Menkes Sentil Orang Kaya Berobat Pakai BPJS Kesehatan, Anggota DPR RI Ungkap Akar Masalahnya

Ia mengatakan, ada banyak temuan lapangan bahwa Penerima Bantuan Iuran (PBI) salah sasaran. Menurutnya, banyak orang kaya masuk dalam PBI.

Editor: Faisal Zamzami
Kompas.com/Retia Kartika Dewi
Ilustrasi BPJS (Kompas.com/Retia Kartika Dewi) 

SERAMBINEWS.COM - Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI-P Rahmad Handoyo menilai bahwa BPJS Kesehatan semestinya diperuntukkan semua warga tanpa terkecuali, entah itu kaya ataupun miskin.

Hal ini juga sudah diatur dalam Konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Demi kelangsungan BPJS untuk bisa terus memberikan pelayanan kesehatan sesuai amanah konstitusi dan amanah UU maka dibutuhkan gotong royong," kata Rahmad kepada Kompas.com, Kamis (24/11/2022).

Hal itu disampaikan Rahmad untuk merespons pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang menyentil orang kaya berobat menggunakan BPJS Kesehatan.

Rahmad menjelaskan, akar masalahnya bukan pada kaya atau miskinnya peserta BPJS Kesehatan

Ia mengatakan, ada banyak temuan lapangan bahwa Penerima Bantuan Iuran (PBI) salah sasaran. Menurutnya, banyak orang kaya masuk dalam PBI.

Hal ini, katanya, berkaitan dengan persoalan input data PBI BPJS Kesehatan.

"Bila orang kaya terus mendapatkan iuran PBI BPJS, tentu ini salah sasaran (tidak tepat sasaran), mengingat warga yang kaya tidak seharusnya dapat iuran PBI dari pemerintah," jelasnya.

Oleh karena itu, Rahmad menilai input data PBI menjadi hal yang krusial menangani masalah BPJS tidak tepat sasaran, bukan melarang orang kaya tak pakai BPJS Kesehatan.

Sebaliknya, Rahmad berpandangan bahwa pemerintah semestinya yang mengeluarkan warga kaya dari iuran PBI dengan bergotong royong iuran mandiri.

"Sehingga, warga yang benar-benar membutuhkan negara, iuran PBI bagi warga yang benar-benar tidak mampu. Sedangkan warga yang kaya dibutuhkan kegotongroyongan dengan membayar mandiri iuran BPJS," ujarnya.

Politisi PDI-P ini mengakui bahwa perbaikan data dibutuhkan waktu dan kolaborasi.

Dia meminta tidak hanya pemerintah pusat yang bekerja memperbaiki data, tetapi hingga pemerintah daerah.

"Karena praktik input data diperoleh dari pemerintah daerah yang melibatkan data dari RT, RW, desa, kelurahan, kecamatan, sampai dinas sosial setempat," kata Rahmad.

Baca juga: Negara Pusing, Banyak Orang Kaya Berobat Pakai BPJS, Begini Kata Menteri Kesehatan

Menkes sindir orang kaya

Sebelumnya, Menkes Budi Gunadi Sadikin membeberkan bahwa BPJS Kesehatan selama ini harus menanggung beban pengobatan orang-orang yang tergolong kaya, bahkan ada di antaranya yang termasuk golongan konglomerat alias orang superkaya.

Menurut Budi, mendeteksi peserta BPJS Kesehatan dari golongan kaya raya sebenarnya cukup mudah. Dari bermodalkan nomor NIK KTP, bisa ditelusuri pengeluaran kartu kredit hingga tagihan listrik rumahnya.

Semakin kaya orang itu, semakin banyak pengeluaran yang terdeteksi. Menurut dia, tak seharusnya mereka yang termasuk golongan kaya raya ikut menikmati layanan kesehatan dan tidak membebani keuangan BPJS Kesehatan.

"Saya sendiri nanti mau ngomong sama Pak Ghufron (Direktur Utama BPJS Kesehatan), saya mau lihat 1.000 orang yang expense-nya di BPJS, saya mau tarik datanya," kata Budi dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR dengan Menkes yang disiarkan secara virtual, Rabu (23/11/2022).

"Saya mau lihat tagihan PLN bayarnya berapa kVA (kilovolt ampere), kalau kVA-nya udah di atas 6.600 ya pasti itu adalah orang yang salah (tidak seharusnya ditanggung BPJS Kesehatan),” ujar Budi lagi.

Meski dinilai kurang etik, lanjut Budi, perilaku orang kaya yang berobat menggunakan BPJS Kesehatan tak sepenuhnya melanggar aturan. Sebab, layanan di BPJS Kesehatan belum mengakomodasi untuk semua kelas ekonomi.

 

Menkes Pastikan Iuran BPJS Kesehatan Tidak Naik hingga 2024

Pemerintah tidak akan menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan hingga tahun 2024 mendatang. Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (22/11).

Budi mengatakan, pada dasarnya saat inflasi yang naik biasanya diikuti kenaikan premi asuransi. Namun, secara politik kenaikan tarif premi iuran BPJS Kesehatan kemungkinan masih belum dapat diterima.

"Secara politik kan susah menerima (kenaikan tarif), sehingga Bapak Presiden yang minta kalau bisa jangan naik sampai 2024. Sehingga kita jaga benar sampai 2024 posisi politik pemerintah adalah ini tidak naik," kata Budi dikutip dari Kontan.id. 

Namun, disisi lain pemerintah akan melakukan revisi tarif jaminan kesehatan nasional (JKN) dalam Perpres Nomor 82/2018 dan Permenkes Nomor 52/2016. Revisi mengenai penyesuaian tarif kapitasi dan Indonesia case base Groups (INA-CBG's).

Budi mengatakan, revisi Perpres Nomor 82/2018 ditargetkan rampung Desember nanti. Kemudian revisi Permenkes Nomor 52/2016 ditargetkan selesai November ini.

Revisi dua aturan tersebut lantaran sejak tahun 2014 belum ada penyesuaian tarif kapitasi dan sejak 2016 belum ada penyesuaian tarif INA-CBG's. Padahal seharusnya, review aturan dilakukan setiap tahun dan setiap dua tahun dilakukan peninjauan untuk penyesuaian tarif.

"Hitungan kami sebenarnya dengan menaikkan INA-CBG's ini, sampai tahun 2025 kondisi keuangan BPJS masih bisa mengcover kekuatan ini. Sehingga nanti diharapkan pada tahun 2025 memang harus kenaikan tarif yang menurut saya memang wajar," kata Budi.

Maka, saat ini pemerintah perlu mengedukasi masyarakat bahwa kenaikan premi merupakan suatu hal yang wajar.

Anggota Komisi IX DPR Saleh Daulay menyebut masyarakat saat ini tidak memiliki kemampuan jika terjadi kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan. Ia mengatakan, BPJS Kesehatan harus selalu ada untuk rakyat.

"Masyarakat itu banyak kok yang enggak sanggup bayar itu, sekarang saja engga sanggup, apalagi nanti kalau ada rencana ke depan," kata Saleh.

Baca juga: Serumpun Melayu Raya, Bupati Mursil Mengaku Sudah Lama tak Saksikan Kesenian Asli Tamiang

Baca juga: VIDEO Oprit Jembatan Suka Makmur Amblas, Warga Minta Segera Diperbaiki

Baca juga: Dokter Ingatkan Polio Tanpa Gejala Lumpuh Tetap Perlu Diwaspadai, Penularan Jangan Disepelekan

Kompas.com: Menkes Sentil Orang Kaya Berobat Pakai BPJS, Ternyata Ini Akar Masalahnya

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved