Potensi Konflik, TP4 Rumah Ibadah di Aceh Singkil Perlu Dilanjutkan
TP4 rumah ibadah di Aceh Singkil perlu dilanjutkan sebagai deteksi dini dan penyelesaian segala potensi konflik.
Penulis: Sara Masroni | Editor: Amirullah
Sementara Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Aceh, Hasan Basri M Nur menyebutkan, data hingga tahun 2020 lalu, sebanyak 14.200 orang lebih penduduk Kristen di Aceh Singkil.
Kemudian penduduk beragama Katolik sebanyak 1.200 orang dan kalau digabung dengan Kristen total 11 persen, sementara selebihnya yakni umat Islam menjadi mayoritas di sana.
Pada 1979 disepakati untuk dilegalkan berdiri satu Gereja yakni di Desa Kuta Kerangan, Aceh Singkil.
Baca juga: Pastikan Layanan Publik Maksimal, Pj Bupati Aceh Singkil Sidak ke Disdukcakpil
Seiring pertumbuhan umat Kristen, terjadi kesepakatan boleh berdiri satu Gereja dan empat Undung-Undung atau tempat ibadah berukuran kecil, serta tidak ada simbol agama di luarnya.
Kemudian pada tahun 2015 terjadi pembakaran sebuah rumah ibadah yakni Gereja Huria Kristen Indonesia di Desa Suka Makmur sehingga terjadilah konflik berdarah.
"Di Desa Suka Makmur ini terdapat tiga Gereja. Nah setelah salah satu Gereja terbakar dan terjadi konflik yang sebenarnya sudah diselesaikan tim rekonsiliasi hingga pemberian kompensasi," ungkap Hasan Basri.
"Nah di sini sebenarnya masih tersedia potensi konflik kalau dia tidak diselesaikan, maka dalam hal ini dibentuk TP4 bentukan Pemerintah Aceh," tambahnya.
Baca juga: Datangi DPRK Aceh Singkil, Guru Ramai-ramai Minta Dibayar Uang Insentif
Setelah didata pada tahun 2021, terdapat 24 Gereja di Aceh Singkil dari kesepakatan awal yang legalnya satu Gereja dan empat Undung-Undung.
Rinciannya 20 Gereja Kristen dan 4 Gereja Katolik. Lalu kesepakatan tokoh masyarakat dan Pemda Aceh Singkil untuk ditertibkan 10 Gereja.
Gereja Katolik yang sudah ditertibkan tidak dibangun kembali, sementara yang punya Kristen ada beberapa yang difungsikan kembali dalam bentuk tenda di Desa Sanggaberu Silulusan.
“Inilah yang dikampanyekan Aceh tidak toleran dan sebagainya," jelas Hasan.
"Sebenarnya desa itu letaknya tidak jauh dari Suka Makmur, satu jalan yang sama. Kayak dari sini ke Lambaro paling ada (1,5 Km), naik sepeda juga selesai," tambahnya.
Baca juga: Ajukan Izin Operasional Haji & Umrah, Kantor Gadikah Mandiri Islami Disambangi Kemenag Aceh Singkil
Itulah yang menjadi pertimbangan Pemkab Aceh Singkil menertibkan Gereja tersebut karena di dekatnya sudah ada Gereja.
"Kami melihat, ketika Gereja yang sudah ditertibkan kemudian dibangun kembali, ini akan memunculkan konflik baru," kata Hasan.
Untuk itu, perlu disepakati sebenarnya berapa Gereja yang layak dibangun di Aceh Singkil dan di mana saja.