Opini

Muhammadiyah Menyongsong Musyawarah Wilayah

Kegiatan Muhammadiyah di Aceh pada masa penjajahan boleh dikatakan didukung dan digerakkan oleh kelompok terdidik waktu itu, seperti

Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM
Prof Dr Alyasa Abubakar, MA 

Oleh Prof Dr Al Yasa’ Abubakar MA

Guru Besar UIN Ar Raniry

INSYA ALLAH Allah Muhammadiyah Aceh akan melakukan Musyawarah Wilayah untuk menyusun program dan memilih pimpinan periode 2022-2027, tanggal 4 dan 5 Maret 2023 di Kota Juang Bireuen.

Untuk menyambut dan menggembirakan musyawarah tersebut penulis hendak menjelaskan kehadiran Muhammadiyah di Aceh, semangat dan bidang yang menjadi amal usahanya.

Muhammadiyah secara resmi didirikan pada 18 November 1912 M bertepatan dengan 8 Dzulhijjah 1330 H, di Yogyakarta. Untuk Aceh, Djayasoekarta seorang Sunda yang bertugas di Aceh, memperkenalkan Muhammadiyah pada tahun 1923 di kota Banda Aceh, Sigli dan Lhokseumawe.

Sedangkan pimpinan Muhammadiyah pertama sekali dibentuk di Banda Aceh, tahun 1927, dengan konsul (Ketua) pertamanya Teuku Hasan Gelumpang Payong.

Polres Bireuen Siagakan Ratusan Personel untuk Pengamanan Muswil Muhammadiyah

Dalam catatan yang ada, setelah Banda Aceh pimpinan Muhammadiyah dibentuk di Lhokseumawe dan Sigli tahun 1927, di Takengon tahun 1928, atas jasa beberapa perantau asal Sumatera Barat, salah seorangnya adalah AR Soetan Mansur, seorang ulama muda yang berprofesi sebagai montir mobil.

Setelah ini tahun 1928 diresmikan Muhammadiyah Kuala Simpang oleh M Yunus Anis, utusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Pada tahun 1933 diresmikan Muhammadiyah Tapaktuan, yang hampir bersamaan dengan peresmian Muhammadiyah Labuhanhaji, yang diinisiasi oleh beberapa pemuda yang pulang kampung setelah tamat dari sekolah Thawalib Sumatera Barat. 

Di Kutacane didirikan tahun 1937, sedang di Meulaboh, tahun 1942 diperkenalkan oleh Said Aboebakar, seorang pedagang Aceh dari Penang Malaysia.

Amal dan usaha

Kegiatan Muhammadiyah di Aceh pada masa penjajahan boleh dikatakan didukung dan digerakkan oleh kelompok terdidik waktu itu, seperti pegawai perusahaan kereta api, pegawai pelabuhan bebas Sabang, tukang jam, montir mobil, dan ada juga pegawai perusahaan kontraktor.

Warga Muhammadiyah Manggeng Abdya Santuni Anak Yatim

Sebagian besar mereka berasal dari Sumatera Barat dan Tapanuli, namun ada yang dari Sunda dan Jawa.

Adapun pimpinannya merupakan campuran dari para ulama, bangsawan dan tokoh masyarakat yang telah tersentuh modernisasi.

Para ulama Muhammadiyah waktu itu ada yang tamatan dayah (tradisional) dan ada yang tamatan madrasah (swasta) dan ada juga yang alumni sekolah negeri yang didirikan Belanda.

Para bangsawan pun banyak yang masuk menjadi anggota, bahkan aktif menggerakkan Muhammadiyah.

Ketua Muhammadiyah yang pertama di Aceh seperti disebutkan di atas adalah seorang uleebalang.
Muhammadiyah sejak awal kelahirannya telah mengusung semangat dan upaya pembaharuan dalam amal usaha dan pemikiran keagamaan. Muhammadiyah sejak awal berdiri mengajak anggotanya bahkan masyarakat secara umum, untuk meningkatkan kualitas diri dan masyarakat dalam arti luas.

Para anggota bahkan masyarakat muslim secara umum, yang dianggap sudah mampu, didorong dan dilibatkan untuk membantu kaum muslimin yang dianggap terpinggirkan yang pendidikannya, kesejahteraannya, dan pengamalan agamanya relatif masih rendah.

Untuk mencapai tujuan ini Muhammadiyah menerima dan mempraktikkan hasil pengetahuan ilmiah yang waktu itu dianggap bagian dari budaya Belanda, kaum kafir penjajah.

Muhammadiyah mendirikan sekolah dengan sistem kelas seperti yang diperkenalkan Belanda, tidak lagi mengikuti sistem pesantren yang digunakan umat Islam waktu itu.

Muhammadiyah mendirikan panti asuhan untuk mendidik dan menyejahterakan anak miskin dan anak yatim. Muhammadiyah memperkenalkan klinik kesehatan dan rumah sakit, yang tentu sangat asing bagi kebanyakan kaum muslimin masa penjajahan.

Muhammadiyah tidak malu dan tidak ragu-ragu untuk terlibat aktif mengampanyekan vaksinasi dan imunisasi sebagai upaya mencegah penyakit menular sejak awal kelahirannya, ketika banyak anggota masyarakat yang menganggap kegiatan tersebut sebagai bagian dari upaya penjajah melemahkan dan bahkan membodohi umat Islam.

Untuk melancarkan amal dan kegiatan di atas sebagai bagian dari ibadah (pekerjaan yang diberi pahala oleh Allah Swt) Muhammadiyah sejak awal kehadirannya menempuh dan memperkenalkan usaha untuk memperbaharui pemahaman agama.

Muhammadiyah mendirikan masjid-masjid dengan semangat pembaharuan.
Berdasarkan penelitian atas hadis, Muhammadiyah sampai pada kesimpulan bahwa khutbah Jumat dan khutbah hari raya boleh disampaikan dalam bahasa yang dipahami mayoritas jamaah, tidak mesti dalam bahasa Arab, agar tujuan khutbah yaitu menyampaikan nasihat dan wasiat keagamaan dapat tercapai.

Muhammadiyah mendorong warganya untuk bekerja keras, hemat namun pemurah. Muhammadiyah memperkenalkan kegiatan bersedekah secara rutin dan menabung untuk membiayai berbagai kegiatan.

Sebagai misal, anggota diajak menabung untuk membeli hewan kurban yang akan disembelih ketika hari raya Idul Adha, dan juga menabung untuk biaya perjalanan mengikuti muktamar Muhammadiyah.

Anggota yang mampu dan terutama pimpinan, diajak bersedekah secara rutin untuk membiayai berbagai kegiatan di lingkungan Muhammadiyah. Biasanya pimpinan Muhammadiyah merasa malu kepada Allah dan tidak berani meminta bantuan kepada pihak luar sekiranya mereka sendiri belum bersedekah dan belum ikut menyumbang untuk kegiatan tersebut.

Alhamdulillah dengan kesadaran, latihan, dan pembiasaan yang telah berlangsung lama ini banyak pihak menganggap Muhammadiyah relatif mampu membiaya berbagai kegiatan yang mereka rancang dan upayakan. Memang salah satu tujuan Muhammadiyah adalah membangun kesadaran dan menyiapkan umat menjadi masyarakat dengan nilai budaya hemat, rajin, ikhlas, amanah dan menghargai orang lain.

Dengan kesadaran dan semangat ini, mudah-mudahan upaya Muhammadiyah untuk mampu berdiri sendiri dapat terus dijaga dan ditingkatkan, tidak akan mengeluh dan tidak perlu menunggu uluran tangan orang lain untuk dapat melakukan kegiatan keorganisasian, yang memang sudah sejak awal diniatkan sebagai amal dan ibadah tambahan.

Salah satu sumbangan lain yang diberikan Muhammadiyah untuk umat Islam dan bahkan bangsa Indonesia adalah memperkenalkan budaya berorganisasi secara tertib dan taat asas.

Muhammadiyah berusaha agar pimpinan organisasi dapat melakukan rapat-rapat secara rutin dan teratur, membuat keputusan melalui musyawarah seperti digariskan oleh AD dan ART, dan semua pihak memedomani ketentuan organisasi dalam melakukan kegiatan.

Pada masa penjajahan tidak banyak organisasi milik umat Islam yang tersebar luas dan aktif dari pusat sampai ke tingkat akar rumput seperti Muhammadiyah.

Karena itu tentu tidak mengherankan kalau beberapa tokoh penting kemerdekaan di tingkat pusat dan di berbagai daerah, merupakan tokoh yang berafiliasi dengan Muhammadiyah.

Alhamdulillah sekarang ini sudah banyak organisasi sosial kemasyarakatan milik umat, bahkan sebagiannya lebih aktif dan lebih solid dari Muhammadiyah.

Untuk ini Muhammadiyah tentu mesti berkaca dari dan bermuhasabah dengan tawadhu` penuh kerendahan hati, agar semangat pembaharuan yang menjadi ciri Muhammadiyah tidak menjadi sekadar slogan dan tinggal kenangan, karena sudah tidak dilakukan, atau karena ada organisasi lain yang melakukan pembaharuan secara lebih baik dan lebih sungguh-sungguh. 

Tahni’ah untuk Muhammadiyah. Selamat bermusyawarah dan selamat ber-fastabiqul khairat.

Pentingnya Menjaga Kesehatan Telinga, Refleksi Hari Pendengaran Dunia 2023

Tgk Irawan Abdullah Isi Tarhib Ramadhan di SMAN 15 Adidarma Banda Aceh

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved