Opini

Milenial di Tengah Disrupsi Digital

Disrupsi digital mau tidak mau harus dihadapi oleh seluruh masyarakat dunia tidak terkecuali kelompok milenial yang ada di Indonesia

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Milenial di Tengah Disrupsi Digital
FOR SERAMBINEWS.COM
NASRUL HADI SE MM, Dosen Tetap Universitas Muhammadiyah Aceh dan Dosen LB UIN Ar-Raniry

Menurut data patroli siber kejahatan siber di Indonesia sudah dilaporkan sebanyak 6.388 kasus sejak tahun 2019 hingga 22 Mei 2020.

Kejahatan tersebut paling banyak berupa penyebaran konten provokatif yakni 2.584 laporan.

Sementara, kejahatan kedua paling banyak diterima oleh patroli siber yakni penipuan online, 2.147 kasus.

Kejahatan berupa pornografi juga kerap dilakukan secara digital yakni 536 kasus.

Baca juga: Bonus Demografi dan Politik Kaum Milenial

Terkait serangan siber, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyebut lebih dari 700 juta serangan siber terjadi di Indonesia pada 2022.

Serangan siber yang mendominasi adalah ransomware atau malware dengan modus meminta tebusan.

Dikutip dari cnnindonesia.com menurut data BSSN, total 714.170.967 anomali trafik atau serangan siber yang terjadi di sepanjang 2022, dengan angka serangan paling tinggi terjadi pada Januari dengan angka serangan 272.962.734, lebih dari sepertiga total serangan selama semester pertama 2022.

Literasi digital Oleh sebab disrupsi digital terjadi begitu cepat dan permasalahan kejahatan digital (cyber crime) yang marak terjadi.

Apalagi data Bank Dunia menunjukkan bahwa Indonesia sedang mengalami digital talent gap atau kesenjangan talenta digital sehingga membutuhkan setidaknya sembilan juta talenta digital dalam 15 tahun atau rata-rata 600.000 talenta digital setiap tahunnya.

Maka solusinya adalah perlu peran pemerintah bersinergi dengan berbagai pihak untuk melakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan melakukan literasi digital khususnya bagi generasi milenial.

Hemat penulis, ada tiga cara bisa dilakukan.

Pertama, meningkatkan kompetensi, pengetahuan dan keterampilannya, jika tidak maka akan terkalahkan oleh teknologi digital.

Berbagai keterampilan dibutuhkan, baik berupa hard skill seperti kecerdasan buatan dan cloud computing, maupun soft skill seperti kemampuan higher order thinking yaitu menganalisis, mengevaluasi dan berkreasi dengan penalaran analitis kritis, sehingga milenial mampu berpikir dan berbuat kreatif dan inovatif.

Kedua, perlu adanya model pembelajaran yang mampu menyiapkan milenial menghadapi disrupsi digital, yaitu model pembelajaran yang mendorong kreativitas.

Ketiga, adanya aturan atau norma yang mengatur bagaimana etika dalam menggunakan teknologi digital tersebut, sehingga tidak ada lagi kejahatan- kejahatan digital yang berdampak terhadap degradasi moral masyarakat khususnya milenial.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved