Opini

Kawasan Strategis Regional dan Keterbukaan Ekonomi Aceh

Dampak positif dan konkret kawasan strategis regional terhadap keterbukaan ekonomi Aceh, Pertama Akses ke Pasar Global

Editor: Ansari Hasyim
For serambinews.com
Prof Dr Apridar, SE, MSi, Guru Besar Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan dan Dewan Pakar Pusat Riset Komunikasi Pemasaran, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif Universitas Syiah Kuala 

Oleh: Prof Dr Apridar SE MSi, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK dan Ketua Dewan Pakar ICMI Orwil Aceh

LOKASI Aceh yang strategis secara geografis, tepat di ujung barat laut Indonesia dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia serta Selat Malaka jalur pelayaran tersibuk di dunia  bukan sekadar fakta geografi.

Ini adalah aset geostrategis utama yang secara signifikan mendorong keterbukaan ekonomi provinsi ini. 

Keterbukaan ekonomi (economic openness), yang mencakup arus perdagangan, investasi, dan kerjasama internasional, merupakan kunci bagi Aceh untuk mengintegrasikan diri dalam perekonomian global dan memacu pertumbuhan yang berkelanjutan. 

Dampak positif dan konkret kawasan strategis regional terhadap keterbukaan ekonomi Aceh, Pertama Akses ke Pasar Global & Peningkatan Volume Perdagangan.

Sekitar 40 persen perdagangan maritim global melewati Selat Malaka setiap tahunnya (Laporan Lloyd's List Intelligence, 2023).

Baca juga: Pemerintahan Aceh Barat Gagas Program One Subdistrict One Product Ekonomi Kreatif Unggulan Daerah

Aceh, dengan garis pantai terpanjang di Indonesia dan pelabuhan seperti Pelabuhan Malahayati (Krueng Raya), Pelabuhan Kreung Gekueh yang merupakan rencana pengembangan Pelabuhan Arun Lhokseumawe, dan Pelabuhan Internasional Kuala Langsa berada tepat di pintu gerbang jalur vital ini.

Dampak positif dari posisi strategis tersebut, memberikan akses langsung dan efisien ke pasar Asia Selatan (India, Sri Lanka), Timur Tengah, Eropa, dan Afrika Timur.

Hal ini mengurangi biaya logistik ekspor komoditas Aceh (seperti LNG, karet, kopi, kakao, minyak kelapa sawit, dan produk perikanan) dan memudahkan impor barang modal dan bahan baku.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, nilai ekspor non-migas Aceh menunjukkan tren positif.

Misalnya, pada periode Januari-Juli 2023, ekspor non-migas Aceh mencapai USD 460,1 juta, dengan komoditas utama seperti karet dan produk karet, udang, serta kopi. Akses jalur laut global menjadi faktor pendorong utama.

Kedua Daya Tarik Investasi Asing Langsung (Foreign Direct Investment - FDI). Dimana Investor asing mencari lokasi dengan akses pasar yang luas, infrastruktur logistik yang memadai, dan stabilitas.

Posisi strategis Aceh di jalur pelayaran global dan potensinya sebagai hub logistik regional merupakan magnet kuat.

Keistimewaan Aceh yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU PA) memberikan kerangka hukum yang unik, termasuk otonomi khusus dalam mengelola sumber daya dan menarik investasi. 

Kombinasi lokasi strategis dan keistimewaan ini meningkatkan daya saing Aceh dalam menarik FDI, khususnya di sektor logistik, energi terbarukan, pariwisata bahari, industri berbasis ekspor, dan pengolahan sumber daya alam.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved