Jurnalisme Warga

Keselarasan Filsafat Stoisisme dengan Islam

MENJELANG ujian semester pertama di akhir 2016, saya memutuskan berhenti melanjutkan kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat sebuah perguruan tinggi

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Keselarasan Filsafat Stoisisme dengan Islam
FOR SERAMBINEWS.COM
RISKY ALMUSTANA IMANULLAH,  Santri Dayah Ruhul Falah Samahani, melaporkan dari Samahani, Aceh Besar

OLEH RISKY ALMUSTANA IMANULLAH,  Santri Dayah Ruhul Falah Samahani, melaporkan dari Samahani, Aceh Besar

MENJELANG ujian semester pertama di akhir 2016, saya memutuskan berhenti melanjutkan kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat sebuah perguruan tinggi swasta di Banda Aceh.

Berbagai faktor yang menyebabkan saya berhenti karena merasa tidak cocok dengan jurusan tersebut dan lingkungan sekitar yang kurang mendukung, seperti ‘circle’ yang mencoba menjelaskan bahwa kuliah tidak penting, kecuali hanya menghabiskan uang saja.

“Mending uang yang dihabiskan untuk kuliah dijadikan modal usaha,” ucap seorang teman.

Setelah berhenti dari status mahasiswa, saya bertekad fokus belajar pendidikan agama di Dayah Ruhul Falah Samahani.

Seiring berjalannya waktu, saya mulai mendapatkan kenyamanan menjadi santri yang menghabiskan waktu setiap hari belajar agama.

Dalam sebuah kesempatan, tiba-tiba ada seorang ibu yang entah sengaja atau hanya sekadar bercanda mengatakan kepada saya, “Fokus that bak dayah ka nyoeh, nyan bek teuga that meuhafai nahu, takoet pungoe nteuk.

(Sekarang kamu sudah fokus kali di dayah ya.Jangan terlalu mendalami ilmu nahwu khawatirnya nanti gila).

” Ternyata, saat itu beredar isu di masyarakat bahwa banyak orang yang gila karena belajar ilmu nahwu (pungo nahu).

Usut punya usut, hal tersebut sudah menjadi ‘disclaimer’ sebagian masyarakat terhadap orang yang berlatar belakang agama kemudian menjadi agak sedikit berbeda (stres).

Baca juga: Anies, “Filsafat Bukuem”, dan Feeling Politik Surya Paloh

Baca juga: Guru Besar Filsafat Islam, Prof Syamsul Rijal Daftar sebagai Bakal Calon Rektor UIN Ar-Raniry 

Sebenarnya banyak faktor lain yang menyebabkan seseorang gila atau stres, entah karena angan-angan yang terlalu tinggi, faktor ekonomi, hubungan percintaan yang tidak sesuai ekspektasi, dan faktor lainnya.

Selama belajar ilmu nahwu, saya tidak menemukan faktor penyebab seorang pelajar nahwu menjadi stress, bahkan gila.

Ilmu nahwu sebagian ilmu yang dipelajari untuk memudahkan seseorang belajar dan memahami tata bahasa dalam bahasa Arab.

Pada saat itu, selain belajar ilmu nahwu dianggap memiliki potensi menjadi gila, belajar ilmu filsafat pun juga terdapat larangan dari beberapa orang karena dianggap sesat dan dapat menyesatkan.

Mungkin saja dalam beberapa literasi ulama-ulama terdahulu terdapat larangan-larangan mempelajari filsafat, tetapi larangan ini tidak bisa diterjemahkan sebagai larangan yang bersifat universal karena setiap sesuatu memiliki ruang dan waktu tertentu.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved