Berita Banda Aceh

Mulai Tahun 2023, APBA Berkurang Rp 6 Triliun, Pakar Ekonomi Aceh Sebut Dampaknya Sangat Serius

Selama ini Aceh menerima dana Otsus Rp 8 triliun setiap tahun, maka mulai tahun 2023, dana otsus yang diterima Provinsi Aceh berkurang menjadi Rp 2 tr

Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Mursal Ismail
Serambinews.com
Rustam Effendi, Pakar Ekonomi Aceh 

Selama ini Aceh menerima dana Otsus Rp 8 triliun setiap tahun, maka mulai tahun 2023, dana otsus yang diterima Provinsi Aceh berkurang menjadi Rp 2 triliun.

Laporan Masrizal | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Mulai tahun depan atau 2023, anggaran Aceh akan berkurang drastis.

Hal ini akibat menurunnya alokasi dana otonomi khusus (Otsus) Aceh dari 2 persen menjadi 1 persen dari plafon dana Alokasi Umum (DAU) nasional.

Selama ini Aceh menerima dana Otsus Rp 8 triliun setiap tahun, maka mulai tahun 2023, dana otsus yang diterima Provinsi Aceh berkurang menjadi Rp 2 triliun.

Pada tahun 2023, Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (RAPBA) yang bisa disepakati hanya Rp 10 triliun lebih.

Artinya berkurang Rp 6 triliun dibanding anggaran belanja tahun 2022 senilai Rp 16 triliun lebih.

Baca juga: Pj Gubernur Minta ‘Bantuan Khusus Presiden, Jaga Kestabilan APBA 2023 Dampak Dana Otsus Berkurang

Pakar Ekonomi atau Ekonom Aceh, Rustam Effendi, menilai pengurangan penerimaan Aceh tersebut akan berdampak nyata terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Tanoh Rencong.

“Soal dampak sudah pasti ada dan nyata. Kehilangan dana sebesar hampir Rp 4 triliun sangat memukul kapasitas fiskal Aceh.

Ujungnya daya dorong terhadap ekonomi makin lemah, apalagi Aceh tidak punya sumber penerimaan lain,” sebutnya kepada Serambinews.com, Jumat (19/8/2022).

Apalagi data terakhir, ekonomi Aceh yang paling rendah prtumbuhan di Pulau Sumatera.

Menurut Rustam, kehilangan setengah dana otsus akan menjadi persoalan serius bagi Aceh ke depan, meski selama ini anggaran yang ada banyak menjadi Silpa.  

Baca juga: Topik Hangat Aceh, Bendungan Tiro Dicoret dari PSN Hingga Dana Otsus dan Investasi yang Mandek

“Aceh harus upayakan sumber-sumber lain, seperti dana DAK (fisik dan non fisik).

Kalau PAD tidak mungkin bisa bisa didongkrak lagi,” kata Rustam yang juga Dosen Ekonomi di Universitas Syiah Kuala (USK) ini.

Terhadap persoalan serius tersebut, Rustam memberikan beberapa pandangannya kepada Pemerintah Aceh dalam menyikapi kondisi APBA yang terbatas saat ini, sehingga ekonomi Aceh bisa diselamatkan.   

Misalnya melakukan efisiensi anggaran dengan memangkas pos-pos yang selama ini kurang penting.

“Utamanya pada belanja pengadaan barang dan jasa dan cenderung mubazir,” sebutnya.

Baca juga: Dana Otsus Aceh Habis Tahun 2027, DPRA Diminta Segera Bergerak Invetarisir Pasal UUPA untuk Revisi

Sebaliknya, Rustam meminta pemerintah agar alokasi untuk belanja modal perlu diberi perhatian khusus.

Nilai alokasinya harus tetap memadai, khususnya terkait dengan penunjang dan pengembangan aktivitas ekonomi daerah.

“Pembangunan jalan atau infrastruktur penunjang tetap diperlukan seperti jalan, irigasi, mesin atau peralatan lainnya.

Sebaiknya, pembangunan gedung atau kantor yang tidak begitu penting sebaiknya ditunda dulu,” saran dia.

Rustam juga meminta Pemerintah Aceh memberi fokus dalam penggunaan dana pokok pikiran (pokir) dengan lebih utamakan sinkronisasi dengan program atau kegiatan/sub kegiatan SKPA, khususnya yang dapat mendorong ekonomi daerah.

“Jika pun ada peruntukannya untuk aspek sosial agar dipilih yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat,” terang Rustam.

Selain itu, Rustam juga menilai pentingnya pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk duduk bersama membahas arah penggunaan dana desa yang bersumber dari APBN dan nilainya triliunan tiap tahun.

“Arahkan seluruh keuchik untuk alokasikan dana desa kepada sektor yang produktif, termsuk menambah daftar peserta PKH, penerima BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) seperti beras, telur, dan lain-lain,” ucapa Rustam lagi.

Terakhir, Rustam meminta pemerintah membatasi belanja untuk perjalanan dinas, kecuali untuk hal-hal yang mndesak.

Setiap SKPA, menurutnya, harus dievaluasi pos belanja perjalanan dinas.  “Dalam situasi yang terbatas ini, pemda harus bertindak lebih sinerjik,” tegas Rustam.

Selain menghemat anggaran untuk kegiatan yang tidak terlalu penting, Rustam juga menyarankan agar dalam waktu yang sama, Pemerintah Aceh terus mengupayakan untuk mnggaet investor.

“Potensi Aceh yang sangt prospektif di sektor migas harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Evaluasi terus tahapan kemajuannya. Lebih cepat produksinya tentu lebih baik.

Atur kewenangan di sektor ini, khususnya dalam pemanfaatan sumber daya lokal seperti tenaga kerja, dan lain-lain,” ucapnya.

Apabila Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota tidak pintar dan cermat dalam mengelola anggaran yang sangat terbatas ini, lanjut Rustam, maka ancaman kemiskinan dan pengangguran ke depan tidak akan mampu dijawab oleh pemerintah.

“Posisi Aceh akan makin sulit secara ekonomi,” demikian Ekonom Aceh, Rustam Effendi. (*)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved