Kupi Beungoh

Aceh Juara Miskin Lagi, Siapa yang Harus Bertanggungjawab?

Provinsi Aceh lagi dan lagi menjadi juara miskin di Indonesia. Para pejabat eksekutif dan legislatif di Aceh seakan tidak memiliki beban

Editor: Amirullah
For Serambinews
Lukman Hakim Zainuddin, mahasiswa KPI UIN Ar-Raniry 

Oleh: Lukman Hakim Zainuddin

Badan Pusat Statistik (BPS) berulangkali melansir data bahwa Aceh berada pada peringkat teratas dalam hal kemiskinan di Indonesia. Bahkan, ada kesan Aceh menjadi juara bertahan dalam bidang kemiskinan.

Jika di bawah tahun 2021 Aceh menempati urutan termiskin keenam (juara harapan III) di Indonesia, maka pada pengujung tahun 2022 kemiskinan Aceh naik ke peringkat lima atau juara harapan II nasional (Baca: Penduduk Miskin Aceh Bertambah 16.000 orang, Serambinews.com, edisi 3 Februari 2022).

Fenomena kemiskinan di Aceh sangat parah. Provinsi Aceh lagi dan lagi menjadi juara miskin di Indonesia. Para pejabat eksekutif dan legislatif di Aceh seakan tidak memiliki beban atas “prestasi” ini.

Tidak hanya miskin, dalam aspek pendidikan Aceh juga terus terpuruk, di tengah tersedianya limpahan dana pendidikan (Lihat: Hasan Basri M Nur, Mutu Pendidikan Aceh Rendah, di Bawah Papua, Siapa yang Harus Mengundurkan Diri?, Serambinews.com, edisi 21 September 2021).

Baca juga: Niat Jahili Harimau, Tangan Pria Ini Tiba-tiba Tersangkut di Kandang

Tanggung Jawab Siapa?

Kami dari generasi muda kampus saling bertanya-tanya: Mengapa Aceh terus masuk ke dalam jurang kemiskinan di tengah melimpahnya dana yang dialirkan Pemerintah Pusat ke Aceh?

Dimana letak kesalahan dan siapa yang harus dimintai pertanggungjawaban dalam masalah ini? Pada Gubernur Aceh Nova Iriansyahkah ataukah pada Wali Nanggroe Aceh Paduka Yang Mulia Malik Mahmud al-Haytharkah?

Apakah rakyat meminta pertanggungjawaban Ketua Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dokter Taqwallah yang memiliki kewenangan menyusun anggaran pembanguan bersama Kepala Bappeda Aceh Teuku Ahmad Dadek?

Selaku pemuda kampus, kami bingung karena para pejabat di Aceh terkesan semuanya diam membisu atas fenomena kemiskinan yang melanda Aceh dari masa ke masa.

Sementara para elite pejabat di Aceh tampak hidup mewah, hampir tiap tahun mengganti mobil dinas yang mewah dan merehab rumah dinas.

Ada pula yang hobi pergi ke luar negeri dengan uang rakyat seperti yang dilakukan Kepala BPSDM bersama timnya yang tamasya ke Amerika Serikat bulan Mei lalu.

Baca juga: TKI Asal Aceh Tamiang yang Kecelakaan Kerja Dirawat di Malaysia, Butuh Bantuan untuk Pulang Kampung

Dana Aceh Melimpah

Sejatinya Aceh tidak menjadi provinsi termiskin di Sumatera, mengingat Aceh memiliki sumber keuangan yang besar, bahkan melimpah. Dana pembangunan Aceh itu tertuang dalam APBN, APBA dan APBK.

Aceh memiliki tambahan pembangunan khusus yang bersumber dari dana otonomi khusus (Otsus).

Besaran dana Otsus untuk Aceh adalah antara 1-2 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional.

Dalam hal ini, Aceh setiap tahun mendapatkan dana tambahan antara Rp 4 hingga Rp 9 triliun. Jika ditambah dengan dana APBN rutin dan dana bagi hasil migas, maka Aceh memiliki uang sekitar Rp 18 triliun per tahun. Wow! Fantastic!

Logikanya dengan dana sebanyak itu Aceh tidak sepantasnya menjadi daerah termiskin di Sumatera. Pasti ada yang salah dalam pengelolaan keuangan daerah.

Akademisi dari perguruan tinggi ditantang untuk meneliti dugaan kemunginan adanya skandal dalam penganggaran di Aceh.

Investor tak Mau ke Aceh

Dalam membangun daerah, peran swasta (pelaku usaha, investor) sangat strategis. Dalam hal ini Pemerintah Aceh telah menghabiskan banyak uang untuk membangun Kawasan Industri Aceh (KIA) Ladong Aceh Besar.

Akan tetapi, kita bisa menyaksikan bersama proyek KIA tidak tepat sasaran dan terlantar. KIA Ladong yang menghabiskan anggaran hingga Rp. 154 miliar ternyata sia-sia belaka. T

ak ada investor yang mau berinvestasi di KIA Ladong, tapi uang sudah terbuang sangat banyak. Sedih kita melihatnya.

Bukan hanya itu, investor dari Uni Emirat Arab (UEA) juga memutuskan tidak jadi berinvestasi di Pulau Banyak.

Semua ini terjadi karena pemerintah daerah tidak serius dan tidak mempunyai master plan dalam bidang investasi. Kasihan Aceh yang diurus secara main-main.

Menurut saya, salah satu penyebab tidak majunya Aceh adalah pemborosan anggaran oleh pemerintah daerah.

Anggaran pemerintah sebagian tidak tepat sasaran, selain boros untuk penyelenggaranya seperti terus membeli mobil dinas dan banyaknya SPPD ke luar negeri.

Pembanguna KIA Ladong juga merupakan bentuk pemubaziran anggaran daerah. Proyek itu tidak membawa manfaat apapun bagi rakyat, hanya menjadi tempat lembu beristirahat di siang hari.

Jangan-jangan, pembangunan KIA Ladong bertujuan untuk kepentingan pribadi yang menguntungkan pihak-pihak tertentu.

Ke depan kita mengharapkan agar Pemerintah Aceh selaku pemangku jabatan dan kekuasaan untuk mulai berpikir secara dewasa dalam memajukan Aceh, bukan untuk memajukan diri dan kelompok sendiri.

Pihak DPRA sebagai penyambung lidah rakyat agar mengusulkan program-program yang berpihak pada keinginan rakyat Aceh, bukan sesuai keinginan pribadi seperti yang disinyalir terdapat dalam alokasi dana pokir.

Mundur Sajalah

Jika para pejabat merasa tidak mampu dalam mengurus rakyat, alangkah baiknya mereka mundur saja dari jabatan. Masih banyak orang-orang cerdas, ikhlas dan amanah bekerja untuk memajukan Aceh.

Orang-orang yang sudah “karatan” dalam jabatan-jabatan strategis tapi gagal minim prestasi lebih baik mundur atau dimundurkan saja.

Berilah kesempatan kepada orang-orang yang berwawasan luas, bersih dan memiliki track record yang baik. Ingat! Jabatan itu milik umat, bukan warisan.

Para pejabat perlu mengingat bahwa jabatan itu adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawan di akhirat kelak.

Jika gagal menjalankan amanah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, maka dia tak dapat mengelak ketika diminta pertanggungjawaban kelak.

Melihat kemiskinan di Aceh yang sudah kronis ada baiknya para pejabat di Aceh melakukan istighfar dan taubat nashuha secara berjamaah.

Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk H Faisal Ali, kiranya dapat menuntun taubat nashuha berjamaah ini. Semoga!

Banda Aceh, 13 Juni 2022

Penulis, Lukman Hakim Zainuddin, Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam FDK UIN Ar-Raniry Banda Aceh, email: lukmaanhakimm28@gmail.com

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca juga: Manfaat untuk Medis Belum Jelas, Produk Ganja Banjiri Apotek, Begini Hasil Penelitian Terbaru

Baca juga: Bumi Semakin Panas, Lapisan Es di Antarktika Runtuh dalam 5.500 Tahun Terakhir dengan Cepat

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved