Internasional

Pengungsi Suriah di Lebanon Mulai Cemas, Ada Rencana Mendeportasi Mereka Untuk Pulang

Satu juta pengungsi Suriah di Lebanon mulai diliputi kecemasan mendalam. Rencana Pemerintah Lebanon untuk mendeportasi mereka pulang kembali ke

Editor: M Nur Pakar
AP/Bilal Husein
Anak-anak Suriah bermain sepak bola di dekat tenda mereka di sebuah kamp pengungsi di kota Bar Elias di Lembah Bekaa, Lebanon pada 7 Juli 2022. 

Bahkan, akan kembali dapat memperoleh kartu identitas, akta kelahiran, layanan sosial, perumahan sementara, dan infrastruktur yang layak.

Para pejabat Suriah juga menulis orang-orang yang kembali akan mendapat manfaat dari pengampunan Presiden Suriah Bashar Al-Assad terhadap lawan politik dan penghindar wajib militer.

Pada kenyataannya, pemerintah Assad telah berjuang untuk membangun kembali daerah-daerah yang telah direklamasinya melalui pengepungan dan serangan udara yang menghancurkan.

Ekonomi Suriah sama seperti Lebanon, sedang hancur.

Sanksi yang dipimpin Barat terhadap Damaskus menyusul tindakan keras pemerintah terhadap oposisi politik pada 2011 telah semakin memperburuk kemerosotan ekonomi.

Baca juga: Arab Saudi Izinkan Warga Lebanon Datang Tanpa Karantina 14 Hari

Banyak pengungsi Suriah takut akan keselamatan mereka jika dipaksa untuk kembali, termasuk keberadaan dinas keamanan negara mereka yang terkenal kejam di mana-mana.

Human Rights Watch (HRW) telah mendokumentasikan kasus-kasus pengungsi Suriah yang menghadapi penahanan, penyiksaan.

Bahkan, sejumlah pelanggaran hak asasi manusia setelah mereka kembali.

Walau mendapat izin keamanan dari pemerintah Suriah, kata Lama Fakih, Direktur HRW untuk Timur Tengah dan Afrika Utara.

Umm Jawad khawatir suaminya bisa dipaksa kembali ke militer.

Ada pos pemeriksaan setiap beberapa ratus meter, di antara setiap lingkungan, dan kejahatan merajalela," katanya.

"Anda tidak bisa merasa aman bahkan di rumah Anda sendiri,” tambahnya.

Hassan Al-Mohammed, yang bekerja di ladang Lembah Bekaa yang subur di Lebanon, bersama beberapa dari 12 anaknya, mengatakan bermimpi untuk pulang, tetapi sekarang bukan waktunya.

Dia mengatakan kampung halamannya di baratdaya kota Aleppo masih menjadi garda perang terdepan.

“Haruskah saya melarikan diri dari krisis ekonomi hanya untuk membuat keluarga saya dibantai?” katanya sambil duduk di tendanya.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved