Opini

15 Tahun Pendidikan Aceh Terpuruk

Perpuruknya sektor pendidikan Aceh ditandai tingkat kelulusan Ujian Nasional (UN) siswa Aceh hingga tahun 2013 terendah secara nasional

Editor: bakri
zoom-inlihat foto 15 Tahun Pendidikan Aceh Terpuruk
FOR SERAMBINEWS.COM
Dr SAMSUARDI MA,  Ketua Lembaga Pemantau Pendidikan Aceh (LP2A)

Kedua; Setiap kampus memiliki batas skor nilai (passing grade) kelulusan masuk di suatu PTN yang ada kalanya mengharuskan nilai siswa di angka 300,400,500,600, bahkah ada kampus tertentu yang mengharuskan skor nilai siswa di atas 700 poin sesuai keunggulan jurusan dan universitas dipilih.

Untuk itu, tingginya persentase kelulusan SBMPTN siswa Aceh belum menjamin lebih unggul mutu siswanya dari provinsi lainnya, mengingat lebih 80 % siswa Aceh hanya lulus diterima pada PTN lokal dengan passing grade berkisar 400-500 poin, dan sangat terbatas lulus di kampus selevel UI, ITB, ITS, UNDIP, IPB, UGM, UNAIR, UPI, serta universitas terbaik lainnya yang mengharuskan passing grade di atas skor 600 poin.

Bahkan jika mencermati kasus siswa tes SBMPTN di Universitas Indonesia (UI) tahun 2022, ternyata ada siswa yang mencapai nilai 747 skor, ternyata tidak lewat di UI sebagai bukti ketatnya persaingan untuk bisa lolos di fakultas kedokteran UI.

Melalui argumentasi ini, terbukti jika klaim kadisdik Aceh terlalu premature dan paradoks, di tengah provinsi lain berlomba menargetkan sebanyak mungkin kelulusan siswanya pada PTN terbaik, kadisdik Aceh malah mengklaim paling berhasil mendongkrak mutu kelulusan siswa yang mengandalkan persentase kelulusan SBMPTN di PTN lokal.

Ketiga: Jika mau fair memperbandingkan kualitas kelulusan siswa Aceh lulus jalur SBMPTN, sebaiknya kadisdik Aceh buka laporan lengkap pelaksanaan SBMPTN Tahun 2021.

Di sana ditemukan slide capaian nilai rata-rata siswa Aceh bidang saintek, sosial hukum, dan pemahaman bacaan yang membuktikan semua komponen pengetesan siswa Aceh tertinggal jauh dari siswa lain di pulau Jawa, bahkan terendah di bawah Papua dan Sumatra.

Itu artinya untuk mengukur mutu kelulusan siswa suatu daerah bukanlah didasarkan pada tingginya persentase kelulusan SBMPTN, melainkan seberapa tinggi capaian skor nilai rata-rata kelulusan siswa Aceh jika dibandingkan dengan daerah lain di 34 provinsi Indonesia.

(laporan pelaksanaan SNMPTN dan UTBK-SBMPTN Tahun 2021) selain rendahnya mutu kelulusan siswa, keterpurukan pendidikan Aceh juga terpantau secara jelas atas kegagalan kadisdik Aceh mencapai target pembangunan pendidikan sesuai Renstra Disdik Aceh.

Misalnya target 80 % guru di Aceh harus tersertifikasi tahun 2017, faktanya hanya 43 % yang baru tersertifikasi hingga tahun 2022.

Kemudian target membangun database pendidikan rampung 2017, faktanya UPTD Telkomdik Aceh hingga saat ini belum memiliki database pendidikan yang terintegrasi, sehingga setiap kebijakan Disdik Aceh tidak didasarkan pada kajian riset autentik, malah sekedar melanjutkan program rutinitas dinas yang sekedar menghabiskan anggaran, tidak fokus pemecahan isu krusial pendidikan.

Sebagai contoh mengenai project pelatihan guru yang diadakan setiap akhir tahun tanpa dilakukan evaluasi tingkat efektitas penyelenggaraannya, publik malah menyangsikan keberhasilan “proyek” rutinitas Disdik Aceh yang menelan anggaran milyaran rupiah, mengingat hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) Aceh masih tetap berada di peringkat 3 terbawah secara nasional di bawah Papua dengan skor 48.33 poin.(lihat web data Neraca Pendidikan Daerah).

Solusi mengevaluasi Lemahnya kinerja Kadisdik Aceh bukan tidak beralasan, mengingat setiap rezim kekuasaan sering kali gontaganti penempatan pejabat publik Aceh tanpa memperhatikan profil rekam jejak yang mumpuni.

Sering dalam praktiknya, pejabat instasi dinas lain digeser posisinya ke jabatan eselon II dan III pada Disdik Aceh tanpa mempertimbangkan keahlian atau kompetensi, integritas serta komitmen bersungguh-sungguh menuntaskan problem pendidikan.

Sehingga kepemimpinan Disdik Aceh selama ini lebih dominan pada program pencitraan dan kita yakini bakal terus mengulang kegagalan yang sama gagal memecahkan kompleksitas masalah pendidikan.

Disebutkan “jika suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”.(HR Bukhari).

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved