengingat sektor ini melibatkan banyak instansi pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, universitas/akademisi, bahkan media.

Dalam konteks AMPL dalam Penanganan Darurat Bencana (AMPL-PDB) dengan mengacu pada Peraturan Menteri Sosial Nomor 26/2015 tentang Pedoman Koordinasi Klaster Perlindungan dan Pengungsian Nasional, Kementerian Sosial dalam hal ini Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA) sebagai Koordinator Klaster Nasional Pengungsian dan Perlindungan bertanggung jawab memimpin koordinasi Subklaster AMPL, bersama kementerian dan lembaga teknis terkait.

Kementerian utama yang terlibat dalam upaya penanggulangan AMPL-PDB adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Kesehatan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), termasuk Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) selama fase pemulihan dan transisi.

Upaya respons yang dipimpin pemerintah didukung oleh mitra.

Mengelola sebuah proyek bukanlah tugas yang mudah, terlebih lagi dalam situasi darurat.

Seorang manajer proyek harus dapat memikirkan detail proyek dengan baik dan bagaimana memahami tahapan proyek dengan baik.

Standar Sphere mestinya digunakan untuk setiap tahapan siklus proyek, mulai dari penilaian dan analisis, melalui pengembangan strategi, perencanaan dan program desain, implementasi dan pemantauan, hingga daya sebaik-baiknya, atau mengembangkan permintaan/proposal bantuan berikutnya.

Kaji kebutuhan darurat dilakukan pada umumnya dengan menggunakan beberapa indikator di antaranya jumlah korban meninggal dunia dan luka-luka, jumlah korban terdampak, usia, gender, disabilitas, dan lansia, tingkat kerusakan infrastruktur, tingkat ketidakberfungsian pelayanan-pelayanan dasar, cakupan wilayah bencana, dan kapasitas pemerintah setempat.

Sistem informasi adalah suatu sistem dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial, dan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu.

Terdiri atas jenis informasi dan waktu penyampaian, sumber informasi, mekanisme kerja informasi, dan pengumpulan informasi.

Pada sistem informasi, yang paling penting diperhatikan ialah pada tahap 4W (when), di sini wajib ditanyakan kepada lembaga yang masuk dan akan memberikan bantuan menyangkut kapan mereka mulai dan kapan berakhir serta tercatat di posko untuk memudahkan koordinasi dan menghindari kesenjangan.

Standar layanan dan pedoman AMPL-PDB merujuk pada Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 7937 Tahun 2013 tentang Layanan Kemanusiaan dalam Bencana, Peraturan Menteri PUPR Nomor 29 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimum, dan Standard Sphere.

Pemantauan, evaluasi, akuntabilitas, dan pembelajaran atau biasa dalam bahasa Inggris disingkat menjadi MEAL (monitoring, evaluasi, accountability, learning) telah diidentifikasi sebagai bagian penting untuk menilai keseluruhan kinerja organisasi/lembaga.

Selain itu, MEAL membantu dalam mengevaluasi apakah suatu proyek mencapai targetnya dan memahami kebutuhan dan penyesuaian yang diperlukan.

Karena organisasi bertujuan untuk mengejar proyek atau program yang sukses, permintaan akan keterampilan MEAL sangat luar biasa.

Baca juga: Banjir Kepung Aceh, Walhi Minta Gubernur Tetapkan Status Darurat Bencana Provinsi, Ini Tujuannya

Baca juga: Hukum Darurat Bencana Covid-19  

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved