Opini

Mengelola Potensi Diri dalam Perspektif Islam

Potensi atau yang lebih dikenal dalam Islam dengan istilah “fitrah” ini, memang harus diaktualisasikan dan ditumbuhkembangkan dalam kehidupan nyata.

Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
Dr Murni SPdI MPd, Wakil Ketua III STAI Tgk Chik Pante Kulu 

Sedangkan Hidayat al-Aqliyah (aqal) dan Hidayat ad-Diniyyah termuat dalam ruh (bukan roh).

Potensi yang bersifat fitrah ini tampaknya memang menandai karakteristik dasar kehidupan manusia umumnya.

Potensi sebagai kemampuan dasar dari manusia yang bersifat fitri yang terbawa sejak lahir memiliki komponen-komponen dasar yang dapat ditumbuhkembangkan melalui pendidikan.

Komponen-komponen dasar ini bersifat dinamis serta responsif terhadap pengaruh lingkungan sekitar, termasuk pengaruh pendidikan.

Adapun komponen-komponen dasar itu meliputi: Pertama, bakat. Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.

Dengan demikian, sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing.

Dalam perkembangan selanjutnya, bakat dianggap sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan.

Inilah yang kemudian disebut dengan bakat khusus (specific aptitude), yang konon tidak dapat dipelajari, karena merupakan karunia yang dibawa sejak lahir.

Kedua, insting adalah kemampuan berbuat atau bertingkah laku tanpa melalui proses belajar.

Insting merupakan tendensi khusus dari jiwa manusia atau binatang yang menimbulkan tingkah laku yang sudah terbawa sejak lahir. Kemampuan insting ini pun merupakan pembawaan sejak lahir.

Ketiga, nafsu dan dorongan-dorongannya (drives) merupakan tenaga potensial yang berupa dorongan-dorongan untuk berbuat dan bertindak kreatif dan dinamis yang dapat berkembang kepada dua arah, yaitu kebaikan dan kejahatan.

Menurut Imam al-Ghazali, nafsu manusia terdiri dari nafsu malakiyah yang cenderung ke arah perbuatan mulia sebagai halnya para malaikat, dan nafsu bahimiyah yang mendorong ke arah perbuatan rendah sebagaimana nafsu binatang.

Keempat, karakter atau tabiat manusia merupakan kemampuan psikologis yang terbawa sejak kelahirannya.

Karakter ini berkaitan dengan tingkah laku moral dan sosial serta etis seseorang. Karakter terbentuk oleh kekuatan dalam diri manusia, bukan terbentuk karena pengaruh dari luar.

Oleh karena itu, ciri keduanya hampir tidak dapat dibedakan dengan jelas.
Berbagai potensi yang ada pada diri manusia seyogianya dikelola dengan baik dalam hidup ini, dan akhirnya mengendalikan potensi-potensi tersebut agar selalu dapat memberikan kesuksesan, kebaikan, kebahagiaan dan keberuntungan dalam hidup, baik di dunia maupun di akhirat nanti.

Cara Mandi Wajib, Ceramah Ustadz Abdul Somad Beberkan Tak Asal Semua Basah

Ini Daftar Khatib dan Imam Shalat Jumat di Sabang, 27 Januari 2023

Baca juga: Perumda Air Minum Tirta Keumuneng Langsa Hentikan Sementara Suplai Air, Cek Daerah Terdampak

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved