Breaking News

Polemik Mahfud MD

Mahfud MD soal Transaksi Mencurigakan: Kalau Sebut Nama, Jangan-jangan Ada Orangnya di Sini

Pernyataan-pernyataan Mahfud MD terkait temuan transaksi Rp 349 triliun di hadapan anggota Komisi III DPR RI, masih menjadi perbincangan publik.

Penulis: Sara Masroni | Editor: Ansari Hasyim
YouTube Serambinews
Pernyataan-pernyataan Mahfud MD terkait temuan transaksi Rp 349 triliun di hadapan anggota Komisi III DPR RI, masih menjadi perbincangan publik. 

SERAMBINEWS.COM – Pernyataan-pernyataan Mahfud MD terkait temuan transaksi Rp 349 triliun di hadapan anggota Komisi III DPR RI, masih menjadi perbincangan publik.

Tidak hanya di tingkat nasional dan media sosial, keberanian Mahfud MD menantang para punggawa Komisi III DPR untuk tidak mengeluarkan ancaman-ancaman kepada dirinya, hangat diperbincangkan warga di pedalaman Aceh, provinsi paling ujung di barat Indonesia.

Bahkan, ada yang sampai menyebut-nyebut nama Mahfud MD pantas menjadi calon presiden RI, di tengah sepinya tokoh bangsa.

“Mahfud MD ini jujur dan nyaris tak punya kesalahan, sehingga berani mengungkapkan fakta dan data,” ungkap Nazar Abubakar, warga Uleekareng, desa di pinggiran Kota Banda Aceh, dalam grup WhatsApp, Rabu (30/3/2023) malam.

“Pantas jadi capres,” tulis S Akram, warga lainnya.

Salah satu pernyataan Mahfud yang kemudian ramai dibedah oleh warga adalah "Kalau mau buka-bukaan, ayolah. Di sini ada yang bisa dibuka, ada yang agregat gak bisa nyebut nama. Kalau menyebut nama jangan-jangan ada orangnya di sini juga."

Pernyataan Mahfud ini dianggap sebagai sinyal adanya kemungkinan keterlibatan anggota DPR RI dalam kasus dugaan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun.

Baca juga: Ancam Balik Pidana, Mahfud MD ke Arteria: Kerja-kerja Kayak Saudara Itu, Orang Mengungkap Dihantam

Apalagi, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPR RI, beberapa anggota Komisi III terlihat getol dan mencoba mengancam Mahfud yang dinilai telah membocorkan rahasia negara kepada publik.

Menanggapi pertanyaan dan ancaman anggota Komisi III DPR RI ini, Mahfud MD menyampaikan, andai bisa menyebut nama yang terlibat, jangan-jangan ada orangnya yang terlibat kasus ini di forum rapat bersama dewan tersebut.

Menurutnya, apa yang diutarakan selama ini ke publik bukan membuka data pribadi terduga, melainkan hanya menyampaikan angka agregat agar bisa ditindaklanjuti.

Menko Polhukam sekaligus Ketua KNK-PP-TPPU itu berujar, bila data agregat yang dipegangnya dibuka, bisa jadi orang yang menjadi terduga ada di ruangan tersebut.

"Kalau mau buka-bukaan, ayolah. Di sini ada yang bisa dibuka, ada yang agregat gak bisa nyebut nama. Kalau menyebut nama jangan-jangan ada orangnya di sini juga," ucap Mahfud.

"Di ruangan sana jangan-jangan yang ada nama sini," tambahnya sambil mengetuk bundel tebal yang dibawa.

Baca juga: Transaksi Janggal Rp 349 T, Mahfud MD ke DPR: Kalau Nyebut Nama, Jangan-jangan Ada Orangnya di Sini

Mahfud mengatakan, dalam rapat itu dia turut membawa sejumlah dokumen berisi laporan dari berbagai pihak kepada dirinya selaku Menko Polhukam, termasuk dokumen dari Badan Intelijen Negara (BIN).

Di dokumen itu, selain memuat laporan dugaan kasus, termasuk transaksi mencurigakan, juga terdapat nama-nama orang yang diduga melakukan kejahatan itu.

Menko Polhukam itu menjelaskan, ketentuan tidak boleh menyebut data sudah jelas ada aturannya.

Hal itu kalau menyangkut identitas seseorang, nama perusahaan, nomor akun, profil entitas terkait transaksi, pihak terlapor, nilai, tujuan transaksi dan sebagainya.

"Saya gak nyebut apa-apa, hanya nyebut angkat agregat, ok," jelas Mahfud.

Baca juga: Mahfud MD Tantang Arteria Laporkan Kepala BIN Budi Gunawan: Berani Saudara?

Pemerintah dan DPR Sejajar

Dalam RDPU Itu, Menko Polhukam itu juga dengan tegas mengingatkan bahwa kedudukan DPR dan pemerintah sejajar.

"Saudara, saya ingin menyampaikan bahwa kedudukan DPR dan pemerintah ini sejajar," kata Mahfud MD.

"Oleh sebab itu kita harus bersama bersikap sejajar, saling menerangkan, berargumen, tidak boleh ada yang satu menuding yang lain seperti polisi memeriksa copet," tambahnya.

Menurutnya, pemerintah bisa melakukan tindakan saling buka data seperti yang dilakukannya beberapa waktu lalu soal transaksi janggal Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan.

Baca juga: Mahfud MD Habis-habisan Serang Balik DPR usai Sebut Dirinya Politis soal Transaksi Janggal Rp 349 T

Selanjutnya mengenai legal standing bolehkan Menko Polhukam membuka data pencucian uang ke publik sebagaimana yang dipersoalkan Benny K Harman, Arteria Dahlan, Arsul Sani dkk di Komisi III DPR RI, dijawab Mahfud dalam kesempatan itu.

Dijelaskannya bahwa kasus transaksi janggal Rp 349 triliun yang diumumkan beberapa waktu lalu adalah bersifat agregat.

"Jadi, perputaran uang tidak menyebut nama orang, tidak menyebut nama akun. Itu tidak boleh, agregat," jelas Mahfud.

Sementara yang sudah disebut namanya hanya mereka yang sudah menjadi kasus hukum seperti Rafael Alun Trisambodo, Angin Prayitno dan nama-nama lain.

Emosi Diinterupsi

Mahfud MD, terlihat sedikit emosi dan 'ngegas' saat menjelaskan temuan Rp 349 triliun di hadapan anggota Komisi III DPR RI.

Ia meminta para anggota Komisi III DPR untuk tidak mengeluarkan ancaman-ancaman kepada dirinya.

Di awal rapat, Mahfud sudah emosi ketika penjelasannya dipotong oleh seorang anggota Komisi III.

"Saya enggak mau diinterupsi, interupsi itu urusan Anda, masa iya orang ngomong diinterupsi, nantilah, Pak, saya, kan, tadi sudah bilang, pakai interupsi-interupsi enggak selesai kita ini. Lalu, saya nanti yang interupsi dituding-tuding, saya enggak mau," kata Mahfud dalam rapat bersama Komisi III, Rabu (29/3/2023).

"Jangan main ancam-ancam gitu, kita ini sama saudara. Oleh sebab itu, saya ingin menegaskan itu ke Pak Arsul harap jangan dipotong," kata Mahfud

Bahkan, dia mengancam akan keluar dari ruang sidang bila ada yang berteriak atau memintanya keluar.

"Artinya kalau begitu, misalnya saya membantah lalu di sini ada berteriak ‘keluar’, saya keluar. Saya punya forum," tegas dia.

Mahfud merujuk kepada sanggahan Arsul soal kewenangan Menko Polhukam terkait kewenangan pengumuman aliran dana mencurigakan.

Namun bagi Mahfud, hal tersebut sah-sah saja dilakukan selama tidak ada larangan resmi yang berlaku di Undang-undang.

"Pak Arsul bicara kewenangan. Menurut Perpres kewenangan... Polhukam itu a, b, c, d tidak berkenan mengumumkan. Lho saya tanya, apa dilarang? kalau tidak berwenang apa berarti itu dilarang?" cecar Mahfud kepada Arsul Sani.

"Kalau di dalam hukum itu sesuatu yang tidak dilarang itu boleh dilakukan. Lho, Anda dari pesantren ini saya bacakan dalilnya," cetus Mahfud dilanjutkan dengan membacakan dalil.

Mahfud mengeluh setiap ke Komisi III selalu dikeroyok.

Belum sempat menjelaskan sudah diinterupsi.

"Saya setiap ke sini dikeroyok, belum ngomong sudah diinterupsi, belum ngomong diinterupsi. Waktu kasus itu juga, waktu kasus Sambo, belum ngomong diinterupsi. Dituding-tuding suruh bubarkan segala macam. Jangan begitu dong," katanya.

Tantang Anggota DPR Laporkan Kepala BIN

Mahfud mengaku apa yang ia lakukan sudah sesuai perundang-undangan.

Dia juga mengaku tidak takut dengan gertakan salah satu anggota Komisi III karena disebut membocorkan temuan PPATK. 

Mahfud menantang anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan berani bersuara terkait Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan.

Hal itu dia ucapkan lantaran Arteria menilai tak seharusnya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membocorkan informasi intelijen kepada Mahfud MD.

Sebelumnya, Arteria mengatakan laporan PPATK tidak boleh diumumkan ke publik dan berpotensi dihukum pidana bagi yang membocorkan.

"Beranikah Saudara Arteria bilang begitu ke Pak Budi Gunawan. Dia anak buah langsung presiden, bukan Menko Polhukam," ujar Mahfud.

Menurut Mahfud MD, Budi Gunawan memberi laporan informasi intelijen kepada dirinya tiap minggu.

"Coba saudara bilang ke Pak Budi Gunawan, Pak Budi Gunawan menurut UU BIN bisa diancam 10 tahun penjara menurut Pasal 44, (Arteria) berani enggak?" tuturnya.

Ia mengatakan hal tersebut persis seperti apa yang dilakukan PPATK kepada Menko Polhukam yakni membeberkan informasi intelijen.

"Lha, ini BIN menyampaikan ke saya nih enggak ke presiden. Ini bulan Maret ada nih. Kok, terus enggak boleh, gimana?" kata dia.

Mahfud MD lantas mempertanyakan tugasnya sebagai Ketua Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jika tak diperbolehkan menerima informasi dari PPATK.

"Apa gunanya ada Komite, ini penting saudara karena saya bekerja berdasarkan informasi intelijen. Apa dasarnya melapor ke ketua? Lho, saya ketua, jadi dia boleh lapor dan saya boleh minta," ucapnya.

Mahfud juga kembali mengingatkan bahwa Budi Gunawan selalu memberi laporan intelijen meskipun bukan bawahan Menko Polhukam.

"Saya ketua komite, diangkat presiden ada SK-nya. Terus untuk apa ada ketua komite kalau tidak lapor dan saya tidak boleh tahu?" ujar Mahfud MD.

Sementara itu kepada anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Benny Kabur Harman, Mahfud menyindir Benny yang bertanya seperti polisi kepada copet.

Hal itu dia ucapkan untuk menyoroti sikap Benny yang bertanya kepada bawahan Mahfud apakah seorang Menkopolhukam boleh melaporkan soal tindak pidana pencucian uang (TPPU) ke publik.

"Saya katakan juga kepada Pak Benny, pertanyaannya kok seperti polisi. Menko boleh mengumumkan atau tidak, begini pak. Boleh atau tidak, begini pak. Boleh atau tidak jawab iya atau tidak. (Benny) Ndak boleh tanya begitu, harus ada konteksnya dong," ujar Mahfud.

Ia juga menyinggung Benny yang meminta dalil atau pasal terkait Menkopolhukam yang diperbolehkan menyampaikan informasi intelijen kepada publik.

Mahfud mengatakan, pasal akan ada dan berlaku apa bila ada sesuatu yang dilarang. Oleh sebab itu, menurutnya, hal yang diperbolehkan tak perlu pasal apa pun.

"Kalau dilarang baru ada pasalnya. Di mana dalilnya? Tidak ada satu kesalahan, tidak ada sesuatu itu dilarang sampai ada undang-undang yang melarang lebih dulu. Loh ini tidak dilarang kok, lalu ditanya kayak copet aja," ucapnya.

Dalam penjelasannya kepada Komisi III DPR RI, Mahfud mengatakan ada dugaan pencucian uang sebesar Rp 189 triliun yang ditutupi oleh anak buah Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait dugaan penjualan emas batangan impor.

Mahfud menceritakan Sri Mulyani sempat bertanya kepada jajaran eselon I Kemenkeu terkait temuan transaksi mencurigakan Rp 189 triliun pada tanggal 14 Maret 2023 lalu.

Transaksi mencurigakan yang ditanyakan Sri Mulyani itu, kata Mahfud, berdasarkan temuan PPATK pada tahun 2017.

Pejabat eselon I Kemenkeu itu, kata Mahfud, malah membantah adanya temuan tersebut.

Mahfud tak merinci nama pejabat eselon I Kemenkeu mana yang membantah tersebut.

Ketika pejabat eselon I Kemenkeu itu membantah, Mahfud mengatakan Sri Mulyani menunjukkan ada surat dari PPATK sejak tahun 2020 soal transaksi mencurigakan Rp 189 triliun.

Namun, pejabat eselon I Kemenkeu itu membantahnya lagi.

Mahfud menjelaskan temuan Rp 189 triliun itu merupakan dugaan pencucian uang cukai dengan 15 entitas terkait impor emas batangan.

Surat cukai itu, kata Mahfud, diduga dimanipulasi dengan keterangan 'emas mentah'.

Padahal sudah terbentuk emas batangan.

Mahfud menjelaskan temuan laporan transaksi mencurigakan Rp 189 triliun itu diberikan oleh PPATK pada tahun 2017 ke Kementerian Keuangan melalui Dirjen Bea Cukai, Itjen Kemenkeu dan dua orang lainnya.

Namun, ia mengatakan laporan itu tidak berbentuk surat lantaran sensitif.

Kemudian, PPATK baru mengirimkan surat resmi kepada Kemenkeu tahun 2020 lantaran tak ada tindak lanjut sejak laporan tahun 2017 diberikan.

Namun, Mahfud mengatakan surat PPATK tahun 2020 itu tak sampai ke Sri Mulyani.

"Kemudian dua tahun enggak muncul, tahun 2020 dikirim lagi (surat) enggak sampai juga ke bu Sri Mulyani. Sehingga bertanya ketika kami kasih itu. Dan dijelaskan yang salah," kata Mahfud.

(Serambinews.com/Sara Masroni/tribun network/git/igm/frs/den/riz/dod)

BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved