Kupi Beungoh

Qanun Jinayat dan Mirisnya Wajah Syariat Islam di Aceh

Jangan sampai karena pemerintah abai, qanun-qanun yang dibentuk sebagai sebuah keistimewaan mengenai syariat Islam ini menjadi tidak bertaji.

Editor: Yocerizal
For Serambinews.com
Anggota DPD RI asal Aceh, Fadhil Rahmi 

Oleh: H. M. Fadhil Rahmi, Lc. MA *)

RABU siang kemarin, 16 November 2022, saya dan tim berkesempatan berkunjung ke Mahkamah Syar’iyah (MS) Jantho. Kami tiba sekitar pukul 11.25 WIB.

Alhamdulillah mendapat sambutan yang hangat dari Ketua MS Jantho dan jajarannya. Ada Ketua MS Jantho, M Redha Valevi SHi MH yang turut didampingi Sufriadi SHi selaku sekretaris dan Izwar Ibrahim Lc LLM, PLH Panitera.

Yang membuat saya apresiasi, Ketua MS Jantho ini masih muda, namun sentuhannya di MS Jantho sangat luar biasa. Ini yang membuat saya salut.

Tapi hal ini bisa dimaklumi mengingat rekam jejak Pak Ketua MS Jantho yang memang mantan aktivis mahasiswa semasa di kampus.

Sedangkan Sufriadi adalah alumni Gontor. Izwar sendiri adik angkatan saya di Al Azhar Kairo Mesir. Perpaduan ketiganya membuat MS Jantho jauh lebih baik.

Saya sempat ikut menyemangati warga pencari keadilan serta pengacara yang terdapat di ruang tunggu Mahkamah Syar’iyah Jantho. 

Bagi saya, pelayanan prima di pengadilan agama adalah salah satu wujud wajah syariat yang sesungguhnya untuk Aceh.

Saya juga banyak menerima masukan dari petugas dan para pencari keadilan di MS Jantho. 

Salah satunya soal revisi Qanun Jinayah yang sedang digodok oleh DPR Aceh, dimana hendaknya juga melibatkan secara aktif dan meminta masukan dari para aparat penegak hukum.

Sehingga  masukan dari para pihak ini, termasuk hakim dan jaksa, dapat menyempurnakan revisi Qanun Jinayah yang sedang berproses.

Karena implementasi dari sebuah produk hukum, bukan cuma soal aturan semata.

Tetapi juga ketersediaan anggaran bagi aparatur penegak hukum dalam menjalankan aturan dan melakukan proses penegakan hukum. Ini penting untuk peningkatan kualitas penerapan syariat islam.

Maka, pemerintah baik provinsi maupun kab/kota harus konsern untuk mengalokasikan anggaran yang memadai, jangan justru meniadakannya.

Di MS Jantho sendiri, ada sejumlah pelayanan dan upaya pemenuhan sarana publik.

Baca juga: Jalan Samarkilang Masih Tertimbun Longsoran, Salurkan Logistik dengan Dipikul

Baca juga: Lagi, 119 Warga Rohingya Mendarat di Aceh Utara

Seperti adanya layanan disabilitas, pojok e-Court, anjungan gugatan mandiri, layanan informasi peradilan, Posbakum, tempat ruang laktasi, ruang tunggu sidang yang unik dan menarik, serta sarana tempat bermain dan pojok baca.

Saya berharap, dengan pelayanan prima dan optimal, smoga MS Jantho segera mendapat predikat di zona Integirtas dalam wilayah bebas korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan melayani (WBBM).

Kemudian, dari bincang-bincang dengan ketiga sosok tadi, ternyata Mahkamah Syar’iyah Jantho dari awal 2022 hingga saat ini telah menangani gugatan sebanyak 504 perkara, permohonan 439 perkara, dan jinayat 36 perkara.

Antusias masyarakat untuk mencari keadilan ini perlu mendapat dukungan dari semua pihak di Aceh. 

Informasi yang perlu ditangapi serius lainnya adalah mayoritas kasus yang ditangani MS Jantho adalah kasus pemerkosaan. Ada 15 perkara pemerkosaan pelaku dewasa dan 1 perkara pemerkosaan oleh anak.

Bagi saya, fakta ini perlu mendapat tanggapan yang serius.

Dari data yang saya dapatkan, sampai saat ini, perkara jinayat yang ditangani oleh Mahkamah Syar'iyah se-Aceh itu lebih 350 perkara.

170 lebih di antaranya terkait dengan dakwaan mengenai perbuatan pelecehan seksual dan pemerkosaan.

Baca juga: Dosen FT USK Mengeluh Bau Badan Mahasiswa, Terbitkan Surat Panduan Diawali Mandi Secara Teratur

Baca juga: VIDEO Saat Diperiksa Kesehatan, Wanita Rohingya banyak Keluhkan Sakit di Perut dan Dada

Hal ini miris, mengingat penerapan Syariat Islam di Aceh sudah mencapai 20 tahun.

Pasalnya, sejak diberlakukannya Qanun Nomor 6 Tahun 2014 dan Qanun Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Jinayat dan Hukum Acara Jinayat, angka perkara Jinayat yang ditangani oleh MS Kabupaten/Kota setiap tahun semakin meningkat.

Pengambil kebijakan harus mengambil sikap melihat kondisi Aceh yang boleh dikatakan darurat pelecehan seksual/pemerkosaan.

Perbuatan tercela tersebut tidak hanya dilakukan oleh orang lain, namun ada pula yang dilakukan oleh oknum pendidik atau keluarga terdekatnya sendiri.

Oleh karena itu, revisi Qanun Jinayat hendaknya tidak terbatas pada uqubat/hukuman, namun juga pencegahan atau tindakan preventif.

Selain itu, pemerintah juga harus serius menggarap turunan-turunan yang menjadi penopang agar Qanun Jinayat bisa diterapkan secara maksimal.

Peraturan-peraturan gubernur yang bersifat teknis dan mengatur tentang kelancaran pelaksanaan Qanun Jinayat harus dirancang pula. 

Selain itu, pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten/kota harus mempunyai rasa memiliki terhadap Qanun Jinayat.

Harus diingat, bahwa Qanun ini adalah milik rakyat Aceh yang diperjuangkan cukup lama. 

Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh pada pasal 127 ayat 1 dan 3 dengan tegas menyebutkan, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota bertanggung jawab terhadap pelaksanaan Syariat Islam

Dan harus mengalokasikan dana serta sumber daya lainnya untuk pelaksanaan Syariat Islam, yang di antaranya adalah mengenai pelaksanaan Qanun Jinayat. Pemerintah dari berbagai elemen jangan hanya membuat qanun, tapi harus menjamin qanun tersebut bisa berjalan secara maksimal.

Jangan sampai karena pemerintah abai, qanun-qanun yang dibentuk sebagai sebuah keistimewaan mengenai syariat Islam ini menjadi tidak bertaji.

Seperti putusan yang dibuat oleh mahkamah tidak bisa dieksekusi karena kendala pendanaan. Takutnya hal ini menjadi preseden adanya usaha menggerogoti syariat Islam dari dalam.

Adapun angka kasus jinayat di beberapa mahkamah syar'iyah, perkara dengan dakwaan pelecehan seksual dan pemerkosaan dibanding total perkara Jinayat tahun berjalan.

Baca juga: Ribuan Pegawai Pemerintah Yaman Terancam Kelaparan, Tidak Ada Dana Impor Pangan

Baca juga: Mata Lokal Memilih Hari Ketiga, Roni Gunawan dan Rifyan Nurdin Dapat Doorprize dari Serambi

Seperti di MS Redelong 17 dari 31 kasus, Calang 5 dari 7 kasus, Lhoksukon 27 dari 39 kasus, Meulaboh 8 dari 19 kasus, Sigli 7 dari 21 kasus, Meureudu 3 dari 6 kasus, Bireuen 2 dari 11 kasus.

Idi 15 dari 22 kasus, Langsa 11 dari 26 kasus, Kuala Simpang 14 dari 28 kasus, Kutacane 7 dari 17 kasus.

Kemudian di Blangkejeren 3 dari 8 kasus, Takengon 13 dari 21 kasus,  Sukamakmue 7 dari 9 kasus, Blangpidie 5 dari 7 kasus, Tapaktuan 6 dari 12 kasus, Singkil 6 dari 13 kasus dan Banda Aceh 8 dari 20 kasus.

Ini belum lagi kasus-kasu yang tidak sampai pada tahap pengadilan atau yang diselesaikan pada tingkat keluarga/desa.

Terkait hal ini, pemerintah Aceh, baik provinsi dan kabupaten kota, perlu memberikan perhatian prioritas dalam peningkatan kualitas penerapan syariat Islam di Aceh, terutama bagian penganggaran.

Pemerintah tidak boleh melakukan peniadaan atau pengurangan anggaran dalam penerapan syariat islam di setiap lini secara keseluruhan (kaffah).

Demikian juga yang berkaitan dengan regulasi. Harus ada usaha penyempurnaan-penyempurnaan terhadap regulasi dengan melahirkan turunan aturan yang sudah ada, baik berupa qanun maupun pergub dan seterusnya.

Sehingga tidak lagi ditemukan kelemahan-kelemahan, lebih-lebih kekosongan hukum.

Baca juga: Polandia Bantah Rusia Serang Negaranya, Tuduh Ukraina Sebagai Pelaku, NATO Tetap Salahkan Kremlin

Baca juga: Korea Selatan Sampai Amerika Serikat Gunakan Senjata Robot Buatan Israel

Ini harapan saya. Saya berharap harapan ini juga sama dengan yang diimpikan oleh para pemegang kuasa di Aceh.

Sehingga syariat islam yang kita impikan menjadi sempurna. Wajah Aceh benar-benar menunjukan karakter islam sesungguhnya. Menjadi panutan bagi daerah lain di nusantara dan juga dunia.

Semoga harapan ini bisa ditindaklanjuti…

*) PENULIS adalah Senator DPD RI asal Aceh

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved