Jurnalisme Warga
Menggali Makna Intangible Koin Teluk Samawi
‘Intangible’ dalam bahasa Indonesia dimaknai sebagai aset tak berwujud atau aset nonmoneter yang membawa manfaat ekonomi ke masa depan

Biasanya, koin Kesultanan Aceh itu mempunyai kesamaan konten dalam kedua sisinya.
Bagian sisi muka nama sultan dan di sisi belakang gelar sultan seperti ‘sultan al adil’ dan tanpa ada nama tempat.
Sementara itu, koin Teluk Samawi di sisi muka nama Sultan Jauhar Alam Syah dan sisi belakang nama Teluk Samawi dan tahun 1229.
Nama Teluk Samawi dan tahun inilah yang menjadi pembeda dengan koin lainnya dalam Kesultanan Aceh.
Sementara itu, menurut Hermasnyah yang merupakan Dosen Fakultas Adab dan Humaniora Ar-Raniry, berdasarkan kajian manuskrip tentang Teluk Samawi, dulu pada masa Kesultanan Aceh ada beberapa mata uang yang digunakan sebagai alat tukar.
Di antaranya dirham (terbuat dari emas), kupang (terbuat dari perak), busok (terbuat dari perak), serta keuh (terbuat dari timah/ kuningan).
Selain itu juga digunakan dolar/ringget, meuriam/ringgit Spanyol, gulden Belanda, busok, dan riyales/reil.
Ketua Manassa Aceh ini menjelaskan bahwa sebagian besar kolonial penjajah ingin mata uang mereka yang digunakan di negeri jajahannya dan dapat digunakan untuk perdagangan dan lainnya.
Koin Teluk Samawi tidak terlepas dari teritorial yang dinamai Teluk Samawi sebagaimana judul buku Kapten Laut Belanda, Von Schmidt, yaitu Telok Semawe De Beste Haven op Atjeh's Noordkust (Teluk Semawe Pelabuhan Terbaik di Pesisir Utara Aceh) pada tahun 1887.
Herman mempertegas bahwa koin Teluk Samawi merupakan ‘keuh’ yang terbuat dari timah hitam, dikelurakan oleh Sultan Aceh Darussalam, Jauharul 'Alam Syah di Teluk Samawi.
Pada mata uang ini tercetak dengan huruf Arab (jawiy), nama Jauharul Alam Syah pada sisi depan, sedangkan pada sisi belakang nama tempat dikeluarkan: Teluk Samawi dan tahun pengeluarannya pada 1229 Hijriah (1814 Masehi).
Ketika berada di Teluk Samawi, kepada Jauharul Alam Shah dihadiahkan tanah sebagaimana tertulis dalam manuskrip koleksi Perpusnas RI yang berbunyi, “Sarakata Paduka Seri Sultan ‘Alauddin Jauhar al-‘Alam Shah jauhan tahun 1226 H (1811/12) sepucuk surat akan tuan Abdullah bin Syekh al-Habsyi karuniakan tanah tempat rumah pada [Teluk Samawi] tempat ia duduk hingga di tepi lambungan.
” Sementara itu, Yudi Andika SS selaku Kasi Permuseuman dan Pelestarian Cagar Budaya Disbudpar Aceh, memaparkan bahwa pada masa Kesultanan Aceh mata uang itu sangat beragam dan mata uang terbanyak itu pada masa Sultan Iskandar Muda, ada lima jenis.
Yudi menjelaskan bahwa konflik Kerajaan Aceh Darussalamlah yang melahirkn koin Teluk Samawi.
Selain itu, Yudi menambahkan, menurut hipotesis terdahulu bahwa koin Teluk Samawi sama dalam bentuknya dengan mata uang Meukek dan Trumon di kawasan selatan Aceh.