Opini
Migas dan Kemiskinan Aceh
Migas super besar kembali ditemukan di Laut Aceh, penemuan ini dilaporkan pada 12 Juli 2022 oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu

OLEH WAHYU ICHSAN MA, Koordinator Islamic Civilization In Malay Archipelago Forum (ICOMAF)
CADANGAN Migas super besar kembali ditemukan di Laut Aceh, penemuan ini dilaporkan pada 12 Juli 2022 oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas.
Perusahaan raksasa migas asal Inggris Harbour Energy yang dulunya bernama Primer Oil disebutkan berhasil menemukan 'harta karun' minyak dan gas bumi di Blok Andaman II yang terletak di 150 kilometer lepas pantai Pulau Rondo, Kota Sabang-Aceh.
Penemuan "harta karun" ini sepertinya luput dari perhatian mayoritas masyarakat, entah karena tersamarkan oleh pelantikan Pejabat pimpinan Provinsi dan kabupaten/ kotanya, entah karena sambutan meriah HUT lembaga keamanan negara yang berlangsung berhari-hari.
Unit usaha dari perusahaan asal Inggris itu menemukan cadangan migas di Aceh dengan volume cukup besar.
Penemuan harta karun migas tersebut diperoleh setelah menyelesaikan pengeboran sumur eksplorasi Timpan-1 pada kedalaman air 4.245 kaki.
Menurut hasil pengujian di lokasi, sumur baru itu mengalirkan gas sebesar 27 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dan 1.884 barel kondensat per hari (BOPD).
Sejumlah pihak di Aceh menyambut baik temuan tersebut.
Pemerintah Aceh melalui Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Ir Mahdinur MM menyampaikan apresiasi dan rasa syukur.
Keberhasilan ini akan menjadi barometer keberhasilan ditemukannya ‘a giant oil and gas discovery’ di Offshore Andaman III oleh Repsol Oil yang direncanakan akan dimulai pengeboran eksplorasinya pada Agustus mendatang di bawah regulator Badan Pengelola Migas Aceh.(serambinews.com 13/7/2022).
Baca juga: Pusat Lelang 3 Wilayah Kerja Migas Baru di Aceh, Jika Semua Ditemukan Sumber Migas, Aceh Maju Lagi
Baca juga: Fraksi Demokrat Sampaikan Tiga Catatan Penting, Dari Kemiskinan, Stunting Hingga Gurita SILPA
SKK Migas juga akan mendorong Premier Oil atau Harbour Energy untuk kembali melakukan investasi di blok ini, agar dapat ditemukan discovery di masa mendatang.
Yang pasti temuan harta karun ini harusnya dapat mengembalikan kejayaan Migas Aceh yang dulu sempat jaya pada empat dekade lalu, dimana pada tahun 1971 ketika Pertamina dan Mobil Oil menemukan cadangan gas alam yang sangat besar di perut bumi Aceh di Desa Arun, Aceh Utara.
Hingga berdiri megah kilang-kilang pengolahan gas di Desa Blang Lancang tepi pantai Lhokseumawe.
Industri ini telah mengubah lanskap wilayah ini menjadi industri besar yang gemerlap dan merajai ekspor gas alam terbesar di dunia pada periode 90-an sampai dijuluki sebagai ‘Kota Petro Dolar’.
Sudah menjadi rahasia global bahwa dimana pun pengeboran cadangan minyak di dunia ini, maka kemiskinan dan konflik sipil bahkan militer senantiasa berkelindan di balik semua itu.
Harapan pertumbuhan ekonomi senantiasa dinyanyikan kepada masyarakat, meski tidak secara langsung paling tidak membuka lapangan kerja.
Padahal selain dengan pertumbuhan ekonomi, salah satu indikator pembangunan lainnya adalah jumlah penduduk miskin.
Apabila kehadiran sebuah investasi mampu mengurangi kemiskinan di suatu wilayah, maka wilayah ini dapat dikatakan telah berhasil dari satu aspek pembangunan.
Hari ini, kita semua menabur harapan pada harta karun temuan terbaru ini, terutama terhadap pengentasan kemiskinan yang sudah berkarat di Aceh.
Bayangkan sejak 2002 hingga kini 2022, Aceh selalu menjadi provinsi termiskin di Sumatra, genap sudah 20 tahun dikenal sebagai provinsi syariat namun miskin.
Bahkan Aceh Utara sendiri adalah salah satu penyumbang penduduk miskin terbanyak di Aceh.
Secara logika, harusnya berada pada taraf sejahtera.
Namun, faktanya angka kemiskinan di daerah penghasil migaslah yang paling tinggi.
Amazing.Situs resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2017 merilis 18 provinsi penghasil migas.
Delapan provinsi di antaranya memiliki presentasi angka kemiskinan di atas rata-rata angka kemiskinan nasional yaitu 10,86 persen— data Badan Statistik Pusat (BPS) per September 2016 terdapat tiga daerah dengan angka kemiskinan tertinggi yaitu Aceh (16,98 persen), Maluku (18,44 persen), dan Papua Barat (27,8 persen) (kompas.com 11/7/2017).
Apa penyebabnya? Tentu karena tata kelola ekonomi kita masih berkubang kapitalisme.
Sudah jamak diketahui dunia, bahwa Kapitalisme tidak akan mampu mengentaskan kemiskinan.
Hal ini karena kapitalisme memberikan hak kepemilikan ada pun jenisnya kebebasan untuk dimiliki oleh siapa pun, yang dalam perspektif syariah (sebagai provinsi syariah) minyak dan gas dan berbagai sumber daya yang jumlahnya besar dan dibutuhkan oleh komunitas masyarakat masuk dalam kategori kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara (bukan swasta apalagi swasta asing) untuk dimanfaatkan sebesar- besarnya kepada umat.
Jika provinsi Aceh hari ini telah memiliki Qanun Lembaga Keuangan Syariah, maka bukan tidak mungkin ke depan Aceh memiliki Qanun Ekonomi Syariah yang membahas lingkup yang jauh lebih besar lagi, sehingga dapat menentukan status kepemilikan yang sesuai dengan syariah.
Kepemilikan umum bukan hanya bicara minyak dan gas bumi, namun juga bicara semua hal yang berkaitan dengan sesuatu yang dibutuhkan oleh komunitas masyarakat, mulai dari sumber daya air, sumber daya hutan, sumber daya energi, tambang emas, perak, tembaga, nikel, bijih besi batu bara, jalan termasuk tol, jembatan, sungai, danau, gunung, bukit, laut, pantai dan sebagainya.
Yang jika ini semua ini masuk dalam kepemilikan umum untuk dikelola oleh negara, tanpa memberi kesempatan kepada swasta baik lokal maupun asing, niscaya manfaat luar biasa akan dirasakan oleh seluruh masyarakat, dan kemiskinan akan hilang dari negeri syariat Islam.
Hal ini sebagaimana sabda Nabi saw: "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api".(HR.Abu Dawud).
Sementara Anas ra.meriwayatkan hadits sejenis, dengan redaksi yang sama, namun terdapat tambahan lafaz “wa tsamnuhu harm” (dan harganya haram).
Begitu juga hadist dari Abu Hurayrah: “Ada tiga hal yang tidak pernah dilarang (untuk dimiliki siapa pun): Air, padang, dan api” (HR.
Ibn Majah) , dalam riwayat lain, kata al-muslimûna atau bermakna kaum muslimin berganti dengan kalimat al-Ns atau manusia.
Berdasarkan hadits ini, Wahbah az-Zuhayli mengatakan bahwa tak dapat dipungkiri lagi seluruh manusia membutuhkan air, padang rumput, dan api, sehingga terlarang bagi individu memilikinya.
Az-Zuhayli melanjutkan bahwa ketigas tiga jenis tersebut merupakan harta kekayaan yang sudah ada secara alamiah, keberadaannya ada tanpa proses produksi, seperti barang tambang, minyak bumi, batu, air, rerumputan dan api.
Karena itu statusnya dimiliki negara dan digunakan untuk kepentingan umum.
Ini adalah pendapat yang benar dan pendapat yang rjih menurut ulama Malikîyyah dan Hanabilah.
(Wahbah Az-Zuhayli, Fiqh al-Islam wa adillathu).
Wallahu'alam.
Baca juga: Lampaui Target, Produksi Migas Aceh Capai 21 Ribu Barel Periode Januari Hingga Juni 2022
Baca juga: Kemiskinan dan Pengemis di Nanggroe Aceh Hebat yang sedang Sekarat