Berita Jakarta

Jokowi Akan Temui Korban HAM di Aceh, Termasuk yang Berada di Eropa Timur

Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan berkeliling daerah untuk menemui korban dan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu

Editor: bakri
BPMI/Muchlis Jr
Menko Polhukam Mahfud Md mewakili Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu memberikan laporan kepada Presiden Joko Widodo terkait pelanggaran HAM masa lalu di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1/2023). Pemerintah Indonesia mengakui terjadinya 12 pelanggaran HAM berat di masa lalu dan akan memulihkan hak-hak korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial. 

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan berkeliling daerah untuk menemui korban dan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengatakan, hal itu untuk menunjukkan keseriusan pemerintah dalam penyelesaian nonyudisial kasus pelanggaran HAM berat.

"Mungkin dalam waktu dekat Presiden akan berkunjung ke Aceh, Talangsari, dan di luar negeri," kata Mahfud di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (16/1/2023).

Menurutnya, langkah Jokowi juga untuk memberi jaminan kepada para korban bahwa mereka adalah warga negara Indonesia.

Para korban memiliki hak yang sama dengan WNI lainnya.

Mahfud berkata Jokowi tak hanya akan menemui korban-korban pelanggaran HAM berat yang tinggal di Indonesia, tetapi juga di Eropa Timur.

Dia menyebut pemerintah akan mengundang para korban itu dalam pertemuan di Eropa Timur, namun belum ada detail pertemuan yang diputuskan.

"Nanti mungkin akan dikumpulkan di Jenewa atau Amsterdam atau di Rusia atau di mana.

Pak Menkumham (Yasonna Laoly) bersama Bu Menlu (Retno Marsudi) dan saya ditugaskan untuk menyiapkan hal itu sehingga nanti pesannya juga ada di luar negeri dan tim ini tidak main-main," ujarnya.

Sebelumnya, Jokowi mengakui 12 pelanggaran HAM berat masa lalu.

Baca juga: Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi bagi Korban Pelanggaran HAM Berat di Aceh

Baca juga: Negara akan Pulihkan Hak Korban Pelanggaran HAM Berat, Akademisi Minta Jangan Ada Pungli

Tiga di antaranya di Aceh, yaitu peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis 1989, peristiwa Simpang KKA 1999, dan peristiwa Jambo Keupok 2003.

Jokowi menyesalkan pelanggaran-pelanggaran itu terjadi dan berjanji akan menjamin hak para korban.

Dia juga berjanji mencegah hal serupa terjadi kembali.

Instruksi Presiden

Presiden Jokowi juga akan menugaskan 17 kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian untuk menyelesaikan rekomendasi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM).

Mahfud MD mengatakan, instruksi presiden mengenai tugas tersebut akan diteken dalam waktu dekat.

"Dalam waktu dekat presiden akan mengeluarkan inpres khusus untuk menugaskan kepada 17 lembaga kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian," kata Mahfud.

"Plus koordinasi dengan lembaga independen di luar eksekutif untuk menyelesaikan seluruh rekomendasi PPHAM ini," ujarnya lagi.

Sejauh ini, pemerintah telah menjalankan salah satu rekomendasi Tim PPHAM, yakni mengakui dan menyesali adanya pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Pernyataan itu disampaikan Jokowi saat menerima laporan Tim PPHAM pada 11 Januari 2023.

Jumlah korban

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat sedikitnya ada 6.000 korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang sudah diverifikasi oleh mereka.

Baca juga: Pelanggaran HAM Berat Aceh Bukan Hanya 3 Tragedi, Aktivis: Tapi 1976 Sampai 2005

Namun, Ketua Komnas HAM, Atinke Nova Sigiro mengingatkan bahwa korban pelanggaran HAM sesungguhnya lebih banyak dari angka tersebut.

"Di Komnas HAM sendiri sampai saat ini ada 6.000 lebih sedikit berkas surat korban pelanggaran HAM berat yang sudah diverifikasi oleh Komnas HAM dan itu sudah diberikan kepada korban, tentu kita bicara jumlah korban yang jauh lebih besar dari 6.000 itu," kata Atnike di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (16/1/2023).

Ia mengatakan, 6.000 orang yang telah mendapat surat keterangan itu antara lain adalah korban peristiwa 1965, peristiwa Tanjung Priok, maupun kasus penghilangan paksa.

Atnike mengungkapkan, surat tersebut merupakan bukti pengakuan negara terhadap individu-individu yang telah mengalami pelanggaran HAM berat.

Menurut Atnike, pengakuan ini penting untuk mencatat jumlah korban pelanggaran HAM berat yang perlu mendapat pemulihan hak dari pemerintah dalam rangka penyelesaian non-yudisial.

"Kami siap mendukung pemerintah untuk upaya-upaya verifikasi korban agar mereka mendapatkan status yang resmi dan mendapatkan haknya," katanya.

Atnike juga berharap, pemulihan hak yang disiapkan pemerintah dapat mudah diakses oleh korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

Ia mengatakan, sejauh ini belum ada pemulihan hak yang diberikan pemerintah terhadap korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Yang ada sampai saat ini adalah bantuan atau layanan bagi korban pelanggaran HAM berat yang tersedia di LPSK berupa bantuan medis dan pelayanan psikososial, tapi di luar itu belum ada," ujar Atnike. (CNNIndonesia/Kompas)

Baca juga: Mahfud MD Jelaskan Langkah Pemerintah Setelah Presiden Jokowi Akui Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Baca juga: Koalisi NGO HAM Apresiasi Presiden Terkait Pengakuan Kasus Pelanggaran HAM

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved