Berita Aceh
Perbaiki Mutu Pendidikan Aceh, Mantan Rektor USK: Jangan Terima Calon Guru Lulusan PT Akreditasi C
Pada tahun 2021 peringkat nilai UTBK Aceh berada di posisi 26 untuk tes mata pelajaran Soshum dan 24 untuk tes Saintek.
SERAMBINEWS.COM - Mutu pendidikan Aceh dalam persaingan nasional sangat rendah.
Hal ini diukur setiap tahun dari peringkat nilai (mutu) kelulusan masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui UTBK.
Pada tahun 2021 peringkat nilai UTBK Aceh berada di posisi 26 untuk tes mata pelajaran Soshum dan 24 untuk tes Saintek.
Kondisi itu mendorong Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) mengundang pakar, anggota DPRA dan Kepala Cabang Dinas Pendidikan se-Aceh untuk membahas dan mencari solusi dalam peningkatan mutu pendidikan Aceh pada masa-masa yang akan datang.
Dalam siaran pers yang diterima Serambinews.com, Focus Group Discussion (FGD) bertajuk, "Akselerasi Peningkatan Mutu Pendidikan di Aceh" digelar di Hotel SMK 1 Banda Aceh Jumat (26/8/2022).
Menurut tim kerja Pj Gubernur Aceh, Prof Dr Ir Samsul Rizal MEng, rata-rata nilai UTBK lulusan SMA/MA dari Aceh berada di kisaran angka 350-400.
Sementara nilai yang dibutuhkan masuk PTN favorit, seperti UI, ITB, termasuk USK, adalah 600 - 700 ke atas.
Baca juga: Dinas Pendidikan Aceh Selatan Pilih Guru Beprestasi 2022, Ini Nama-Namanya
Samsul Rizal menyarankan agar lembaga pendidikan (sekolah) di Aceh untuk tidak menerima calon guru dari lulusan fakultas keguruan dengan akreditasi C.
“Berani nggak kita tidak menerima calon guru dari Perguruan Tinggi dengan akreditasi C,” kata Samsul Rizal yang dikenal sebagai mantan Rektor USK yang mampu mengangkat kampusnya meraih akreditasi unggul.
Dikatakan, ini adalah salah satu cara dalam memperbaiki mutu pendidikan di Aceh. PTN dan PTS di Aceh akan terus memperbaiki diri, tidak asal terima mahasiswa baru.
“Kami di USK sudah berbenah sehingga tidak ada lagi prodi kependidikan yang berakreditasi C,” ujarnya.
“Beberapa perusahaan besar di Jakarta bahkan sejak pengumuman menyatakan pihaknya hanya menerima calon karyawan dari PT terakreditasi A,” sambungnya.
Baca juga: Jalan Terjal Kelas Jauh di Aceh Tengah
Pernyataan Samsul Rizal itu menjawab tudingan peserta FGD yang menyalahkan kemampuan guru dalam mengajar pelajaran di sekolah-sekolah yang semua mereka adalah alumni Perguruan Tinggi.
Qanun Pendidikan Disusun Dengan Metode Omnibus Law
Ketua Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Banda Aceh, Ahmad Mirza Safwandy menyarankan agar DPR Aceh dan Pemerintah Aceh menyusun regulasi tentang pendidikan Aceh dengan metode omnibus law.
"Penyelenggaraan pendidikan adalah amanah Konstitusi, bahwa kemudian diatur dalam berbagai UU dan Qanun, tapi kemudian terjadi obesitas regulasi, karena itu kami menyarankan agar disusun sebuah qanun dengan metode omnibus law." ujar Ahmad Mirza Safwandy.
"Ini tawaran dari kami agar qanun pendidikan Aceh tidak disharmoni dengan berbagai regulasi baik secara vertikal maupun horizontal. Intinya kita perlu penyederhanaan regulasi." pungkas Mirza, panggilan akrab Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) ini.
Mirza menjelaskan, penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia Aceh merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Aceh.
Baca juga: Berkunjung ke Kantor YARA, Mahasiswa Papua Akui Aceh Sangat Toleran dan Nyaman
Lebih lanjut, kata Mirza, pembiayaan pendidikan Aceh 30 persennya berasal dari tambahan dana hasil migas.
"Undang-Undang Pemerintahan Aceh menjelaskan bahwa tambahan dana bagi hasil migas yang merupakan pendapatan APBA paling sedikit 30 persen dialokasikan untuk membiayai pendidikan Aceh." kata Mirza.
"APBA atau APBK paling sedikit 20 persen untuk pendidikan. 'Begitu juga Dana Otsus yang diterima Pemerintah Aceh, salah satunya juga digunakan untuk pendanaan pendidikan." tambahnya.
Dalam rekomendasinya, Ikadin meminta kepada Pemerintah Aceh untuk melakukan penguatan dalam pengelolaan SDM Guru.
"SDM Guru perlu ditingkatkan secara kontinyu, sedangkan di level struktur adanya keberpihakan DPRA dan Pemerintah Aceh pada anggaran pendidikan, kemudian perbaikan pada substansi regulasi dengan cara penyederhanaan." ujar Mirza.
Sebelum sesi penutupan diskusi, Ketua Ikadin Aceh, Safaruddin berharap agenda akselerasi peningkatan mutu pendidikan Aceh diharapkan menjadi sarana menuju Aceh yang kolaboratif.
Baca juga: Kapal Nelayan Aceh Barat Tenggelam di Kawasan Perairan Simeulue
"Kita berharap, akselerasi peningkatan mutu pendidikan Aceh mampu beradaptasi dengan era smart society 5.0 menuju Aceh yang kolaboratif." ujar Safaruddin.
Menurut Safaruddin, hasil dari FGD ini akan disampaikan kepada Pemerintah Aceh untuk menjadi dasar dalam menyusun kebijakan dan penganggaran pada tahun-tahun mendatang demi percepatan peningkatan mutu pendidikan Aceh.
Diskusi tersebut digelar oleh Ikadin Aceh bersama Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) dan dihadiri oleh Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
FGD menghadirkan 5 pemateri yaitu Prof Dr Samsul Rizal, Kartini (Anggota DPRA F-Gerindra), Yarmen Dinamika (Wartawan), Imran (Ketua Ikatan Guru) dan Ahmad Mirza Safwandi (Ketua Ikadin Banda Aceh).
FGD berlangsungsung satu hari penuh diikuti oleh Kepala Cabang Dinas Pendidikan seluruh Aceh dan dipandu oleh Hasan Basri M Nur dari UIN Ar-Raniry serta Safaruddin SH.(*)
Baca juga: Heboh Temuan Bayi Dalam Kardus di Lhokseumawe, Polisi Masih Selidiki Siapa Orang Tuanya