Opini
Panggilan Haji
Haji, merupakan rukun Islam yang kelima, yaitu mengunjungi Baitullah untuk melakukan tawaf, sa’i dan wukuf di Arafah

OLEH ABDUL GANI ISA, Staf Pengajar Pascasarjana UIN Ar-Raniry/Anggota MPU Aceh
“DAN berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh”.(QS.Al-Hajj:27).
Haji, merupakan rukun Islam yang kelima, yaitu mengunjungi Baitullah untuk melakukan tawaf, sa’i dan wukuf di Arafah.
Kewajiban haji hanya diperuntukkan bagi yang mampu, atau disebut dengan Istita’a, sesuai isyarat al-Qur’an walillahi ‘alannasi hijjul baiti manistata’a ilaihi sabila (QS, Ali Imran:97).
Karena beratnya ibadah yang dilakukan, maka haji juga disebut dengan jihad maksudnya diperlukan kesungguhan dari setiap orang yang berhaji.
Rasulullah saw, juga memberi penekanan bagi umat Islam untuk melakukan safar/perjalanan kepada tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjidku (Masjid Nabawi) dan Masjidil Aqsha di Palestina.
Tidaklah berlebihan, bila dikatakan safar untuk haji merupakan rihlah muqaddasah (perjalanan yang suci).
Perjalanan haji tidaklah sama dengan rekreasi, tur atau wisata biasa.
Tetapi haji adalah perjalanan suci yang dituju adalah untuk menemukan fitrah dirinya, di hadapan zat yang suci, yaitu Allah swt.
Untuk itu pula biaya haji harus suci/bersih, niatnya ikhlas semata-mata mengharapkan ridha-Nya, bukan ridha manusia, yang akhirnya meraih haji mabrur.
Baca juga: 6 Jamaah Calon Haji Aceh Pengganti Ikut Berangkat Bersama Kloter Terakhir Besok
Baca juga: TPHI Cek Kesehatan Jamaah Haji Aceh Door to Door Setiap Hari
Merupakan kebahagiaan tersendiri bagi umat Islam yang tahun ini berkesempatan dan diberi kemudahan oleh Allah menunaikan rukun Islam kelima, sekaligus memenuhi panggilan Allah swt, sesuai firman Nya di awal tulisan ini, yaitu ibadah haji di tanah suci.
Kebahagiaan di sini dimaksudkan, dengan niat dan cita-cita yang tulus, sekalipun merasa dirinya kurang mampu, tapi bisa sampai ke rumah Allah (Baitullah).
Namun fakta menunjukkan, banyak pula orang-orang kaya, memiliki kekayaan lebih, dan berkecukupan (istita’a) namun belum tergerak hati dan niatnya untuk berangkat haji.
Ketika kepadanya ditanyakan, mengapa belum berhaji, jawaban polos, belum ada panggilan Nabiyullah Ibrahim as.
Makna mabrur
Menurut Al-Qurtubi, haji yang mabrur ialah haji yang dapat disempurnakan hukum- hukumnya dan dilaksanakan sesuai dengan perintah Allah dan Rasul- Nya, melaksanakannya sesempurna mungkin, sesuai yang dicontohkan Rasulullah saw.
Jadi haji mabrur, adalah haji yang baik, sempurna dan diterima di sisi Allah swt.
Setiap calon jamaah haji yang berangkat, tidak ada harapan lain selain ibadahnya sempurna baik rukun, wajib haji maupun sunat dan akhirnya kembali meraih haji mabrur.
Kemabruran tidaklah karena banyaknya handai taulan datang untuk “pesijuek” hampir setiap hari, bukan pula karena banyaknya keluarga dan ahli famili yang mengantarkannya dengan “tawa” dan “tangis”.
Tapi kemabruran itu sangat ditentukan “nawaitu” nya dalam melaksanakan ibadah baik sejak saat berangkat maupun ketika melakukan manasik (ibadah) di Tanah Suci, bahkan setelah kembalinya dari Tanah Suci.
Pesan buat jamaah
Niat Ikhlas.Kesempurnaan ibadah tentu tidak bisa dilepaskan dari sebuah prosesi awalnya, yaitu “niat yang ikhlas”.
Rasulullah mengatakan “al-ikhlashu sirrun min sirri istauda’tuhu qalban man ahbabtu min ‘ibadi”, ikhlas sebuah rahasia dari rahasia- Ku, Aku tempatkan di dalam hati bagi siapa saja yang Aku cintai dari hamba-Ku”.
Ikhlas memberi makna “ridha Allah”, semata-mata bertaqarrub kepada-Nya.
“Innamal a’malu binniyyat”, hanya saja amal itu menurut niat (HR.Bukhari Muslim).
Ikhlas itu pula yang membuat seseorang tenang dan tidak merasa berat dalam setiap tugas dan amaliahnya.
Dalam ungkapan bahasa Aceh disebutkan: “Beget niet dengan qashad, pebuet ibadah hate nyang suci”.
“Keudeh u Makkah laju tujuan penuhi panggilan Allah Ta’ala”.
Jauhi Riya.
Bid’ah dan Syirik Riya identik dengan pamer, ingin dipuji orang.
Rasulullah saw menjelaskan bahwa riya termasuk “syirik khafi”.
Sifat ini sangat ditakutinya karena disadari atau tidak banyak umatnya digandrungi syirik khafi, karena riya.
Selain riya juga perlu dihindari “bid’ah”, yaitu menambah-nambah dalam ibadah yang tidak sejalan dengan sunnah Rasulullah saw.
Mengerjakan sesuatu yang tidak ada nashnya berdampak kepada dua hal, pertama, bid’ah dan Kedua, merusak akidah.
Bid’ah karena kita menambah-nambah waktu dan tempat beribadah seperti shalat sunat di Jabal Nur, Jabal Tsur dan Jabal Rahmah.
Sedangkan bisa merusak akidah karena beranggapan tempat itu berkah.
Selain itu juga perlu menjaga jangan sampai amaliahnya menjurus kepada syirik.
Seperti meyakini dengan mencium Hajarul Aswad misalnya, akan menjadi saksi di akhirat nanti.
Berkaitan dengan ini, Umar bin Khattab pernah mengucapkan, sebenarnya engkau hanya sebuah batu hitam biasa, karena Nabi menciummu, maka kau kucium.
Begitu juga melempar jamarat, jangan anggap bahwa Anda melempar setan.
Anda hanya melempar tiang (jumrah), karena begitulah yang dituntun Rasulullah saw.
Sa l ing “membantu” (ta’awun).
Saling membantu di antara sesama jamaah, tanpa harus menunggu diminta, seperti membawa barangnya, membawanya ke rumah sakit, atau menjenguknya di rumah sakit, mencari alamatnya ketika sesat jalan, memberikan tempat yang mudah dijangkau terutama bagi jamaah yang tua dan ‘uzur.
Fokuskan “ibadah”.
Usahakan setiap diri lebih banyak di masjid daripada di pasar.
Selalu shalat berjamaah baik di Madinah maupun ketika berada di Makkah, isi waktu lowong dengan membaca al-Qur’an, berzikir dan lainnya.
Usahakan pula berdoa terutama pada tempattempat mustajabah doa.
Selalu bersikap “sabar”.
Sabar sesuatu yang sulit, tapi dengan sikap sabar semua aktivitas menjadi indah.
Sabar dengan keluarga sendiri, sabar dengan sesama jamaah, sabar menunggu waktu, sabar dalam menjalankan ibadah, sabar bila pemondokan agak jauh dengan masjid dan seumpamanya.
Dosa terampuni
"Man hajja falam yarfats wa lam yafsuq raja’a kayaumin waladadhu ummuhu”, Barang siapa melaksanakan ibadah haji dan tidak melakukan perbuatan rafats atau mengeluarkan perkataan yang menimbulkan birahi atau bersetubuh, dan tidak berbuat fasiq (kedurhakaan), maka ia pulang (setelah melaksanakan ibadah haji) seperti saat ia dilahirkan (dari rahim) ibunya (suci tidak berdosa) (HR.Bukhari Muslim).
Hadits ini merupakan penegasan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 197: “Siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasiq dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji”.
Rafats dalam ayat ini dimaksudkan (a) tidak melakukan jimak dengan istrinya, ketika ia dalam keadaan berihram baik ihram untuk umrah maupun haji, (b) tidak lagi berkata kotor terhadap teman-temannya/ sesama jamaah.
Sedangkan dimaksud dengan fasiq adalah khuruj ‘anil haq” , keluar dari kebenaran dan “khuruj anil millah”, keluar dari agama.
Di samping itu juga tidak melakukan jidal atau pertengkaran sesama jamaah.
Surga bagi haji mabrur
Rasulullah saw bersabda: “al-hajjul mabrur laitsa lahul jaza` illal jannah”, Haji yang mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga (HR.Bukhari Muslim).
Bahkan semua keluarga, handai taulan ikut mendoakannya ketika melepas keberangkatan: “Allahumma hajjan mabrura, wasa’yan masykura wa dzanban maghfura wa tijaratan lan tabura.
Tidak cukup dengan doa diiringi pula dengan talbiyah: Labbaikallahumma labbaik, labbaika la syarika labbaik, innal hamda wannikmata laka wal mulk la syarikalak (Ya Allah aku datang memenuhi panggilan-Mu, aku datang memenuhi panggilan- Mu ya Allah, tidak ada sekutu bagi-Mu, sesungguhnya segala puji dan nikmat hannyalah milik-Mu dan tidak ada sesuatu yang menyamaimu ya Allah).
Kami hanya mengantarkan dengan iringan doa, selamat jalan, para dhuyufullah, berangkatlah untuk mengunjungi Baitullah, beribadah di sekeliling Kabah, semata-mata mengharapkan ridha-Nya.
Jagalah dirimu dari rafats, jangan pula fusuq dan jidal, dengan harapan bisa melaksanakan semua rukun, wajib dan sunat haji, dan akhirnya bisa meraih haji “mabrur”.
Amin Ya Rabbal Alamin.
Baca juga: JCH Aceh Kloter Terakhir Masuk Asrama Haji, Besok Pagi Terbang ke Jeddah, Gabung dengan Jamaah Sumut
Baca juga: Kisah Presiden Soeharto Naik Haji, Tak Mau Dibiayai Negara dan Sambutan Meriah di Tanah Suci