Kupi Beungoh

Mengenang 25 Tahun Wafatnya Pahlawan Nasional Asal Aceh, Dr. Mr. Teuku Moehammad Hasan

Dr. Mr. Teuku Moehammad Hasan adalah sosok pahlawan nasional adal Aceh yang menjadi penggiat agama dan pendidikan.

Editor: Amirullah
ist
Deni Satria, Humas Universitas Serambi Mekkah 

Oleh: Deni Satria*)

“Jas Merah, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah” kata-kata tersebut menjadi selalu terngiang dibenak tatkala memperingati hari Pahlawan tanggal 10 November.

Dalam pidatonya memperingati hari kemerdekaan pada 17 Agustus 1966, semboyan tersebut diucapkan oleh Soekarno yang mengartikan betapa pentingnya untuk menghargai sejarah Indonesia.

Kita patut bersyukur berada dalam kehidupan merdeka dari penjajahan, menikmati hasil perjuangan dari pahlawan yang sudah mendahului.

Kedamaian hidup, kebebasan berekspresi, kebebasan untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang kita rasakan saat ini janganlah kita menjadi naif atas perjuangan penuh tumpah darah masa kelam yang berlangsung beratus-ratus tahun.

Sebagai warga Aceh, mungkin tidak semua orang tahu bahwa Aceh memiliki pahlawan nasional yang lahir di tanah Serambi Mekkah ini.

Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (X) - Iskandar Muda: “Imitatio Alexandri”

Beliau adalah Dr. Mr. Teuku Moehammad Hasan lahir di Sigli, Kabupaten Pidie pada 4 April 1906 dan meninggal di Jakarta pada 21 September 1997 dalam usianya yang ke 91 tahun.

Hasan kecil bersekolah di Sekolah Rakyat (Volksschool) di Lampoeh Saka 1914-1917, ia bersekolah di sekolah berbahasa Belanda Europeesch Lagere School (ELS), lalu pendidikan dilanjutkan ke Koningen Wilhelmina School (KWS) di Batavia (sekarang Jakarta).

Kemudian, ia masuk Rechtschoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum). Masa-masa di Belanda, Hasan yang berusia 25 tahun memutuskan untuk sekolah di Leiden University, Belanda.

Selama di Belanda, ia bergabung dengan Perhimpunan Indonesia yang dipelopori oleh Mohammad Hatta, Ali Sostroamidjojo, Abdul Madjid Djojodiningrat, dan Nasir Datuk Pamuntjak.

Selain kesibukannya sebagai mahasiswa, Hasan juga aktifis yang mengadakan kegiatan-kegiatan organisasi, baik di dalam kota maupun di kota-kota lain di Belanda.

Baca juga: Agama dan Perdukunan

Pada 1933, Hasan kembali ke Tanah Air. Setibanya di pelabuhan Ulee Lheue, Kutaraja, buku-bukunya disita untuk pemeriksaan.

Ia dicurigai membawa buku paham pergerakan yang akan membahayakan kedudukan pemerintah kolonial Belanda, khususnya di Aceh.

Selama di Kutaraja, Hasan menjadi penggiat agama dan pendidikan.

Sekembalinya dari Belanda, Hasan aktif dalam bidang pendidikan dengan mendirikan Perguruan Taman Siswa di Kutaraja pada 11 Juli 1937.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved