Rapai Uroeh

Rapai Uroeh Dari Teluk Samawi di Bandar Sumatera

Amin menuturkan tentang rapai dan mengisahkan bagaimana dia memulai karirnya dalam seni warisan indatu tersebut

Editor: IKL
Serambinews.com
Tarian rapai geleng massal dengan jumlah peserta mencapai 2.019 orang menghentak Lapangan Persada Blangpidie, Sabtu (17/8/2019). 

Puluhan tahun lalu, sebelum Amin menjadi kali rapa’i duek seperti sekarang, dahulu di Meunasah Dayah, di antara beberapa kali lainnya, ada kali Sulaiman yang memiliki sebuah rapa’i ulee, yang berdaya setengah sakti atau meuasoe (Aceh, terjemahan: berisi kekuatan gaib) buatan Utoh Dadeh.

“Sewaktu muda, saya pernah menyaksikan dan mendengar sendiri gaung khas suara dari rapa’i kali Sulaiman tersebut. Rapa’i nyan bila meugiduk keumong boh kreih, bila meusipak keumong gaki (rapa’i itu, jika diduduki akan membengkaklah kemaluan orang yang mendudukinya, jika disepak akan membengkak kaki yang menyepaknya),” cerita Amin soal rapa’i milik kali Sulaiman.

Muhammad Amin menceritakan, rapa’i milik kali Sulaiman itu kini telah menjadi legenda yang berkelana ke berbagai kampung, diperjual-belikan dengan harga tinggi.

Dalam perjalanan budaya, Aceh memiliki adat. Rapa’i tidak bisa ditabuh sembarang waktu. Pada waktu-waktu tertentu, rapa’i harus digudangkan dimulai dari memasuki 15 Syaban sampai Idul Fitri dan juga saat hari raya Idul Adha, selama musim haji, sampai jamaah haji kembali, dan pantang pula menabuh rapa’i pada bulan maulid Nabi, Rabiul Awwal.

Amin mengatakan, di era tahun 1960-an, tim rapa’i Paloh Dayah satu tim dengan tim dari Blang Lancang dan Meunasah Sukon/Meuria Paloh/Paloh Meuria.

“Sekarang pun di Muara Satu, tidak semua gampong memiliki rapa’I, termasuk Paloh Dayah sendiri. Yang memiliki rapa’i seperti Cot Trieng, Paloh Punti, dan lainnya,” kata Amin, yang pada waktu acara acara rapa’i akbar di Lhokseumawe ikut atas nama gampong lain karena Paloh Dayah tidak memiliki tim rapa’i.

Dalam perjalanan waktu, dari belasan peserta belajar rapa’i se-angkatannya, hanya dia dan beberapa teman yang sering mendapatkan tawaran ikut bermain rapa’i di luar Paloh Dayah. Sekarang, cuma tersisa dia dan satu orang temannya yang sering diundang.

Setelah generasi Amin, di Meunasah Dayah sampai kini belum ada penerus rapa’i. Hal tersebut disebabkan sudah belasan tahun imuem gampong Meunasah Dayah melarang penduduk setempat bermain rapa’i.

Nurlaila Hamjah, S.Sos., M.M, Kepala Bidang Bahasa Dan Seni Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Aceh, mengatakan, Pemerintah Aceh selalu mengupayakan pelestarian seni dan budaya.

Nurlaila Hamjah
Nurlaila Hamjah

“Upaya-upaya dukungan pada dunia seni akan terus kita berikan. Siaran berita ini juga merupakan semua bentuk dukungan supaya pemikiran dari kalangan seniman dapat sampai kepada masyarakat,” kata Nurlaila.

Catatan: Berita ini disiarkan atas kerja sama antara Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Aceh, Bidang Bahasa Dan Seni dengan www.serambinews.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved