Jurnalisme Warga

Keselarasan Filsafat Stoisisme dengan Islam

MENJELANG ujian semester pertama di akhir 2016, saya memutuskan berhenti melanjutkan kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat sebuah perguruan tinggi

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Keselarasan Filsafat Stoisisme dengan Islam
FOR SERAMBINEWS.COM
RISKY ALMUSTANA IMANULLAH,  Santri Dayah Ruhul Falah Samahani, melaporkan dari Samahani, Aceh Besar

Seperti dalam bait kitab ‘Sulam Munauroq’ karangan Abdurrahman bin Muhammad As-Shoghir, terdapat tiga perbedaan pendapat dalam mempelajari ilmu mantiq (logika).

Ibnu Sholah dan Nawawi mengatakan haram, Al-Ghazali mengatakan wajib kifayah/ dituntut sunah, sedangkan satu pendapat yang masyhur mengatakan boleh mempelajari ilmu mantiq khusus bagi orang-orang yang sempurna akalnya.

Saya coba memahami narasi “boleh mempelajari ilmu mantiq khusus bagi orang-orang yang sempurna akal” adalah hanya orang tertentu yang boleh diajarkan ilmu mantiq atau filsafat untuk mencegah asumsi dan tafsir liar yang berorientasi pada pembenaran diri dan mengaburkan kebijaksanaan dalam melihat kebenaran.

Bagi saya, tidak selamanya filsafat itu sesat atau menyesatkan selama dipelajari oleh orang-orang yang berakal seperti layaknya sebuah pisau tajam yang dimainkan oleh ahlinya.

Jika pisau yang sama diberikan kepada anakanak usia tiga tahun yang belum mengerti fungsi, kegunaan, dan cara menggunakan, mungkin dia akan melakukan kesalahan bahkan berakibat fatal, menusuk, misalnya.

Pada Senin, 23 Mei 2022, saya telah menyelesaikan sebuah bacaan buku yang bergenre filsafat dengan judul “Filosofi Teras”.

Bagi saya ajaran kebijaksanaan dalam menjalani kehidupan yang dibahas dalam buku tersebut memiliki keselarasan dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, meskipun para filsuf Stoa lahir sebelum nabi akhir zaman.

Stoisisme menekankan nalar, akal sehat, rasio, dan kemampuan menggunakannya adalah satu-satunya hal yang dimiliki manusia yang membedakannya dari hewan.

Manusia yang hidup selaras dengan alam adalah manusia yang hidup sesuai dengan desainnya, yaitu makhluk bernalar.

Bagi filsuf Stoa hidup dan mati adalah sesuatu yang berada di luar kendali kita, sedangkan memanfaatkan waktu melakukan kebaikan atau kejahatan berada dalam kendali kita.

Seperti kata Seneca, “Bukan seberapa panjang atau pendek Anda hidup, tetapi seberapa besar kualitas hidup tersebut.

” Dari ‘quote’ Seneca itu mungkin terlintas dalam pikiran pembaca satu atau beberapa tokoh populer yang memiliki umur singkat, tetapi memberikan pengaruh besar dalam sejarah peradaban manusia.

Sekalipun jasadnya sudah terkubur di perut bumi berabad-abad lamanya, tetapi penyebutan namanya dalam kehidupan sehari-hari seperti orang yang masih hidup.

Sebagai contoh adalah Nabi Muhammad yang ditulis oleh Michael H.Hart dalam bukunya berjudul “100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia Sepanjang Sejarah”.

Michael memosisikan Nabi Muhammad sebagai tokoh pertama yang usianya 63 tahun, memiliki latar belakang keluarga yang sederhana, tetapi mampu menegakkan dan menyebarkan salah satu dari agama terbesar dunia, agama Islam.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved