Berita Jakarta
ACT Selewengkan Rp 34 Miliar Dana Boeing, Dipakai untuk Gaji dan Koperasi Syariah 212
Penyidik Bareskrim Polri menetapkan pendiri dan mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin, serta Presiden ACT Ibnu Khajar menjadi tersangk
JAKARTA - Penyidik Bareskrim Polri menetapkan pendiri dan mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin, serta Presiden ACT Ibnu Khajar menjadi tersangka dalam kasus penyelewengan donasi di lembaga filantropi tersebut.
Penetapan tersangka tersebut setelah penyidik melakukan gelar perkara pada Senin (25/7/2022).
Hasilnya, keduanya ditetapkan sebagai tersangka.
"Pada pukul 15.50 WIB mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Pol Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (25/7/2022).
Karo Penmas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menambahkan, penetapan tersangka itu dilakukan setelah penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri memeriksa sejumlah saksi, termasuk para ahli.
Ramadhan lantas menjelaskan soal perbuatan yang diduga Ahyudin selaku mantan pemimpin ACT.
"Berdasarkan fakta hasil penyidikan bahwa saudara A yang memiliki peran sebagai pendiri dan ketua yayasan ACT dan pembina dan juga pengendali ACT dan badan hukum terafiliasi ACT," ujarnya.
Dia mengatakan Ahyudin duduk di jajaran direksi dan komisaris agar mendapat gaji dan fasilitas lainnya.
Ahyudin diduga menggunakan hasil dari perusahaan itu untuk kepentingan pribadi.
"Menggunakan berbagai dana donasi yang terkumpul, termasuk Boeing tidak sesuai peruntukannya," ucap Ramadhan.
Baca juga: Mantan Presiden ACT Hadiri Pemeriksaan Hari Ke-8 di Bareskrim Polri
Baca juga: Polri Duga ACT Gelapkan dan Alihkan Kekayaan Yayasan
Khusus dana donas dari Boeing, Kombes Pol Helfi Assegaf mengatakan ada penyelewengan dana yang dilakukan para petinggi ACT.
Jumlahnya tak tanggung-tanggung, mencapai Rp 34 miliar.
"Total dana yang diterima ACT dari Boeing kurang lebih Rp 138 miliar.
Digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT kurang lebih Rp 103 miliar dan sisanya Rp 34 miliar digunakan tidak sesuai dengan peruntukkannya," kata Helfi.
Peruntukkan yang tidak sesuai itu di antaranya adalah pengadaan armada truk senilai Rp 2 miliar, program food boost senilai Rp 2,8 miliar lalu pembangunan pesantren di Tasikmalaya senilai Rp 8,7 miliar.