Profesor Kimia: Gas Air Mata Kedaluwarsa Lebih Berbahaya, Komponennya Bisa Jadi Gas Sianida

Profesor Kimia dari Simón Bolívar University, Venezuela, Mónica Kräuter, menemukan bahwa gas air mata kedaluwarsa lebih berbahaya

Editor: Faisal Zamzami
Kolase Tribunnews/TGPF/Suryamalang.com)
kolase foto gas air mata saat tragedi kanjuruhan dan dampaknya pada korban yang selamat, ada yang alami iritasi pada mata hingga sesak napas. 

SERAMBINEWS.COM - Profesor Kimia dari Simón Bolívar University, Venezuela, Mónica Kräuter, menemukan bahwa gas air mata kedaluwarsa lebih berbahaya daripada gas air mata yang belum kedaluwarsa.

Melansir dari National Geographic Indonesia dalam Grid.id, setelah melewati masa kedaluwarsa, berbagai komponen dalam gas air mata akan terurai menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. 

Awalnya, hal ini diduga akan menurunkan efektivitas gas air mata apabila digunakan.

Tetapi, alih-alih mengurangi efektivitasnya, senyawa-senyawa gas air mata yang kedaluwarsa justru dapat terurai menjadi gas sianida, fosgen, dan nitrogen, sehingga membuatnya menjadi lebih berbahaya.

Mónica menemukan bahwa senyawa hasil penguraian gas air mata bersifat racun bagi manusia. 

Jika jumlahnya kecil, gas sianida dapat larut dengan mudah oleh selaput lendir.

 Namun, apabila Anda terpapar dalam jumlah besar, sel tubuh akan mengalami kesulitan menggunakan oksigen untuk menjalankan fungsinya dan merusak berbagai organ tubuh.

Sementara itu, fosgen disebut-sebut sebagai salah satu gas yang paling berbahaya. Gas ini tidak berwarna ataupun berbau sehingga sulit dideteksi. 

Apabila berinteraksi dengan tubuh, fosgen akan menyebabkan iritasi, sesak napas, batuk parah, hingga yang terburuk mengganggu fungsi jantung.

Di sisi lain, nitrogen adalah gas yang menyusun 78 persen atmosfer bumi. 

Akan tetapi, gas ini hanya aman jika bercampur dengan oksigen dalam jumlah tertentu. 

Gas nitrogen murni amat berbahaya karena dapat menghambat penggunaan oksigen di dalam sel tubuh.

Saat gas air mata ditembakkan, gas yang keluar akan langsung bereaksi dan menimbulkan sensasi terbakar pada mata, saluran pernapasan, kulit, dan berbagai organ tubuh lainnya.

Penggunaan gas air mata memang efektif untuk meredam dan membubarkan aksi massa yang membeludak. Namun, penggunaannya tetap berpengaruh pada kesehatan. 

Kedaluwarsa ataupun tidak, gas air mata tetap menimbulkan dampak buruk bagi tubuh.

Gas air mata bekerja dengan cara mengiritasi selaput lendir pada mata, hidung, mulut, dan paru-paru. 

Efek gas air mata biasanya terasa dalam 30 detik setelah terpapar. Gejala pertama yang akan Anda rasakan adalah mata perih disertai keluarnya air mata.

Setelah itu, paparan gas air mata juga akan menyebabkan sesak napas, nyeri dada, iritasi kulit, serta produksi air liur berlebih. 

Paparan yang lebih berat bisa berdampak pada sistem pencernaan, umumnya menyebabkan muntah dan diare.

Terdapat tiga jenis gas air mata yang kini umum digunakan, yakni gas CS (chlorobenzylidenemalononitrile), gas CN (chloroacetophenone), dan semprotan merica yang digunakan sebagai senjata pertahanan individual.

 

 

Baca juga: Kisah Naswa, Aremanita Lolos dari Maut Kepungan Gas Air Mata, Dada Sesak hingga Mata Masih Merah

Polri Akui Gunakan 3 Jenis Gas Air Mata di Tragedi Kanjuruhan, dari Skala Rendah hingga Paling Keras

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo membenarkan bahwa aparat kepolisian menggunakan tiga jenis gas air mata dalam tragedi Kanjuruhan pada Sabtu malam, 1 Oktober 2022 yang menewaskan ratusan orang.

“Tiga-tiganya digunakan (di Stadion Kanjuruhan -red) dan ini tentunya masih dalam proses pendalaman semuanya, karena tiga-tiganya ini kan digunakan baik di dalam maupun di luar stadion,” ungkap Irjen Dedi dalam Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Senin (10/10/2022).

Dedi juga menjelaskan tiga jenis gas air mata yang ditembakkan dalam kericuhan yang terjadi usai pertandingan Liga 1 2022-2023 yang mempertemukan Arema FC dan Persebaya itu.

“Dari tempat kejadian perkara (TKP) memang ditemukan ada beberapa, yang perlu saya sampaikan ada tiga,” ujarnya.

 
Pertama, ia menunjukkan contoh gas air mata berwarna hijau bertuliskan 37/38MM SMOKE.

“Yang smoke ini skalanya paling rendah ya, artinya ini hanya menimbulkan suara ledakan sama asap putih,” terangnya.

Kedua, ia menunjukkan tabung gas air mata berwarna biru bertuliskan 37/38MM 5 CLUSTER CS.

“Ini untuk mengurai massa secara klaster dalam jumlah yang sedang lah,” jelasnya.

Ketiga, ia menunjukkan gas air mata dengan kemasan tabung berwarna merah bertuliskan POWDER KAL. 37/38 MM.

“Kemudian yang skala besar, yang paling keras adalah yang CS Powder, ini untuk mengurai atau membubarkan massa dalam jumlah yang cukup besar,” ungkapnya.

Baca juga: Polri Gunakan Gas Air Mata Kedaluwarsa di Kanjuruhan, TGIPF Lakukan Pemeriksaan Laboratorium

 
Ia juga membenarkan bahwa gas air mata yang ditemukan di TKP Stadion Kanjuruhan sudah kedaluwarsa.

“Ya, betul,” tutur laki-laki yang pernah menjabat sebagai Kapolres Lumajang pada 2009 itu.

Ia menegaskan bahwa kadar atau fungsi kimia dalam gas air mata yang kedaluwarsa justru menurun.

“Kalau gas air mata ini, ketika dia kedaluwarsa, kalau nggak salah 2019 (atau) 2021 yang digunakan itu, itu justru kadar atau fungsi kimianya dia turun,” tegas Dedi.

“Ketika ditembakkan juga ini dia tidak akan efektif juga,” imbuhnya.

 
Sebagaimana telah diberitakan KOMPAS.TV sebelumnya, Polri memiliki anggaran ratusan miliar untuk membeli gas air mata pada tahun 2022 ini. 

Menurut informasi di platform Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Polri, anggaran untuk membeli pelontar dan amunisi gas air mata pada 2022 mencapai Rp160 miliar lebih.

Polri membuat empat kali tender pengadaan pelontar dan amunisi gas air mata sepanjang Januari 2022.

Tender pertama, 3 Januari 2022, dengan nama paket "Pengadaan Gas Air Mata Kal. 38mm (Smoke)" menghabiskan biaya lebih dari Rp19,96 miliar. 

Pengadaan kedua, 11 Januari 2022, dengan nama paket "Pengadaan Pelontar dan Gas Air Mata" selesai dengan harga kontrak mencapai lebih dari Rp29,95 miliar.

Sementara itu, pada 17 Januari 2022, Polri membuat dua tender, yakni "Pengadaan Launcher Gas Air Mata Program APBN T.A. 2022" yang menghabiskan uang negara sebanyak Rp41 miliar dan "Pengadaan Amunisi Gas Air Mata Program APBN T.A. 2022" dengan nilai kontrak Rp68,58 miliar.

Baca juga: VIDEO Perjuangan Ibu Penjual Tiram di Alue Naga - Human Interest

Baca juga: Moskow Terbuka Berdialog Tentang Perang Ukraina dengan Barat, Tawaran AS Bohong

Baca juga: Erdogan Akan Temui Presiden Rusia di Astana, Berharap Dapat Satukan Dengan Volodymyr Zelenskyy

Kompastv: Polri Akui Gunakan 3 Jenis Gas Air Mata di Tragedi Kanjuruhan, dari Skala Rendah hingga Paling Keras

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved