Kilas Balik Tsunami Aceh 2004

Sepenggal Cerita Korban Tsunami Aceh 2004 - Kisah tak Sampai ke Alue Naga

Kisah pasangan suami istri yang hendak ke pantai Alue Naga namun dihadang oleh gelombang Tsunami pada 26 Desember 2004.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Amirullah
Dok ACT Aceh
Kawasan Krueng Raya, Aceh Besar hancur tak berbentuk akibat tsunami 2004. 

Di sore hari, dari ujung barat, nampak matahari melambaikan tangan untuk permisi kembali ke ufuk.

Cocok juga untuk kawasan pancingan yang punya hobi mancing dan sejenisnya.

Makanya wajar kalau setiap pagi Minggu sampai sore hari, banyak muda mudi dan bahkan para pasangan muda berdatangan kesana untuk menikmati indahnya Pantal Alue Naga.

Apalagi di sana juga dijual berbagai macam makanan untuk sarapan pagi.

Seperti kebanyakan muda-mudi dan pasangan muda, saya bersama isteri pun yang baru saja menikah sekitar lima bulan yang lalu (Juli 2004), tertarik untuk menikmati pantai Alue Naga.

Selain untuk menikmati secangkir kopi atau beberapa pisang goreng, kami biasanya membeli ikan segar yang baru diangkat ke daratan Alue Naga oleh para nelayan. Makanya kami sering ke sana.

Suasana Simpang Lima Banda Aceh saat diterjang tsunami Minggu 26 Desember 2004.
Suasana Simpang Lima Banda Aceh saat diterjang tsunami Minggu 26 Desember 2004. (SERAMBINEWS.COM/BEDU SAINI)

Baca juga: Kisah Sedih Titiek Puspa Melihat Aceh yang Telah Porak Poranda Diterjang Gelombang Tsunami

Namun di pagi Minggu itu (26/12/ 2004), sebelum berangkat ke sana, persis selepas shalat Subuh, kami sempat menikmati udara pagi sambil berlari-lari pagi di seputaran kampus IAIN (UIN) Ar-Raniry dan Universitas Syiah Kuala.

Kemudian baru kami pulang ke rumah untuk mengambil sepeda motor untuk melaju ke sana (Alue Naga).

Tetapi sesampai di rumah di Kawasan Jalan Lingkar Kampus, kami dapati adik-adik kami sedang makan Lontong.

Kami pun ikut membantu mereka makan biar cepat habis.

Ketika sedang asyik-asyiknya sarapan sembari nonton TV, bergoyanglah bumi secara tiba-tiba, semakin kuat dan semakin kuat.

Berhamburan keluar rumah dan memegang tanah kami semua.

Sempat juga salah satu adik kami yang doyan makan membawa keluar piring lontongnya untuk dimakan tanpa sadar sambil duduk memegang tanah.

Hal tentunya mengundang tawa di tengah kepanikan.

Kira-kira 15 menit kemudian, gempa pun mulal reda, sekaligus meredakan kepanikan kami secara perlahan.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved