Internasional

Situs Belanja Online Mulai Menggeliat di Kawasan Muslim Kashmir India, Dijalankan Kaum Muda

Situs belanja online mulai menggeliat di kawasan Muslim Kashmir, India seusai pencabutan status otonomi.

Editor: M Nur Pakar
()
Shafia Shafi, seorang pemilik startup online seni dan kerajinan Kashmir, berpose untuk foto di Srinagar, Kashmir yang dikelola India. 

SERAMBINEWS.COM, NEW DELHI - Situs belanja online mulai menggeliat di kawasan Muslim Kashmir, India seusai pencabutan status otonomi.

Seperti Shafia Shafi yang baru saja meluncurkan bisnis online-nya ketika penutupan internet yang sering dilakukan oleh otoritas India.

Seperti banyak pengusaha muda lainnya, dia berjuang selama 17 bulan hingga koneksi berkecepatan tinggi akhirnya pulih pada Februari 2021 dan kemudian semuanya meledak.

Hari ini Shafi mendapat setidaknya 15 pesanan sebulan, yang menurutnya cukup membuatnya sibuk sepanjang waktu.

“Internet menjadi alat terpenting bagi saya saat ini,” kata Shafi, yang memadukan kerajinan papier mache tradisional Kashmir dengan kaligrafi dan karya tanah liat.

“Ketika ada penguncian pada 2019, dan setelah penguncian Covid-19 itu, tidak ada internet dan tidak ada telepon yang berfungsi, sehingga sangat mengganggu bisnis saya yang baru lahir," ungkapnya.

Halaman Instagram Shafi, tempat dia menerima komisi, telah mencapai hampir 56.000 pengikut dalam setahun terakhir.

Baca juga: Sering Belanja Online Bisa jadi Kecanduan, Ini Dampak Buruk dan Penjelasannya

Dia bukan satu-satunya artis di kawasan ini yang terjun ke dunia maya untuk mencari peluang bisnis.

“Saya melihat tren itu di Kashmir,” kata Shafi.

“Mereka juga lebih suka mempromosikan produk mereka melalui Instagram atau platform media sosial lainnya," jelasnya.

Pemerintah India mencabut status otonomi Kashmir pada Agustus 2019.

Kemudian, membagi negara bagian itu menjadi dua wilayah federal untuk memperketat cengkeramannya di wilayah mayoritas Muslim yang bergolak.

Di mana separatis telah melawan pemerintahan India selama beberapa dekade.

Langkah tersebut diikuti oleh pembatasan ketat atas kebebasan bergerak di lembah Kashmir, penahanan para pemimpin lokal, dan pemadaman komunikasi.

Baca juga: Kepala Penjara Kashmir India Tewas di Rumahnya, Militan Mengaku Bertanggung Jawab

Penghentian internet berlangsung hingga Februari 2021, ketika layanan data seluler 4G diaktifkan kembali.

“Dalam dua tahun terakhir, Kashmir telah menyaksikan kemunculan besar perusahaan rintisan berbasis internet,” kata Mir Shariq Mushtaq, pemilik BizLaw yang berbasis di Srinagar kepada Arab News, Kamis (29/12/2022).

Dia menyediakan layanan konsultasi untuk bisnis baru.

Tetapi ledakan tersebut tidak hanya disebabkan oleh munculnya bisnis baru, tetapi juga kebangkitan bisnis yang harus berhenti beroperasi selama penutupan.

“Internet tetap ditangguhkan untuk waktu yang lama dan itu tidak hanya menghambat bisnis saya tetapi juga bisnis apa pun yang memiliki basis klien online,” kata Mushtaq.

“Itulah mengapa ada ledakan besar startup berbasis internet di sini," katanya.

Baca juga: Ditutup 20 Tahun, Bioskop di Kashmir Kini Kembali Dibuka, Putar Film Aamir Khan dan Kareena Kapoor

Sementara jumlah kliennya bertambah dan perusahaan itu sendiri sekarang melayani 200 dari 1.800 perusahaan rintisan yang terdaftar di pemerintah di wilayah tersebut.

Dikatakan, banyak pengusaha muda yang dia hubungi merasa tidak nyaman dengan situasi politik yang tidak pasti.

Salah satu alasan yang dikutip pemerintah India ketika mengamandemen konstitusi untuk mencabut otonomi Kashmir adalah meningkatkan ekonomi lokal dan mendatangkan investasi dari luar.

Tetapi data dari Kementerian Dalam Negeri menunjukkan investasi di Kashmir telah anjlok.

Pada 2021-22, total investasi di kawasan ini sebesar $45 juta, kurang dari setengah angka 2017-18.

“Ketidakpastian di lembah tidak mendorong investor lain,” kata Malik Aadil (29) yang menjalankan Groxery, layanan pengiriman bahan makanan berbasis online pertama di Kashmir.

Baca juga: Yasin Malik, Tokoh Separatis Kashmir Dihukum Penjara Seumur Hidup di India

“Saya membakar uang saya sendiri dan tidak ada investor yang mau berinvestasi di lembah ini," ujarnya.

"Seandainya e-commerce seperti milik saya ada di bagian lain India, itu akan mendapat dana jutaan," tambahnya.

"Tidak mudah untuk memulai sesuatu di Kashmir," jelasnya.

"Itu adalah keterikatan emosional, perasaan memberikan kembali sesuatu kepada masyarakat yang membuat kami tetap termotivasi," tambahnya.

Aadil telah mampu memantapkan dirinya kembali di pasar sejak internet menjadi stabil dua tahun lalu dan aplikasinya telah diunduh 130.000 kali di wilayah tersebut.

Namun layanan Aadil sepenuhnya bergantung pada akses ke internet.

“Jika tidak ada internet besok, maka saya harus menutup bisnis saya,” katanya.

“Internet adalah hal yang paling penting untuk bisnis saya," ujarnya.

Sementara sebagian besar perusahaan rintisan Kashmir beroperasi dengan modal pribadi atau pinjaman bank, Sheikh Ashiq, Presiden Kamar Dagang Kashmir, yakin lanskap bisnis akan membaik.

“Situasinya tidak separah beberapa tahun lalu,” katanya.

“Segalanya menjadi lebih baik, dan pemerintah juga telah menyadari betapa besar kerusakan yang diakibatkan penutupan internet terhadap perekonomian," tuturnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved