Kupi Beungoh
Menjawab Bang Risman tentang Kemiskinan dan Apresiasi untuk Aceh
Salah satu sebab yang juga mempengaruhi penurunan angka kemiskinan di Aceh sejak tsunami selain proyek rehab-rekon dan stimulus dana Otsus
Artinya upaya penurunan kemiskinan diharapkan terwujud dari upaya tidak langsung, hanya imbas dari efek dibelanjakannya dana untuk pembangunan.
Besaran dana Otsus yang diprogramkan khusus untuk pengentasan kemiskinan hingga tahun 2018 di Aceh hanya 3,63 persen atau 278,64 miliar dan untuk program pemberdayaan ekonomi sebesar 10,57 persen atau 798,86 miliar (data Badan Akuntabilitas Keuangan Negara DPR-RI).
Baca juga: Mendagri Minta Pj Gubernur Aceh Kurangi Angka Kemiskinan, Masa Nova Berapa Jumlahnya?
Besaran persentase dana khusus untuk mengentaskan kemiskinan tidak diplot secara khusus dalam program yang intensif dan sistematis dan hanya berharap dari dampak tak langsung dari besarnya anggaran pembangunan dan jumlah uang yang beredar.
Sementara distribusi uang yang beredar dan distribusi APBA tidak diarahkan untuk memastikan penurunan kesenjangan. Bisa saja uang yang beradar hanya menumpuk pada jumlah persentase kecil individu dari total keseluruhan masyarakat Aceh.
Salah satu program pengentasan kemiskinan yang pernah dijalankan di era Orde Baru adalah program Inpres Desa Tertinggal yang salah satu pencetus dan pelaksananya adalah begawan ekonomi Indonesia dari UGM Prof. Mubyarto.
Kala itu Indonesia menikmati peningkatan pertumbuhan ekonomi dengan masuknya modal asing yang besar (foreign direct investment).
Yang menjadi masalah adalah distribusi kekayaan yang tak berjalan sebaik peningkatan pertumbuhan ekonomi secara makro.
Baca juga: Surya Paloh Warning Aceh Terkait Kemiskinan dan Demoralisasi
Maka program seperti IDT dilaksanakan untuk menekan rasio gini (kesenjangan antara yang kaya dan miskin) dan menurunkan angka kemiskinan dengan melakukan tindakan khusus ke pos-pos kemiskinan di Indonesia.
Salah satu kebijakan yang diambil adalah pemberian hewan ternak kambing misalnya bagi warga Gunung Kidul yang mana dari kambing yang diternak, warga menghasilkan peningkatan pendapatan bulanan hingga 30 persen dari pendapatan bulanan sebelum menerima bantuan.
Akhirnya warga yang mendapatkan bantuan telah keluar dari garis kemiskinan dan menjadi warga yang mandiri secara ekonomi.
Dari kebijakan IDT di era Orde Baru, kita tentu dapat mengadopsi dan modifikasi di Aceh dengan membentuk tim khusus yang menangani masalah kemiskinan secara khusus dengan stimulus bantuan ke kantong kemiskinan.
Tim tersebut bukan hanya memberikan bantuan, namun memastikan warga penerima bantuan dalam periode waktu tertentu berhasil meningkatkan pendapatan bulanan dan keluar dari kategori miskin yang selama ini dilihat dari jumlah pendapatan harian/bulanan penduduk (metode melihat angka kemiskinan versi World Bank).
Tentu program ini memerlukan data yang akurat, kerja yang berencana dan perlu dievaluasi tiap akhir tahun.
Saya berharap PJ Gubernur Ahmad Marzuki akan menilik masalah kemiskinan dengan lebih serius dan coba memberikan penanganan khusus terhadap masalah kemiskinan di Aceh.
Salah satunya dengan cara membentuk tim khusus menangani masalah kemiskinan yang bekerja secara sungguh-sungguh berbasis data yang kuat.