Jurnalisme Warga
Ikut Belajar Menulis di Dekranasda Aceh Besar
Saya satu-satunya siswi tsanawiah yang ikut sebagai peserta dalam seminar tersebut, selebihnya berasal dari guru PAUD hingga SMA, mahasiswa, dan umum

Biawak sebenarnya merupakan predator alami yang memangsa telur-telur buaya betina.
Namun, karena biawak sudah punah, berkembang pesatnya buaya.
Sampai sekarang buaya terus berkembang biak dan sekarang mencapai 3.000 ekor.
Baca juga: Latih Kader Menulis, HMI Lhokseumawe-Aceh Utara Buka Sekolah Jurnalistik
Begitulah jawaban sang pawang buaya tersebut.
Cerita berlanjut saat Pak Yarmen bertanya seberapa banyak buaya yang telah ditangkap oleh pawang buaya tersebut.
Dari obrolan sederhana tadi, Pak Yarmen mendapatkan informasi yang luar biasa bahwa rata-rata buaya yang tertangkap sudah berisi mayat atau tulang beluang manusia di dalam perutnya.
Ada sekitar delapan kejadian seperti itu.
Pawang buaya tersebut pun pernah pula diliput oleh National Geographic TV dalam sebuah film dokumenter.
Di rumahnya ada foto ketika sang pawang berpose di antara buaya dan katanya kepunahan biawak dan merajalelanya buaya-buaya tersebut juga menjadi bahan skripsi anaknya yang kuliah di Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala.
Di akhir cerita, Pak Yarmen bertanya, dari kisah yang ia sampaikan itu yang mana ide, mana bahan, bahasa, dan yang mana pula teknik penyajian? Ketika pertanyaan itu dilontarkan Pak Yarmen, seorang perempuan guru menjawabnya dengan benar.
Dan ibu tersebut mendapat doorprize buku Penerbit Erlangga yang diserahkan langsung oleh Pak Yarmen.
Pak Yarmen pun menulis dalam bentuk berita untuk koran tempatnya bekerja, Serambi Indonesia, bahwa jumlah buaya di Singkil saat ini mencapai 3.000 ekor.
Itu jumlah buaya terbanyak di seluruh Aceh.
Bagi saya, kisah mengeksplorasi ide yang diceritakan sang narasumber sangat mengesankan.
Prinsipnya, semakin unik ide yang didapatkan untuk menulis, maka semakin baik untuk bahan membuat tulisan yang menarik.