Kupi Beungoh

Menyoal Kerancuan Penataan Keistimewaan dan Implementasi Syariat Islam di Aceh

Aceh memiliki semangat untuk menjadi provinsi syariat Islam secara kaffah atau sempurna. Aceh berhak mengatur kehidupan bersyariah

Editor: Amirullah
For Serambinews
Syauqas Rahmatillah, Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Ar-Raniry 

Oleh: Syauqas Rahmatillah

Aceh adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang memiliki dua status khas, yaitu istimewa dan khusus sekaligus. Ini berbeda dengan daerah mana pun di Indonesia.

Status keistimewaan Aceh diatur dalam UU Nomor 44 tahun 1999. Keistimewaan Aceh mencakup di bidang pelaksanaan kehidupan beragama, bidang pendidikan, bidang adat istiadat, dan peranan ulama dalam penetapan kebijakan daerah.

Adapun status Aceh sebagai daerah khusus diatur dalam UU Nomor 18 tahun 2001 dan UU Nomor 11 tahun 2006. Untuk implementasi keistimewaan dan kekhususan itu, Aceh berhak menyusun Qanun penyelenggaraan pemerintahan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Qanun Aceh dibentuk berdasarkan aspirasi dan disesuaikan dengan kondisi obyektif dari masyarakat yang berada di wilayah Aceh sendiri.

Aceh memiliki semangat untuk menjadi provinsi syariat Islam secara kaffah atau sempurna. Aceh berhak mengatur kehidupan bersyariah dalam bidang aqidah, syariah dan akhlak.

Tetapi yang menjadi pertanyaan, apakah syariat Islam di Aceh sudah berjalan sesuai harapan? Dari amatan sekilas, penulis justru menemukan sejumlah anomali (kerancuan) dalam kehidupan syariat Islam di Aceh yang merupakan implementasi keistimewaannya.

Baca juga: Tingkatkan Kualitas Imam, Dinas Syariat Islam Aceh Selatan Gelar Pembinaan Imam Hafiz

Kerancuan Kompleks Keistimewaan Aceh

Dalam mengikuti Mata Kuliah Studi Syariat Islam di Aceh di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry bersama dosen pengasuh Bapak Hasan Basri M. Nur, kami diminta untuk melakukan observasi dan pemetaan lapangan tentang keberadaan perkantoran dalam Kompleks Keistimewaan Aceh di Jeulingke, Banda Aceh.

Setelah penulis dan kawan-kawan mengunjungi Kompleks Keistimewaan Aceh baru-baru ini, penulis menemukan beberapa ketidaksesuaian dalam penataan bangunan gedung dalam Kompleks Keistimewaan Aceh, seperti adanya Dinas Pertanian dan Perkebunan, Badan Karantina Pertanian, dan Dinas Pangan Aceh.

Apa hubungannya kantor-kantor tersebut dengan status keistimewaan Aceh sehingga ditempatkan dalam Kompleks Keistimewaan Aceh? Aneh bukan?

Sementara untuk bangunan yang sesuai dengan status keistimewaan Aceh hanyalah ada beberapa kantor saja, seperti Dinas Syariat Islam, Mahkamah Syari’ah Aceh, Sekretariat Majelis Adat Aceh, Sekretariat Majelis Pendidikan Daerah, Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran dan Baitul Mal.

Bahkan ada beberapa bangunan yang seharusnya ada di Kompleks Keistimewaan Aceh tetapi malah tidak kita dapatkan, seperti Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh, Dinas Pendidikan Provinsi Aceh, Sekretariat Lembaga Wali Nanggroe, Sekretariat Majelis Permusyawaratan Ulama dan Dinas pendidikan Dayah Aceh.

Jika kita lihat dari bangunan yang ada di Kompleks Keistimewaan Aceh maka kita tidak menemukan semangat untuk menjadikan Aceh sebagai provinsi syariat secara kaffah.

Artinya pemaknaan yang dimaksudkan dengan syariat Islam secara kaffah belum sempurna dan perlu untuk dikaji ulang.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved