Internasional

AS Tuding Rusia Jadikan Bahan Makanan Sebagai Senjata Perang, Krisis Kemanusiaan Semakin Meluas

Amerika Serikat menuding Rusia menjadikan bahan makanan sebagai senjata perang melawan sanksi yang dijatuhkan Barat.

Editor: M Nur Pakar
AFP
Sebuah kapal pengangkut gandum dari Ukraina berhasil ditarik ke Pelabuhan Istanbul, Turki seusai kandas pada Kamis (1/9/2022) malam. 

SERAMBINEWS.COM, WASHINGTON - Amerika Serikat menuding Rusia menjadikan bahan makanan sebagai senjata perang melawan sanksi yang dijatuhkan Barat.

Penghentian partisipasi Rusia dalam kesepakatan biji-bijian Laut Hitam yang ditengahi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan memperluas krisis kemanusiaan.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menegaskan kebijakan Rusia itu akan membuat harga makanan semakin mahal, seperti dilansir AP, Minggu (30/10/2022).

“Setiap tindakan Rusia mengganggu ekspor biji-bijian yang penting ini, pada dasarnya sebagai pernyataan bagi keluarga di seluruh dunia membayar lebih mahal lagi untuk makanan," katanya.

Blinken menegaskan krisis kemanusiaan, khususnya kelaparan akan membuat dunia semakin parah.

Rusia pada Sabtu (29/10/2022) menangguhkan partisipasi dalam kesepakatan biji-bijian.

Baca juga: NATO Ancam Serang Rusia Jika Tingkatkan Serangan ke Ukraina, Putin Bantah akan Pakai Nuklir

Rusia beralasan, sebagai balasan serangan pesawat tak berawak Ukraina besar-besaran terhadap armadanya di Krimea.

Presiden AS Joe Biden mengecam langkah itu keterlaluan dengan mengatakan akan meningkatkan kelaparan.

Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan Ukraina menyerang Armada Laut Hitam dekat Sevastopol di semenanjung Krimea dengan 16 pesawat tak berawak pada Sabtu (29/10/2022) pagi.

Disebutkan, Angkatan Laut Inggris membantu mengkoordinasikan serangan itu.

Inggris mengatakan klaim Rusia meledakkan jaringan pipa Nord Stream bulan lalu tidak benar, tetapi untuk mengalihkan perhatian dari kegagalan militer Rusia di Ukraina.

Penangguhan itu akan memotong ekspor biji-bijian Ukraina dari pelabuhan-pelabuhan penting di Laut Hitam.

“Tidak ada manfaat dari apa yang mereka lakukan," ujar Biden.

Baca juga: Jurnalis Terkenal Rusia, Putri Vladimir Putin Lari ke Lithuania, Khawatir Ditangkap

"PBB merundingkan kesepakatan itu dan itu harus menjadi akhir dari itu,” tambahnya kepada wartawan di negara bagian asalnya, Delaware.

Kesepakatan itu memungkinkan pengiriman biji-bijian dari Ukraina, salah satu eksportir terbesar di dunia, yang telah dihentikan oleh invasi Rusia.

Rusia mengatakan kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, menangguhkan kesepakatan untuk jangka waktu tidak terbatas.

Dikatakan, Rusia tidak dapat menjamin keselamatan kapal sipil yang bepergian berdasarkan pakta tersebut.

Rusia juga telah meminta Dewan Keamanan (DK) PBB untuk bertemu pada Senin (31/10/2022) mengenai serangan itu, Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Dmitry Polyanskiy menulis di Twitter.

Koordinator PBB untuk pusat koordinasi kesepakatan biji-bijian Laut Hitam yang berbasis di Istanbul - terdiri dari pejabat PBB, Rusia, Ukraina dan Turki.

Baca juga: Habis Kesabaran, NATO Nyatakan Siap Hadapi Rusia, Kerahkan Kapal Induk dan Puluhan Pesawat

Mereka mengatakan lima kapal keluar dan empat kapal masuk telah dengan aman melewati koridor kemanusiaan.

“Ada lebih dari 10 kapal baik outbound maupun inbound menunggu untuk memasuki koridor,” kata Amir Abdulla dalam sebuah pernyataan.

Dia menambahkan tidak ada kesepakatan antara para pihak untuk pergerakan kapal pada Minggu (30/10/2022).

Rusia mengatakan telah menangkis serangan itu, tetapi kapal-kapal yang ditargetkan terlibat dalam memastikan koridor gandum keluar dari pelabuhan Laut Hitam Ukraina.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved