Opini
Bisakah Jokowi Jadi Cawapres 2024?
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono Suroso yang menyatakan Presiden dua periode tidak dilarang maju sebagai calon wakil presiden

Karenanya dibutuhkan suatu tindakan penalaran ilmiah yang dapat mengurai makna yang mendekati kebenaran hakiki terkait arti sebuah teks hukum, yaitu melalui metode interpretasi atau penafsiran hukum.
Interpretasi merupakan metode penemuan hukum dalam hal peraturannya ada tetapi kurang atau tidak jelas untuk diterapkan pada peristiwa nyata.
Dalam ilmu hukum ada banyak metode interpretasi dapat dilakukan untuk memahami suatu teks peraturan.
Menurut penulis, pendekatan interpretasi yang cocok digunakan dalam memahami makna Pasal No.169 huruf n tersebut yang dengan menggunakan metode interpretasi gramatikal dan interpretasi historis.
Interpretasi gramatikal dipahami sebagai penafsiran berdasarkan tata bahasa atau ilmu bahasa (de gramatikale of taalkundige interpretatie) dengan cara menghubungkan teks itu pada penggunaan tata bahasa.
Baca juga: Ade Armando Turun ke Lokasi Demo di Depan Gedung DPR RI, Dukung Mahasiswa Tolak Jokowi 3 Periode
Dalam hal ini dapat menggunakan kamus hukum sebagai rujukan.
Sedangkan, interpretasi historis didasarkan pada sejarah terbentuknya suatu rumusan hukum atau perundang- undangan (wethistorie interpretatie).
Yakni dengan melihat suasana bagaimana dulu suatu perundang-undangan terbentuk, termasuk menyelidiki sistem hukum dan politik hukum yang melatarbelakangi lahirnya suatu perundangundangan.
Interpretasi gramatikal Secara ketatabahasaan makna frasa yang terkandung dalam huruf n yang berbunyi: “belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama”, --bila dikaitkan dengan isi Pasal 169-- dapat dengan mudah dipahami bila lebih memperhatikan keberadaan konjungsi “dan” dan “atau” pada dua frasa kunci dalam pasal tersebut.
Yaitu kata “dan” pada frasa “Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah” merupakan konjungsi yang menggabungkan (gabungan) dua frasa yang setara yaitu frasa “calon presiden” dan frasa “wakil presiden”.
Sehingga kedua frasa tersebut memiliki tingkatan makna yang setara, yaitu calon presiden dan calon wakil presiden.
Selanjutnya, konjungsi “atau” pada frasa “belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama” juga harus dapat dimaknai sebagai konjungsi alternatif.
Dimana kata “presiden” dan “wakil presiden” bukan merupakan satu kesatuan sebagai frasa gabungan tapi dapat berdiri sendiri sebagai presiden atau wakil presiden.
Dengan demikian frasa “Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah: n.
belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama” pada Pasal 169 huruf n tersebut seharusnya dimaknai sama dengan “Persyaratan menjadi calon Presiden belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama” dan “Persyaratan menjadi calon Wakil Presiden belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama”.
Baca juga: Ribuan Mahasiswa Unjuk Rasa ke Gedung DPRA, Tolak Kenaikan BBM Hingga Presiden 3 Periode