Berita Kutaraja

Pemerintah Aceh Sambut Positif Rakor dengan Forbes, Muhammad MTA: Banyak Masukan Konstruktif

“Insya Allah ke depan disepakati akan digelar pertemuan secara reguler, hal ini dipandang penting untuk kerja-kerja kolaboratif,” ujarnya.

Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Saifullah
For Serambinews.com
Koordinator dan Anggota Forum Bersama (Forbes) DPR RI dan DPD RI asal Aceh foto bersama dengan Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki usai rapat koordinasi dan konsultasi di Jakarta, Senin (13/2/2023) malam. 

Laporan Masrizal | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Jubir Pemerintah Aceh, Muhammad MTA mengatakan, rapat koordinasi dan konsultasi antara Forum Bersama (Forbes) DPR RI dan DPD RI asal Aceh dengan Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki di Jakarta pada Senin (13/2/2023) malam, berlangsung dengan penuh kekeluargaan dan responsif.

Ia mengungkapkan, banyak masukan konstruktif yang disampaikan oleh Forbes untuk Pemerintah Aceh.

“Insya Allah ke depan disepakati akan digelar pertemuan secara reguler, hal ini dipandang penting untuk kerja-kerja kolaboratif,” ujarnya.

“Gubernur sangat berterima kasih kepada Forbes atas digelarnya rakor tersebut,” papar dia.

“Hal ini merupakan langkah yang baik demi mewujdkan Aceh lebih baik,” ungkap MTA.

Pemilihan Dirut BAS

Sementara itu, Koordinator dan Anggota Forum Bersama (Forbes) DPR RI dan DPD RI asal Aceh meminta agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memilih putra Aceh menjadi Direktur Utama (Dirut) Bank Aceh Syariah (BAS).

Selain untuk menjaga sirkulasi kepemimpinan perbankan di Aceh, tujuan lain memilih Dirut BAS dari orang Aceh untuk menjaga martabat Aceh di tingkat nasional.

Hal itu disampaikan Koordinator Forbes, M Nasir Djamil saat rapat koordinasi dan konsultasi Forbes dengan Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki di Jakarta, Senin (13/2/2023) malam.

Selain Pj Gubernur Achmad Marzuki, hadir juga Sekda Bustami Hamzah, dan Kepala Bappeda Aceh, Teuku Ahmad Dadek.

Sedangkan dari Forbes, hadir Sekretaris Forbes, Illiza Sa’aduddin Djamal, Muslim, Fadhlullah (Dek Fad), Nazaruddin Dek Gam, Irmawan, TA Khalid, dan anggota DPD RI, Fachrul Razi.

Dalam pertemuan tersebut, anggota Forbes Aceh mempertanyakan sejumlah persoalan yang terjadi di Tanah Rencong.

Seperti kemiskinan, stunting, hingga lambannya kinerja Pj Gubernur Aceh, termasuk seleksi dirut BAS yang hingga kini belum ada hasilnya. 

Nasir Djamil menegaskan, Forbes sangat menyayangkan atas lambatnya penetapan Dirut BAS yang definitif.

Sebab, posisi Dirut akan mampu menggerakkan bank milik Pemerintah Aceh itu dalam menunjang pembiayaan di sektor riil, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), serta pembiayaan lainnya yang pada akhirnya bisa mengangkat ekonomi rakyat kelas bawah.

“Dirut BAS harus orang Aceh. Itu harga mati alias tidak ada negosiasi. Lebih baik dirutnya orang Aceh meskipun kompetensinya belum sempurna,” tandasnya.

“Nanti bisa ‘learning by doing’ dalam perjalanannya ke depan. Jika bukan orang Aceh, Forbes akan menolak dan menyampaikannya ke OJK Pusat," tegas Nasir.

Politikus PKS ini berharap, Dirut baru mampu menjadikan bank milik rakyat Aceh menjadi “celengan” rakyat Aceh, bukan “celengan” Gubernur Aceh.

BAS juga diharapkan dapat mendorong dan membantu meningkatkan ekonomi Aceh sehingga bisa bersaing dengan daerah lainnya.

“Kami ingin pemilihan dan penetapan Dirut BAS jangan lama-lama. Intinya Forbes minta OJK Pusat seperti pantun yang bunyinya ikan sepat, ikan gabus. Makin cepat, makin bagus," pungkas Nasir Djamil.

Sedangkan, Anggota DPR RI, Fadhlullah dalam rapat itu juga menyorot kinerja Pemerintah Aceh selama ini di bawah Pj Gubernur Achmad Marzuki.

Pria yang akrab disapa Dek Fad ini berharap Pj Gubernur bisa melakukan perbaikan untuk Aceh di sisa masa jabatannya.

“Aceh ini milik kita bersama, kami tidak terima kalau Aceh ini hancur. Jangan sampai seperti masa orde baru,” papar Dek Fad.

“Kita berharap Pj Gubernur bisa bangun komunikasi dengan ketua partai karena orang di parlemen adalah orang politik,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, anggota Forbes juga menyorot persiapan PON 2024, penerapan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), dan termasuk sikap Juru Bicara (Jubir) Pemerintah Aceh yang dinilai antikritik.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved