Jurnalisme Warga
Pentingnya Perspektif Caleg Perempuan yang Berkualitas
Sesi I dengan tema “Memperkuat Kontribusi Perempuan Politik” dan sesi II dengan tema “Konsolidasi Perempuan Politik Aceh
OLEH ZAKIAH DRAZAT, Anggota Komunitas Jurnalisme Warga Banda Aceh dan Mahasiswa S2 Magister Ilmu Kebencanan USK Banda Aceh, melaporkan dari Banda Aceh
Pemilu serentak 2024 sudah di depan mata.
Tahapan pemilu sudah dimulai dengan proses verifikasi partai peserta pemilu maupun pengumuman partai-partai yang lolos dan berhak maju pada pertarungan 2024 nanti.
Gegap gempita demokrasi ini juga tidak luput dari perhatian Dewan Pimpinan Daerah Kaukus Perempuan Politik Indonesia (DPD KPPI) Aceh.
KPPI Aceh mempersiapkan para pengurusnya dengan bekal ilmu dan pengetahuan tentang kepemiluan, ilmu politik, serta tentang tugas dan fungsi anggota legislatif jika nanti para pengurus KPPI terpilih menjadi anggota paralemen di berbagai tingkatan, baik DPRK, DPRA, maupun DPR RI.
Pada 22 November 2022, KPPI Aceh melakukan kegiatan gathering dalam dua sesi.
Sesi I dengan tema “Memperkuat Kontribusi Perempuan Politik” dan sesi II dengan tema “Konsolidasi Perempuan Politik Aceh”.
Kegiatan ini dalam rangka memperkuat kapasitas perempuan politik yang tergabung dalam wadah KPPI bekerja sama dengan Women’s Democracy Network (WDN), berlangsung di Hotel Permata Hati Banda Aceh.
Saya termasuk orang yang diundang pada acara itu, tapi hanya bisa ikut sesi I.
Gathering ini menghadirkan para pemateri yang sangat berpengalaman di bidangnya masing-masing, yaitu Nevi Ariyani SE (saat itu masih menjabat Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh), Hj Yuniar SP MSi (Wakil Ketua I Partai Golkar), Suraiya Kamaruzzaman (Presidium BSUI/Founder Flower Aceh), serta Syamsul Bahri (Ketua KIP Aceh).
Dari penyampaian para narasumber, saya mendapatkan banyak ilmu mengenai pentingnya keterwakilan perempuan di parlemen, khususnya untuk memperjuangkan anggaran yang berpihak pada hak-hak dan kebutuhan kasus-kasus yang dialami oleh perempuan, seperti hak restitusi korban kekerasan seksual, perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan kasus-kasus lain yang dialami oleh perempuan, termasuk memperjuangkan anggaran untuk membangun rumah aman bagi korban.
“Perempuan juga harus melek politik karena hampir seluruh kehidupan kita tak terlepas dari kebijakan politik.
Baca juga: Kesbangpol Beri Pendidikan Politik untuk Caleg Perempuan dan Pemilih Pemula
Baca juga: Arab Saudi Serukan Taliban Batalkan Keputusan Larangan Perempuan Masuk Perguruan Tinggi
Misalnya, kenaikan harga sembako, kenaikan harga BBM, dan sebagainya,” ujar Syamsul Bahri.
Karenanya, diharapkan perempuan yang maju ke parlemen harus memiliki kapasitas dan perempuan yang memilih calon anggota parlemen juga harus paham tentang visi dan misi para calon yang akan dipilih agar kita tidak salah pilih wakil rakyat.
Selanjutnya, pada 16 Desember 2022, KPPI juga mengadakan kegiatan bincang publik bekerja sama dengan KIP Aceh dalam rangka pemilu serentak 2024, dengan mengusung tema “Meningkatkan Kualitas Perempuan Menuju Pemilu 2024” yang diadakan di Sekretariat KPPI Aceh (Youngs Coffee) di Jalan Teuku Panglima Polem Ujung Nomor 42 Gampong Mulia, Banda Aceh.
Dalam kegiatan itu hadir tiga narasumber, yaitu Syarifah Rahmatillah SH (Direktur Eksekutif MISPI) dengan topik “Politik Perempuan”, Tgk Masrul Aidi Lc, dengan topik “Perempuan dan Peranan Politik dalam Agama”, dan yang terakhir Tgk Akmal Abzal SHI (Komisioner KIP Aceh) dengan judul “Pemilu Berkeadilan”.
Syarifah Rahmatillah menegaskan tentang pentingnya berpolitik secara ilmu karena politik itu bertujuan untuk menentukan sesuatu dengan tujuan agar bisa memengaruhi suatu masalah untuk mencapai tujuan yang kita inginkan.
Politik bagi perempuan, katanya, juga harus mewakili perspektif perempuan, bukan hanya mewakili jenis kelamin perempuan.
Anggota legislatif (aleg) perempuan saat ini kebanyakan hanya mewakili jenis kelamin, belum mewakili perspektif perempuan.
“Peran perempuan yang sangat diharapkan oleh masyarakat, jadilah perempuan yang memiliki perspektif perempuan.
Kita tidak berbicara perempuan secara seks (jenis kelamin), tapi perempuan secara perspektif (memperjuangkan hak-hak kaum perempuan),” ujarnya.
Yang terakhir beliau menegaskan bahwa perempuan politik yang akan maju ke legislatif harus memahami tiga fungsi DPR (fungsi legislasi, penganggaran, dan monitoring).
Tgk Masrul Aidi, dalam penyampaiannya membahas peran perempuan dan politik.
Yang pertama, ia memulai dengan istilah ‘qawwam’ yang berbicara tentang tanggung jawab.
Namun, akibat faktor kesalahan masyarakat dalam memahami makna, menyebabkan arti ‘qawwam’ menjadi laki-laki sebagai pemimpin wanita.
‘Qawwam’ yang sebenarnya tidak berbicara soal derajat, tetapi berbicara soal tanggung jawab, laki-laki harus lebih bertanggung jawab.
Baca juga: Perempuan Kebaya Hijau Viral di Twitter dan Tiktok, Sosoknya Terungkap, Model Dewasa?
Kedua, untuk hal politik, dalam Islam sebenarnya tidak ada larangan perempuan menjadi pemimpin.
Quran dalam Surah An-Namlu ayat 29-44 yang menceritakan tentang kisah Ratu Saba’ (Ratu Balqis).
Dia dianggap otoriter karena keputusan ada pada keputusan ratu.
Namun, sesungguhnya tidaklah demikian, justru Ratu Balqis menunjukkan keandalan beliau dalam memerintah negerinya.
Ratu bukanlah sekadar perlambang atau pemersatu, sedangkan kekuasaan berada di tangan orang-orang besar, tetapi kekuasaan langsung Ratu Balqis yang pegang dengan erat dan teguh.
Dia mengajak orang-orang besar dalam kerajaannya untuk bertukar pikiran dan musyawarah, walaupun keputusan akhir ada di tangan ratu setelah mendengar masukan dan informasi dari para petinggi negerinya.
Ketiga, kehebatan pemikiran Ratu Balqis yang menyadari bahwa dia tidak mampu mengalahkan Raja Sulaiman sehingga beliau menyerah dan tunduk mengikuti agama Allah dan kerajaanya tunduk di bawah kerajaan Nabi Sulaiman.
Karena beliau menyadari tidak akan berhasil berperang yang akan menyebabkan kehancuran negerinya dan kesengsaaraan bagi kaumnya.
Ratu Balqis bisa mengetahui itu dari hadiah yang dikirimkannya kepada Raja Sulaiman ditolak.
Keempat, dalam Islam sesungguhnya politik perempuan itu sangat positif efeknya karena saat laki-laki buntu dalam sebuah masalah biasanya perempuan mempunyai solusi.
Seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah sebagai kepala negara dan pemerintahan, sedangkan Siti Khadijah sebagai manajer negara dan pendamping Rasulullah, kemudian saat Siti Aisyah menjabat panglima perang pada peristiwa Waq'ah Al Jamal (Perang Unta).
Yang terakhir, perempuan politik diharapkan mampu memperjuangkan hak-hak perempuan, seperti jam kerja yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga bisa datang lebih telat dan pulang lebih awal.
Baca juga: Seleksi PPK di Banda Aceh, Keterwakilan Perempuan Capai 44 Persen
Dengan demikian, perempuan punya waktu untuk melepas suami bekerja dan menyambut kepulangannya selepas bekerja.
Kemudian, mampu memperjuangkan enam hari kerja agar lebih banyak dan efektif untuk waktu berkumpul keluarga.
Juga mampu memperjuangkan ‘iddah’ perempuan ASN selama empat bulan (cuti masa berduka) terkait hak perempuan muslim setelah ditinggal wafat oleh suaminya.
Memperjuangkan cuti hamil dan cuti melahirkan selama enam bulan agar program ASI eksklusif bisa berjalan untuk pemenuhan hak dasar anak.
“Perempuan boleh berpolitik karena sistem kita saat ini menganut sistem yang berlaku sesuai perundang-undangan (musyawarah, mufakat, kolektif, dan kolegial), bukan lagi sistem kewenangan mutlak seperti pada zaman khalifah,” ujar Tgk Masrul Aidi.
Sedangkan Tgk Akmal Abzal menyampaikan agar perempuan bisa tampil sebagai perempuan yang memiliki perspektif untuk memperjuangkan hak-hak perempuan.
Jangan hanya fisik yang ditonjolkan sebagai perempuan, tetapi keberpihakan terhadap hak-hak perempuan.
Isu ketimpangan publik, branding untuk bahan kampanye, untuk memperjuangkan hak-hak perempuan.
Semakin banyak caleg, semakin ringan kuota suara.
Pahami dapil agar tidak buang-buang energi dalam kampanye dan tidak salah dalam memahami daerah pemilihan.
“Pemilu yang berkeadilan itu harus sportif,” tutup Tgk Akmal. (zakiahdrajat@gmail.com)
Baca juga: Peran Perempuan Dalam Politik
Baca juga: KIP Aceh Barat Rekrut PPK dan PPS, Perempuan Dapat Kuota 30 Persen