Kupi Beungoh
Masa Bodoh dengan Ketokohan
“dicari tokoh seni dan budayawan Aceh” untuk dua kategori, Mahkota Alam dan Tajul Alam.
Oleh: Said Akram*)
SAYA tidak tau apakah saya ini tokoh atau bukan. Sebab saya itu menganggap saya sendiri biasa saja.
Tapi, pada tahun 2009, saya lupa tanggal dan bulannya, Harian Serambi Indonesia yang merupakan media terbesar di Aceh, menerbitkan sebuah artikel yang intinya berbunyi “dicari tokoh seni dan budayawan Aceh” untuk dua kategori, Mahkota Alam dan Tajul Alam.
Tak jauh berselang waktu, saya dapat panggilan untuk hadir ke Anjong Mon Mata yang berada di kompleks Meuligoe Aceh (pendopo Gubernur Aceh).
Saya diundang menerima anugerah atau penghargaan untuk kategori Mahkota Alam, dalam rangkaian kegiatan event Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) V Tahun 2009.
Pada PKA sebelumnya, yaitu PKA IV Tahun 2004, penghargaan seperti ini diberikan kepada penyair legendaris Indonesia, WS Rendra, sastrawan negara Malaysia Tan Sri Ismail Husen, pelopor kaligrafi kontemporer Indonesia AD Pirous, serta sejumlah nama mentereng lainnya.
Untuk diketahui, PKA IV ini dilaksanakan pada tanggal 18-28 Agustus 2004 pada masa Gubernur Abdullah Puteh dan Wagub Azwar Abubakar, serta Sekda Thantawi Ishak.
Pada masa itu pula didirikan Taman Ratu Safiatuddin, sebagai sentral penyelenggaraan PKA tahun-tahun setelahnya.
Penyair dan dramawan ternama Indonesia, WS. Rendra tampil membaca puisi berjudul "Universitas Syiah Kuala, Guru Kami" di Taman Ratu Safiatuddin.
Juga tampil Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri dan penyair Aceh Fikar W.Eda membawakan"Salam Damai."
Kabupaten Aceh Tengah, keluar sebagai juara umum pada PKA ke-4 itu.
Sekali lagi saya ulang, saya juga mendapatkan penghargaan serupa seperti yang diberikan kepada tokoh-tokoh besar tersebut.
Hanya saja, saya tidak paham apakah saya ini termasuk tokoh juga atau bukan..?
Ahh.. masa bodoh saja...!!
Baca juga: PKA akan Digelar Tahun Depan, Kadisbudpar Aceh Bahas dengan Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek
Baca juga: Kunjungan Ramadhan ke AD Pirous: Lingkaran Budaya Muzakir Walad, dan “Resurrection” PKA (VIII)
Baca juga: Muchlis Gayo, Penari Guel PKA 2 1972, Rampungkan Buku Tari Guel Berisi Sejarah dan Cara Menarikannya
Melintas Garis Waktu dan Peristiwa
Kemudian, pada tahun 1998 Galeri Nasional Republik Indonesia melaksanakan sebuah hajatan besar yaitu pemeran seni rupa Indonesia bertajuk 'Melintas Garis Waktu dan Peristiwa'.
Karya yang dipamerkan adalah karya pilihan dari para seniman ulung alias karya para maestronya Indonesia yang berkiprah dari tahun 1807 (Raden Saleh) hingga tahun 1998 yang muncul dari tiap periode dari kemunculannya dalam rentang waktu hampir dua abad itu.
Pameran yang tergolong spesial itu diwarnai oleh karya dari 75 senirupawan Indonesia.
Rata-rata orang yang menghasilkan karya itu telah tiada.
Hasil karya mereka ini menjadi koleksi yang diabadikan negara melalui seleksi ketat lima dewan kurator nasional dari berbagai insitusi serta lembaga dan kota.
Menteri Pendidikan Indonesia waktu itu Bapak Wardiman Djojonegoro hadir untuk membuka acara.
Hadir juga beberapa menteri dan pejabat negara lain, selain para undangan berdasi dan bersepatu tumit tinggi dari berbagai kalangan.
Total ada sekira seribuan orang dari bermacam latar belakang yang hadir pada acara pembukaan pameran seni spektakuler ini.
Pameran tersebut tak luput dari pesona wajah kaligrafi yang terpajang indah dalam hitungan karya dari 75 senirupawan Indonesia.
Di event pameran inilah lukisan kaligrafi bergaya modern itu menjadi titik awal ditetapkan sebagai corak karya lukis terbaru dalam kemunculannya di abad kekinian yang sedang kita pijak ini.
Sekaligus wajah rupa baru dari apa yang telah ada dalam bingkai melintas garis waktu dan peristiwa senirupa, khususnya bab lukisan ala Indonesia sejak tahun 1807.
Dalam deretan bab lukisan kaligrafi yang muncul kepermukaan itu, adanya AD Pirous dan Amang Rahman sebagai pelopor atau disebut generasi pertama kaligrafi kontemporer Indonesia.
Kemudian disusul Syaiful Adnan, Hendra Buana, Yetmon Amir, Said Akram, Abay D Subarna, dan Sam Bimbo yang disebut generasi kedua, sebagaimana tertera dalam catatan tapak sejarah kaligrafi Indonesia yang kita hormati ini.
Untuk diketahui, semua karya yang diabadikan negara berada di bawah tangan managerial Galeri Nasional yang dipayungi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Tidaklah sempurna Galeri Nasional itu tanpa karya handal dari para legenda, semisal Raden saleh sebagai bapaknya seni lukis modern Indonesia (1807), Affandi sang maestro yang mendunia, juga Basuki Abdullah, Sujoyono, Henk Ngantung dan lainnya.
Itu semua adalah para pendahulu, para pencerah bangsa dalam konteks senirupa, yang karyanya diabadikan di Galeri Nasional.
Nah.. di antara jejeran maha karya sang legenda itu, terseliplah beberapa karya saya.
Hanya saja, saya juga tidak mehaminya, apakah saya ini termasuk tokoh juga..?
Jangan-jangan, dari 75 nama senirupa Indonesia yang karyanya dipamerkan di Galeri Nasional itu, hanya saya yang bukan siapa-siapa.
Jangan-jangan, karena ini pula Serambinews.com berani menulis judul “Mengenal Said Akram, Maestro Kaligrafi Kontemporer Asal Aceh yang Karyanya Mendunia.”
Ah.. biarkan saja, yang pasti ruh dari karya kita mulai menebar tumbuh mekar dan menjelma pada ribuan wajah karya yang dilahirkan kaligrafer muda Indonesia, baik di kampung maupun kota.
Baca juga: Seniman Aceh Singkil Terpilih Sebagai Peserta Pameran Galeri Nasional
Cerita Tentang Dewan Hakim MTQ
Tak lupa tentang dewan hakim pada MTQ Nasional XXIX Kalimantan Selatan tahun 2022 yang baru saja usai.
Saya tidak minta tidak juga berharap lalu dikabari untuk mengisi posisi ketua dewan hakim pada salah satu diantara seluruh golongan dari cabang yang dilombakan, tepatnya di cabang kaligrafi golongan dekorasi dan kontemporer.
Di golongan ini, ada tujuh orang dewan hakim yang berasal dari provinsi yang beda.
Semua ahlinya kaligrafi, semua punya prestasi kuat.
Ada lulusan Kairo, ada yang beralmamater perguruan tinggi Madinah selain yang berlatar Gontor dan master seni lainnya.
Rata-rata punya track record di event internasional, bahkan ada yang punya kelebihan lainnnya, selain ahli kaligrafi juga penghafal Quran.
Itu diketahui secara rinci oleh pihak Kementerian Agama sebagai dasar menetapkan tim tujuh ini sebagai dewan hakim pada event seni Islam yang berqodam tinggi di negeri yang ramah ini.
Alhamdulillah tanggung jawab saya sebagai ketua dewan hakim yang membawahi enam orang lainnya, berjalan baik tanpa ada suatu hal yang tidak diharapkan.
Penting untuk diekspos bahwa, di MTQ-MTQ sebelumnya, yang menduduki kursi ketua dewan hakim golongan ini adalah lokomotifnya kaligrafi Indonesia saat ini, yakni Dr KH Didin Sirojudin.
Beliau adalah ownernya Pesantren Kaligrafi Alquran Lembaga Kaligrafi (Lemka) yang berpusat di Sukabumi Jawa Barat, dan kini telah berkembang dan punya cabang di 32 provinsi.
Beliau tercatat sebagai tokoh sentral kaligrafi indonesia sekarang ini selain dari beberapa panutan lainnya.
Barangkali sebab dari keseniorannya, Kemenag melihat jeli sehingga pada MTQN XXIX di Kalsel tahun 2022 yang baru saja lewat, beliau diposisikan pada jabatan lebih tinggi dan terhormat, yaitu sebagai pengawasnya dewan hakim.
Kedudukan yang sebelumnya beliau sandang, yaitu sebagai Ketua Dewan Hakim Cabang Khat Alquran Golongan Dekorasi dan Kontemporer, diamanahkan kepada saya.
Saya bertugas memimpin para anggota yang notabenenya para ahlinya kaligrafi Indonesia, mumpuni berkelas tinggi.
Lagi-lagi saya tak paham, kenapa saya ditunjuk menduduki kursi sang tokoh sentral di mata jamaah kaligrafi Indonesia berhaluan panjang, dari Sabang hingga Papua itu.
Kenapa beliau mengamanahkan jabatan itu kepada saya, untuk membawahi para pakar dan tokoh-tokoh kaligrafi Indonesia.
Tak salah benak saya kerap memunculkan tanya, apakah saya ini ikut termaktub dalam predikat tokoh juga..??
Karena ada juga orang yang suka menokohkan diri atau “melambung-lambung di awan” ketika disebut-sebut sebagai tokoh, meski hanya sebatas dalam grup WhatsApp.
Ahh.. tak penting itu. Saya tetaplah orang biasa, makhluk ciptaan Allah yang tak pantas bersikap sombong kepada sesama.
Baca juga: Tim Kaligrafi Aceh Cetak Sejarah, Wamenag Tutup MTQ Nasional 2022
Baca juga: Mengupas Prestasi Kaligrafi di Ajang MTQ - 30 Menit Bersama Tokoh
Hanya saya tak lupa dari apa yang diutarakan oleh sang lokomotif kaligrafi Nusantara, KH Didin Sirojuddin dalam sebuah group WA kaligrafer se-Nusantara, bunyinya kira-kira: “Mas Akram telah memberi warna kepada kaligrafi Indonesia.”
Pada kesempatan lain, beliau berkata dalam lafaz tulisannya tentang maestro kaligrafi di bumi Indonesia ini telah lahir empat gaya personal yang kemudian disebutkan dan diberi nama: Pirousi (untuk karya AD Pirous), Amani (untuk karya Amang Rahman), Akrami (untuk karya Said Akram) dan Syaifuli (untuk karya Syaiful Adnan).
Juga tersimpan baik apa yang pernah dituliskan oleh seorang kurator galeri nasional Indonesia alumnus eropa. Bunyinya kira-kira:
“Said Akram salah satu kontributor pengayaan kaligrafi Indonesia telah memberi warna kepada kaligrafi Indonesia sebagai pelukis kaligrafi generasi kedua Indonesia.”
Juga yang pernah disebutkan oleh almarhum kurator nasional dari ITB Bandung, Maman Noer: “Karya Akram original, berkarakter kuat tidak mengekor kepada para pendahulu.”
Kesimpulannya, masa bodoh dengan ketokohan.
Kita bicara karakter saja, sebab karakter itu mencerminkan identitas.
Apapun mazhabnya, karakter adalah penentunya.
Karakter karya dari para tokoh mazhab rata-rata memiliki sayap dan aura, dapat terbang dan hinggap dimanapun juga.
Ingat..!! Identitas dan karakter itu mahal om..!!
Akrami itu nama mazhab, salah satu mazhabnya kaligrafi di Indonesia yang berkarakter, karakternya Said Akram.
Itu bukan kata saya, tapi fatwa lisan plus tulisan dari lokomotif dan para kurator senirupanya Indonesia.
Paham kan..!?
*) PENULIS adalah Alumnus Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, Ketua Dewan Hakim Cabang Kaligrafi Golongan Dekorasi dan Kontemporer pada MTQN XXIX Tahun 2022 di Kalimantan Selatan.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel Kupi Beungoh Lainnya di SINI.