Belajar dari Kasus Widy Vierra, Sederet Alasan Korban Pelecehan Seksual tak Berani Speak Up
Dalam kasusnya, Widy Vierra menyampaikan kalau dia sempat melaporkan kejadian itu ke pihak berwenang.Tapi karena tidak mendapatkan respons positif...
Pada tahun 2022, sebuah riset yang dilakukan oleh Mindy E. Bergman dan Patrick Palmieri dari University of Illinois, Urbana-Champaign mempublikasikan temuan mereka dalam Journal of Applied Psychology.
Dalam laporan itu disebutkan bahwa kebanyakan korban pelecehan mengalami ketakutan akan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada hidupnya.
3. Merasa malu
Penelitian yang diterbitkan oleh Marjorie R. Sable dalam Journal of American College Health pada tahun 2006 menyatakan, alasan utama korban tidak melaporkan tindakan pelecehan yang diterimanya adalah dia merasa malu dan bersalah.
"Banyak orang yang menganggapnya sebagai aib," kata dia.
Anggapan itu membuat sejumlah korban pelecehan malu ketika mereka laporkan kejadian itu ke pihak berwajib.
4. Konsekuensi atau tindakan hukum yang tidak setimpal
Ada sejumlah situasi ketika pelecehan itu terjadi, maka si pelaku tidak menerima konsekuensi yang tidak setimpal.
Kalau pun si pelaku terbukti, maka hukuman yang mereka dapatkan dianggap tidak seimbang dengan dampak dari perlakuan yang mereka lakukan.
Hukuman yang cenderung ringan pada pelaku pelecehan itu, menurut para ahli bisa menjadi pemicu pelecehan seksual masih marak terjadi.
5. Dianggap sebagai perilaku yang biasa saja
Di beberapa lingkungan tertentu seperti di tempat kerja, perilaku pelecehan seksual masih dianggap sesuatu yang wajar.
Hal itu kemungkinan bisa menumbuhkan budaya pada anggapan kalau itu adalah suatu hal yang biasa.
Seperti pada kasus yang terjadi pada tahun 2016, lebih dari 20 perempuan termasuk pembawa acara Gretchen Carlson dan Megyn Kelly.
Mereka menyatakan bahwa mengalami pelecehan saat bekerja di sebuah media.
